adalah salah satu badan usaha non berbadan hukum, dikarenakan telah memenuhi unsur materiil namun belum memiliki pengesahan atau pengakuan dari negara berupa peraturan perundang-undangan. Untuk itu, sebagai persekutuan perdata khusus, firma membutuhkan Akta Pendirian sebagai tanda pendirianya yang harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia..Pada dikatakan bahwa yang dinamakan firma ialah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan di bawah satu nama bersama. firma biasa juga disebut persekutuan firma. Secara umum, firma berarti teman, sekutu, atau kawan. Oleh karena itu firma sebagai persekutuan adalah kerja sama di antara orang yang bersifat pertemanan atau perkawanan ataupun persekutuan. Untuk itu pembentukan firma didasari oleh persekutuan dua pihak atau lebih, sehingga pada pendiriannya dibutuhkan dua pihak atau lebih. Tujuan dari persekutuan tersebut agar dapat terbentuk kerjasama serta adanya kebersamaan dalam menjalani usaha dan tanggung jawab.
Baca juga;
Firma hukum tidak jauh berbeda dengan firma lainnya. Perbedaannya hanyalah pada jenis usahanya, yaitu dalam bidang jasa hukum. Penggunaan nama firma dalam praktiknya lebih banyak menggunakan nama salah satu sekutu (misalnya Fa. Sulasmi). Nama pada firma hukum biasanya menggunakan salah satu nama seorang sekutu dengan tambahan pada akhir (Fa. Sulasmi and Partners). Bisa juga merupakan gabungan nama seluruh atau sebagian sekutu yang disingkat (misalnya Fa. Sumringah yang merupakan singkatan dari nama-nama sekutu yaitu Sulasmi, Rina, dan Gagah), dan tidak terbatas pada sebutan lainnya.
Secara garis besar, tanggung jawab sekutu (pesero) dalam firma adalah tanggung jawab setiap pesero untuk semua pesero, atau biasa disebut tanggung jawab renteng. Maksudnya adalah setiap pesero diberikan kewenangan untuk bertindak secara langsung, tanpa persetujuan pesero lain, atas nama firma. Kewenangan satu atau beberapa pesero dapat dibatasi dengan diadakan penegasan dalam anggaran dasar, hal ini merupakan jalan keluar terhadap ketentuan Pasal 17 KUHD. Meskipun dibatasi untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, namun tidak menghilangkan sifat tanggung jawab setiap pesero untuk semua pesero. Lebih lanjut, tanggung jawab pesero dalam persekutuan firma dibedakan menjadi tanggung jawab ekstern (keluar) dan tanggung jawab intern (di dalam). Tanggung jawab intern pesero seimbang dengan pemasukannya (). Tanggung jawab ekstern para pesero dalam Firma menurut pasal 18 KUHD adalah tanggung jawab atas semua perikatan persekutuan, meskipun dibuat sekutu lain, termasuk perikatan-perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Pertanggungjawaban itu menjadi tanggung jawab pesero secara bersama-sama sebagai akibat perbuatan yang disebabkan karena salah seorang atau beberapa pesero.
Hubungan hukum ke dalam (internal) antara sesama pesero firma:
- Sesama pesero memutuskan dan menetapkan dalam pesero yang ditunjuk sebagai pengurus firma;
- Semua pesero berhak menilai atau mengontrol pembukuan firma;
- Semua pesero harus memberikan persetujuan jika firma menambah sekutu baru;
- Penggantian kedudukan pesero dapat diperkenankan jika diatur dalam nggaran Dasar;
- Seorang pesero dapat menggugat firma apabila ia berposisi sebagai kreditor firma dan pemenuhannya disediakan dari kas firma.
Hubungan hukum keluar (eksternal) antara pesero firma dengan pihak ketiga yaitu:
- Pesero yang sudah keluar secara sah masih dapat dituntut oleh pihak ketiga atas dasar perjanjian yang belum dilunasi pembayarannya (kecuali ditentukan lain);
- Setiap pesero berwenang mengadakan perikatan dengan pihak ketiga bagi kepentingan firma, kecuali jika pesero itu dikeluarkan dari kewenangannya;
- Setiap pesero bertanggungjawab secara pribadi atas semua perikatan firma, yang dibuat oleh pesero lain;
- Apabila seorang pesero menolak penagihan dengan alasan firma tidak ada karena tidak ada akta pendirian, maka pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya firma dengan segala macam alat pembuktian.
Dalam praktiknya, kerugian yang ada tidak langsung dibebankan kepada pesero, melainkan kepada kas milik firma terlebih dahulu. Apabila kas tersebut tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kewajiban firma, maka harta pribadi pesero akan diambil untuk menutup kekurangannya. Hal tersebut telah diatur pada pasal 18 KUHD jo. Pasal 1618, 1619 ayat (1) KUHPerdata.
Referensi:
- SuwardiLoc.Cit.,
- Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta, 2004, h. 54