Halo semuanya, apa kabar? Selama WFH, kegiatan apa saja yang kalian lakukan untuk mengisi waktu luang di luar jam kerja? Suka nonton film atau drama koreakah? Lumayan buat refreshing dan bersantai melepas penat. Apalagi kalau lihat drama korea, duh manis banget. Pasti nggak bakalan kerasa sampai menjelang buka puasa, saking manisnya, hehe. Tapi, ada juga nih drama baru yang masih on going, yang rame banget dibicarakan. Ini merupakan drama dengan rating tertinggi. Bahkan sekarang ini sedang juga disiarkan di salah satu tv swasta di Indonesia. Kenapa drama ini banyak dibicarakan sehingga rattingnya pun tinggi? Apakah ini drama manis ala anak sekolah yang mebuat kita yang menontonnya mesem-mesem sendiri? Anda salah, jika menganggapnya begitu. Ini adalah drama dewasa seputar kehidupan rumah tangga yang diterpa badai perselingkuhan. Kebanyakan yang nonton ini, pasti bereaksi gregetan dan nyinyir. Baru ini nonton drakor tapi malah emosi terus bawaannya, hehe.
The World of the Married, adalah drama korea dewasa tentang perselingkuhan. Ini adalah seri televisi Korea Selatan tahun 2020 yang dibintangi oleh Kim Hee-ae dan Park Hae-joon. Drama ini diadaptasi dari seri televisi Inggris Doctor Foster. Bercerita tentang perselingkuhan yang dilakukan Lee tae Oh kepada istrinya, Ji Sun Woo alis Bu Dokter. Singkat cerita, perselingkuhan itu pun terkuak. Bu Dokter geram dengan itu, dan mencoba membalas dendam. Hal ini semakin menambah rumit drama ini. Apalagi dibumbui dengan konflik pengintaian, rebutan hak asuh anak, dan penggelapan uang. Tapi, justru kerumitan inilah yang ditunggu oleh para pencinta drama.
Seiring dengan meroketnya drama ini, ramai pula hujatan dan pembicaraan tentang pelakor dan perselingkuhan di dunia maya. Nah, dari sisi hukum, bagaimana sih hukumnya suami yang berselingkuh? Trus, pelakornya bisa nggak dijerat hukum juga? Pasti gemeskan ya? Hehe. Yuk simak penjelasannya berikut ini.
Namanya pernikahan, tentu tidak sedikit masalah dan drama yang menghinggapinya. Mulai dari angin sepoi-sepoi sampai badai perselingkuhan. Semua orang yang menikah tentu ingin rumah tangganya aman sentosa dan adil sejahtera. Tapi, kadang ada celah yang membuat angin bertiup semakin kencang hingga badai memporak porandakan pondasinya.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), hukum perkawinan di Indonesia menentukan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, dalam upaya mewujudkan tujuan itu, pasangan suami-istri akan menemui bermacam batu ujian, misalnya adanya perselingkuhan baik dari pihak suami atau istri.
Selain dilarang oleh agama, perselingkuhan juga dapat menjadi pemicu retaknya rumah tangga. Jika perselingkuhan telah mengarah ke perbuatan zina (melakukan hubungan badan atau seksual dengan pasangan sah orang lain), maka suami/istri dari pasangan yang melakukan zina dapat melaporkan istri/suaminya kepolisi atas dasar Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Apabila suami berselingkuh, dalam artian melakukan perzinahan, beserta kawan selingkuhnya dapat diadukan ke kantor polisi berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHP. Namun demikian, dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak pengaduan dilakukan, suami atau istri yang mengadukan harus mengajukan gugatan perceraian, karena jika tidak, maka Pengadilan Negeri tidak akan meneruskan proses pemeriksaan, karena dianggap suami-istri itu telah berbaikan dan penghukuman dianggap akan memperburuk hubungan suami-istri tersebut.
