Sewaktu mengadopsi Tono, Ibu Wita dan Pak Iman sudah 10 tahun menikah namun belum dikaruniai anak. Dengan harapan bisa mempunyai anak kandung setelah mengadopsi, mereka mengadopsi Tono dari panti asuhan di dekat rumah mereka. Tono adalah seorang anak yatim piatu yang dimasukkan ke panti asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.
Dua tahun setelah mengadopsi Tono, Ibu Wita dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik, dan diberi nama Laras. Walaupun sudah memiliki anak kandung sendiri, kedua pasangan tersebut tetap menyayangi Tono sama seperti anak kandungnya sendiri. Pada saat anak-anaknya beranjak dewasa, Pak Iman meninggal karena serangan jantung. Saat Ibu Wita akan membagi warisan, Tono yang dihasut oleh salah satu keluarga kandungnya menuntut bagian warisan yang besarnya sama seperti anak kandung. “Saya minta hak yang sama atas warisan ayah saya, kan saya sudah diadopsi secara legal”, kata Tono bersikeras. Benarkah demikian?
Apakah pengertian anak angkat/ anak adopsi itu?
Secara etimologi yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda atau “adopt” bahasa Inggris. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri. Secara terminologi, yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundangundangan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan pengertian anak angkat sebagai anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Bagaimana prosedur adopsi?
Menurut artikel di www.lbh-apik.com tentang anak yang akan diadopsi, berdasarkan Staatblaad 1917 No. 129, diatur tentang pengangkatan anak yang hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris. Dalam perkembangannya, berdasarkan Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, pengangkatan anak dengan jenis kelamin perempuan telah dibolehkan. Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang, selain memungkinkan pengangkatan anak oleh pemohon yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Karena seperti diketahui secara umum, golongan Tionghoa yang bersifat patrilinial sangat mementingkan adanya keturunan laki-laki yang dapat meneruskan nama marga mereka (istilahnya “she”).
Walaupun dalam staatsblad tersebut dimungkinkan adanya pengangkatan anak setelah perkawinan (oleh seorang duda atau janda), khusus bagi janda yang suaminya telah meninggal dunia, tergantung pada isi wasiat suaminya. Jika almarhum suami tersebut sudah meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukan pengangkatan anak dimaksud.
BERSAMBUNG: “APAKAH ANAK ADOPSI BERHAK MEWARIS?”
BACA JUGA ARTIKEL INI:
–Ketentuan Mengenai ADOPSI (Pengangkatan Anak) dalam Sistem Hukum di Indonesia
–
–
–
–
–
–
–
–
Apakah anak angkat dari saudara/ anak dari adik saya berhak mendapatkan waris dengan jaminan akte kelahiran..?
Jawab:
Menurut hukum waris perdata barat, Jika anak diangkat secara resmi dengan putusan pengadilan, maka berhak mewaris. Namun dlm waris Islam tetap tidak bisa kecuali wasiat wajibah
[…] seorang anak berusia 3 tahun bernama Vincent. Pasangan Siti dan Zulfikar berkehendak untuk mengadopsi Vincent. Namun, mereka masih bingung dengan prosedurnya. Apakah di Indonesia diperbolehkan […]