Perempuan di Indonesia merupakan aktor bagi usaha mikro, kecil dan menengah dengan skala terbesar. Enam puluh persen UMKM di Indonesia dimiliki oleh kaum perempuan. Hambatan yang banyak dialami oleh perempuan pengusaha, terutama saat usaha tersebut sudah mulai berkembang salah satunya adalah masalah legalitas, perijinan-perijinan serta prosedur dan prospektif masyarakat tentang kinerja kaum perempuan sebagai pengusaha.
Dari munculnya masalah tersebut, IDLO (International Development Law Organization) berkolaborasi bersama Mulyana Abrar Advocates (MAA) yang menggandeng HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia), Easybiz, IDLC (Irma Devita Learning Center), dan juga asosiasi perempuan pengusaha yang ada di Indonesia, mengadakan sebuah program bernama Rule of Law Fund yang didanai oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan berlangsung di Bogor selama lima hari. Program tersebut berisi tentang kegiatan pelatihan dan klinik hukum bagi perempuan pengusaha, khususnya perempuan pengusaha mikro dan kecil yang mana peserta dipilih oleh asosiasi yang menaunginya.
Kegiatan tersebut menjadikan perempuan pengusaha sebagai target utama karena berdasarkan data, mayoritas UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan dan data dari Bank Indonesia saat ini menunjukkan pengusaha perempuan tidak kurang dari 14 juta dan turut menyumbangkan 9,9% dari produk domestik bruto (PDB) nasional.
Baca juga; Perempuan Berdaya, Melek Hukum Usaha
Dalam kesempatan ini tim IDLC meminta tanggapan Suryani Sidik F. Motik, selaku Ketua Umum HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia), ia menuturkan kegiatan ini difokuskan untuk mendorong pengusaha perempuan yang menjadi peserta agar berbadan hukum. Karena masih banyak pengusaha kecil yang sudah menjalankan usahanya namun belum memiliki badan hukum. Kegiatan yang memfokuskan pada pengusaha perempuan ini dinilai perlu dilakukan agar memberikan nilai positif tanpa diskriminasi kepada perempuan. Selain karena jumlahnya cukup banyak sebagai pengusaha, perempuan, apalagi di wilayah Asia masih cenderung menganut adat ketimuran. Yang notabene masih malu apabila hendak secara lugas bertanya apa yang masih belum diketahuinya, khususnya dalam hal seluk beluk tentang berusaha.
Yang tak kalah penting adalah pendapat Nisa Istiani, selaku Program Manager di IDLO yang berhasil diwawancara oleh tim IDLC pada kesempatan yang sama, “kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan diri dari UMKM menuju pada skala yang lebih besar dan lebih maju melalui legalitas usaha dan perizinan usaha”.
Pelatihan dan klinik hukum yang diselenggarakan terdiri dari materi pokok seperti: legalitas berusaha, Online Single Submission (OSS) dan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang mencakup perizinan, sertifikasi BPOM, sertifikasi halal, dan perpajakan. Tujuan dari ini adalah untuk membantu meningkatkan kapasitas perempuan pengusaha dalam menjalankan usaha mereka dengan memberikan perspektif legal, informasi, dan kemampuan yang berkaitan dengan akses terhadap keuangan, registrasi bisnis, pajak, dan biaya.
Dalam hal ini, Irma Devita Learning Center (IDLC) juga turut mendampingi dan memberikan beberapa pengetahuan terkait soal seluk beluk dan legalitas berusaha. Notaris Irma Devita, lebih menekankan pada sisi pembuatan akta badan usaha maupun badan hukum. Ia menegaskan jika proses pembuatan akta sebenarnya cukup mudah. Syaratnya cukup melampirkan KTP dan NPWP pribadi dari para pendiri minimal dua orang. Jika ternyata pendiri adalah suami istri, maka harus ditambah satu orang lagi sebagai pemegang saham. Selain itu, pendiri juga harus memiliki rencana usaha yang nantinya akan menjadi patokan jenis usaha dari PT yang akan didirikan tersebut. Jadi nantinya harus diklarifikasi dulu. Setelah pembuatan akta, nantinya akan disahkan oleh Kementerian Hukum dan Ham. Setelah itu selesai, perusahaan bisa langsung berjalan. Sebagian besar pelaku usaha masih menganggap ini merupakan hal yang sulit. Tapi setelah diberikan training ini, diharapkan para pengusaha perempuan bisa lebih semangat mengembangkan usahanya.
Di kesempatan ini, Irma juga merekomendasikan kepada para pelaku usaha UMKM untuk memilih mendirikan PT ketimbang CV. Pasalnya, usaha dengan badan hukum lebih mudah untuk dikembangkan, bisa mengikuti tender dan masuk ke ranah usaha ekspor dan impor. Dan yang lebih penting, PT lebih memiliki perizinan yang jelas.
Pendapat lain yang dapat dihimpun oleh tim IDLC, salah satunya Kaima Sidik, selaku anggota dari HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia) dan pembina dalam pelatihan turut menyampaikan, “kegiatan seperti ini berguna untuk mendorong para pengusaha mikro sampai pengusaha kecil khususnya perempuan untuk tetap menjalankan usahanya dengan memiliki legalitas hukum dan badan usaha yang sah”.