Pasal ini selengkapnya berbunyi: “Dihukum penjara selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan:
- a. laki-laki yang beristri, sedang diketahuinya bahwa Pasal 27 KUHPerdata (sipil) berlaku padanya;
- perempuan bersuami berbuat zina;
- a. laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu sedang, diketahuinya bahwa kawannya itu bersuami;
- perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya bahwa kawannya itu beristri dan Pasal 27 KUHPerdata (sipil) berlaku pada kawannya itu;
- Penentuan hanya dilakukan atas pengaduan suami-istri yang mendapat malu dan jika pada suami (istri) itu berlaku Pasal 27 KUHPerdata (sipil), dalam tempo 3 (tiga) bulan pengaduan itu akan diikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai tempat tidur dan mejamakan (scheideing van tafelen bed) oleh perbuatan itu juga.
- Pengaduan ini boleh dicabut selama pemeriksaan di muka siding pengadilan belum dimulai.
- Kalau bagi suami dan istri itu berlaku Pasal 27 KHUPerdata (sipil), maka pengaduan itu tidak diindahkan sebelum mereka itu bercerai atau sebelum keputusan hakim tentang perceraian tempat tidur dan mejamakan mendapat ketetapan.
Jadi jelas bagi wanita itu, berdasarkan ketentuan tersebut, perempuan teman selingkuh suami wanita itu dapat dikenakan sanksi hukum. Namun demikian, tidak hanya kawan selingkuhnya saja yang akan terkena hukuman, tapi suami wanita tersebut juga akan terkena hukuman dan bahkan perkawinannya pun harus bubar terlebih dulu sebelum kasus diperiksa oleh pengadilan.
Meski pasal ini menyebut bahwa pemberlakuan ketentuan ini hanya bagi mereka yang tunduk pada Pasal 27 KUHPerdata, yakni pemberlakuan asas monogami. Namun berdasarkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1981, pasal ini juga berlaku bagi umat Islam karena UU Perkawinan pada dasarnya juga menggunakan asas mogogami. Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Perkawinan dan juga Penjelasan Pasal 39 UU Perkawinan, perzinahan salah satu pihak merupakan salah satu alas an untuk terjadinya perceraian.
Ketentuan Pasal 284 KUHP tersebut memang menempatkan pasangan suami-istri dalam sebuah dilema besar. Oleh karena itulah, dalam konteks dimana seorang istri sangat bergantung kepada suaminya terutama secara ekonomi, maka jarang sekali pada istri menggunakan pasal ini untuk mengadukan baik suaminya maupun teman selingkuhnya.
Tapi dalam praktiknya, justru kaum istrilah yang menjadi korban penggunaan pasal ini, bahkan juga seringkali terdapat permainan kotor, misalnya dengan cara menjebak si istri dan kemudian menggunakan alas an ini untuk menceraikan istri sekaligus untuk menyatakan bahwa istrinya bukanlah ibu yang baik, dan oleh karena itu jika terjadi perceraian, dianggap tidak pantas untuk mengasuh dan memelihara anak-anaknya. Dalam banyak kasus dalam praktik, alasan itu juga digunakan untuk tidak membagikan harta bersama.
Nah drama banget kan ya? Bicara perselingkuhan selalu membuat kita menghela nafas. Bukan main-main ya, ternyata perselingkuhan ada ancaman hukumnya. Tentu ini bisa dijadikan solusi dan berjaga-jaga agar permasalahan ini tidak menimpa kita. Semoga pernikahan kita selalu dikuatkan ya. Salah satu kunci pentingnya adalah dengan komunikasi dua arah. Komunikasikan segala permasalahan rumah tangga kalian dengan pasangan. Cari solusi untuk ketenangan dan kenyamanan bersama. Jika ada komunikasi, Insha Allah, segala permasalahannnya bisa diselesaikan dengan mudah.
Jadi, kalian tim Da Kyung atau Bu Dokter nih? Hehe. Semoga artikelnya bermanfaat dan menjadi pembelajaran bersama ?