Kegiatan yang dilakukan mulai tanggal 25-29 November 2019 ini diikuti oleh 50 peserta yang telah lolos seleksi yang berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Banten dengan skala usaha mikro, kecil hingga menengah. Peserta diseleksi dari 107 orang pendaftar menjadi 50 peserta berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh pelaksana. Kriteria yang dimaksud adalah peserta harus memiliki kelengkapan dokumen, serta komitmen untuk mengikuti kegiatan ini selama waktu yang ditentukan.
Kriteria peserta juga turut disampaikan oleh Kaima Sidik, “kriteria yang kami ambil dari peserta adalah mereka yang telah/belum memiliki badan hukum dan mereka yang sudah berbadan hukum tapi masih memiliki masalah dengan NIB, maka akan kami bantu dengan adanya kagiatan ini”.
Selain itu, Kaima Sidik juga menyampaikan bahwa anggota yang di tawarkan untuk mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang aktif berorganisasi dan mereka yang tidak pelit ilmu. Peserta yang loyal dalam kegiatan ini diharapkan dapat membantu peserta lainnya sehingga tidak ada peserta yang lebih maju atau peserta yang tertinggal dengan harapan peserta yang belum berbadan hukum menjadi berbadan hukum dan peserta yang memiliki masalah dengan NIB dapat menyelesaikan itu.
Bagaimana Pendapat Para Peserta Terhadap Kegiatan ini?
Kegiatan pelatihan dan klinik hukum yang dilakukan selama 5 hari tersebut mendapat tanggapan baik dari peserta. Hal ini dihimpun oleh team Irma Devita Learning Centre (IDLC) yang sempat mewawancarai beberapa peserta yang terlibat dalam acara dimaksud. Salah satunya Yurika Pratiwi, selaku Ketua Lembaga Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro dan kecil menuturkan bahwa beliau sangat mengapresiasi kegiatan yang telah memberi perhatian lebih kepada pengusaha perempuan.
“Saya merasa bahwa acara ini sangat berguna karena dari teman teman yang di undang belum banyak yang mengerti, bahkan saya pun yang telah ber PT dari tahun 2008 juga belum tahu bahwa ada perubahan terkait regristasi dan peraturan-peraturan baru” jelasnya.
Baca juga; Presiden Teken Perpres Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah
Yurika Pratiwi juga mengatakan bahwa dengan adanya kegiatan ini, peraturan baru terkait klasifikasi perusahaan yang harus memiliki klasifikasi tersendiri. Contohnya perusahaan kontraktor yang bergerak dalam satu jenis kontraktor saja. Hal tersebut dia anggap sebagai salah satu langkah yang baik bagi perempuan pengusaha untuk menyelamatkan usaha mereka.
Selain itu, Nisa Sana, seorang pengusaha yang bergerak di bidang permainan edukasi lingkungan juga menyampaikan kepada team IDLC bahwa ia merasa diuntungkan dengan kegiatan ini. Dalam kesempatan itu, ia juga bisa merubah Anggaran Dasar, karena harus ada yang direvisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nisa mengaku bahwa hasil training tersebut sangat bermanfaat bagi keberlangsungan usahanya.
Marieti, selaku Managemen Konsultan dan penyedia jasa training pendidikan juga mengungkapkan rasa sangat terbantu dengan acara ini kepada team team IDLC. Setelah mengikuti training yang diselenggarakan oleh IDLC, Marieti berkomitmen untuk membuat PT dalam usahanya.
“Training ini sangat komprehensip sekali. Mulai proses dari awal akte pendirian, bagaimana mengurus surat izin, sampai ke izin-izin lainnya, bahkan sampai bpom sampai sertifikasi halal diajarkan di sini. Semua sesi sangat bermanfaat dan menarik. Ini adalah pertama kalinya saya mengikuti soal training bagaimana membangun legalitas sebuah usaha. Semuanya menarik” ujarnya bersemangat.
Sementara itu, Desi Mulyani, salah seorang pengusaha konveksi dan fashion khas Banten, mengaku sebelum mengikuti kegiatan ini, ada banyak hal yang masih belum diketahui terkait detail berusaha. Setelah mengikutinya, tentu menambah wawasan dan pengetahuannya yang nantinya bisa diterapkan pada usahanya, sekaligus ditularkan pada beberapa pelaku usaha lain di sekitarnya. Menurutnya, hampir semua sesinya menarik dan bermanfaat. Apalagi pengetahuan soal notaris dan perpajakan.
Di dua hari terakhir panitia membuka sesi coaching yang disambut antusias oleh peserta untuk bertanya dan mendapat saran terkait usaha yang sudah dirintisnya dalam beberapa meja. IDLC mendapat porsi untuk konsultasi seputar pendirian dan perubahan badan usaha, juga ada meja konsultasi dalam bidang perijinan, BPOM untuk bidang usaha makanan dan sertifikasi halal, dan tak ketinggalan adalah meja konsultasi soal pajak.
Dalam acara tersebut sudah dapat langsung dibuat dan ditanda-tangani 5 akta pendirian Perseroan Terbatas dan 1 akta Perubahan CV. Akta-akta mana diserahkan secara simbolis pada acara DPD IWAPI BANTEN pada tanggal 11 Desember 2019 lalu.
Semoga dengan adanya acara-acara seperti ini mampu memberikan pengetahuan yang bermanfaat,
serta mendorong kebijakan-kebijakan public untuk berpihak pada usaha yang dilakukan oleh perempuan.
Bagi kalian yang tidak sempat membaca, kita dengerin yuk lewat podcast IDLC.ID yang ada di spotify
CLICK This Picture