Dalam artikel minggu lalu, saya sempat membahas mengenai Sistem Resi Gudang sebagai alternative jaminan. Pada artikel kali ini, saya akan membahas tentang mekanisme pembebanan jaminan atas resi gudang itu sendiri. Untuk memudahkan pembaca, ada baiknya sebelumnya membaca artikel ini: :Sistem Resi Gudang Sebagai Alternatif Hak Jaminan
Bagaimana pembebanan Hak Jaminan Atas Resi Gudang?
Menurut Pasal 4 UU SRG, selain dapat dialihkan dan dijadikan dokumen penyerahan barang, Resi Gudang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya dengan dibebani Hak Jaminan tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Karena merupakan alas hak (document of title) atas barang, maka Resi Gudang yang dapat dijaminkan tersebut harus berisi komoditas tertentu (gabah, beras, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, dan jagung) yang berada dalam pengawasan Pengelola Gudang yang terakreditasi. Hak Jaminan atas Resi Gudang tersebut juga meliputi klaim asuransi atas barang2 komoditi tersebut, dalam hal barang2 komoditi tersebut diasuransikan.
Apakah hak jaminan bisa terhapus?
Berdasarkan pasal 15 UU SRG, ada hal yang menyebabkan hak jaminan hapus yaitu karena
- 1. Hapusnya hutang pokok yang dijamin
Sesuai dengan sifatnya, sebagai perjanjian ikutan (accesoir dengan perjanjian pokoknya), maka Hak Jaminan dalam bentuk Resi Gudang juga hapus dalam hal perjanjian hutang piutang yang menjadi Perjanjian pokoknya hapus. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak jaminan menurut penjelasan Pasal 15 ayat (1) antara lain karena adanya pelunasan oleh pemegang Resi Gudang atau karena adanya perpindahan kreditor.
- 2. Pelepasan jaminan oleh penerima jaminan
Perjanjian utang piutang antara kreditor dengan debitor merupakan suatu hubungan hukum yang didasari unsur kepercayaan, dengan demikian apabila kreditor merasa tidak memerlukan lagi memegang hak jaminan, maka kreditor dapat melepaskan hak jaminan tersebut dan Resi Gudang yang dijadikan jaminan dikembalikan kepada pemegang resi gudang sebagai pemilik barang. Dalam hal terjadi pelepasan jaminan dan pengembalian Resi Gudang kepada pemiliknya, mestinya di dalam Pasal 15 diatur pula kewajiban Penerima Jaminan untuk menyampaikan pemberitahuan ke Pengelola Gudang dan Pusat Registrasi mengingat dalam pengikatannya ada kewajiban bagi Penerima Jaminan untuk menyampaikan pemberitahuan kepada kedua pihak tsb. Sebagai bukti kepemilikan atas barang (inventory) yang disimpan di dalam gudang, Resi gudang masih memiliki nilai apabila barang (inventory) yang disimpan di dalam gudang.
Satu hal yang menarik dan menjadi catatan dari saya, adalah: Musnahnya barang inventory yang disimpan di dalam gudang tersebut tidak diatur sebagai salah satu sebab dari hapus/berakhirnya Hak Jaminan atas Resi Gudang tersebut. Hal ini cukup aneh, sebab sebagaimana lazimnya suatu jaminan, maka hapusnya jaminan tersebut biasanya karena terjadinya suatu peristiwa tertentu yang menimpa objek/ benda yang dijaminkan. Sebagaimana halnya dengan berakhirnya hak atas tanah yang dijamin dengan Hak Tanggungan (ps. 18 ayat 1 d UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), Musnahnya barang yang dijadikan objek jaminan fidusia (pasal 25 ayat 1 c UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia), musnahnya kapal yang dibebani dengan Hipotik Kapal maupun musnahnya barang yang digadaikan pada jaminan Gadai. Hal ini mengakibatkan kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor apabila debitor cidera janji dan eksekusi Hak Jaminan tidak dapat dilakukan karena obyek yang akan dieksekusi sudah tidak ada lagi meskipun nantinya musnahnya barang tersebut tidak menghapuskan hak penerima jaminan atas klaim asuransi atas barang dalam hal telah diperjanjikan sebelumnya.
Eksekusi Jaminan
Hak jaminan atas Resi Gudang bertujuan untuk menjamin utang yang diberikan oleh penerima hak jaminan kepada debitor. Apabila debitor cidera janji berdasarkan Pasal 16 UU SRG, penerima hak jaminan berhak untuk menjual obyek jaminan atas kekuasaannya sendiri melalui dua cara , yaitu :
a. Lelang Umum dimaksudkan untuk penjualan terhadap barang yang dinilai mempunyai jangka waktu yang masih lama (penjelasan Pasal 26 UU SRG)
b. Penjualan Langsung ditujukan untuk penjualan terhadap barang yang jangka waktunya telah habis atau jika tidak dilakukan penjualan, nilai komoditas akan bertambah turun (penjelasan Pasal 26 UU SRG)
Baik pelelangan umum maupun penjualan langsung tersebut dapat dilaksanakan tanpa harus ada penetapan dari pengadilan terlebih dahulu, tetapi harus sepengetahuan dari pemberi hak jaminan melalui pemberitahuan secara tertulis.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka penerima jaminan dapat menentukan prosedur penjualan yang akan ditempuh dalam rangka eksekusi jaminan, sehingga terhindar dari kerugian akibat merosotnya nilai barang yang menjadi obyek jaminan. Disamping itu menurut Pasal 9 UU SRG dalam hal Resi Gudang diperdagangkan di bursa, maka mekanisme transaksinya tunduk pada ketentuan Bursa tempat Resi Gudang tsb diperdagangkan.
Berkaitan dengan pemberitahuan secara tertulis sebelum eksekusi dilakukan, karena dalam penjelasan pasal 16 tidak jelas kriterianya, hal tersebut kurang memberi kepastian hukum dan dapat menimbulkan potensi permasalahan di antara para pihak. Dengan dalih telah melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik barang, maka Kreditor merasa berhak untuk melakukan eksekusi Hak Jaminan, sebaliknya pemilik barang karena alasan belum menerima pemberitahuan dari kreditor maka dapat mengajukan keberatan/ bantahan bahkan pembatalan atas eksekusi obyek hak jaminan.
Sebagai penutup, kurang populernya Hak Jaminan dengan sistem Resi Gudang ini karena sampai sekarang para praktisi perbankan lebih condong untuk menggunakan Hak Jaminan yang sudah lama ada, dan memang sudah diatur secara pasti, yaitu: Jaminan Fidusia ataupun jaminan gadai. Sehingga, untuk barang2 komoditi dalam bentuk cacao, kopi, lada, rumput laut, jagung dan lain sebagainya, dalam praktik lebih condong untuk dijaminkan dengan menggunakan mekanisme pembebanan jaminan secara Fidusia untuk stok barang dagangannya. Bahkan jika pihak kreditur memiliki sarana penyimpanan yang cukup, sekaligus menggunakan mekanisme penjaminan dalam bentuk gadai, dimana stok barang komoditi tersebut di simpan di gudang milik kreditur. Sehingga pada waktu debitur wanprestasi, kreditur tinggal melakukan penjualan secara lelang atas barang komoditi yang dimaksud. Saya pribadi berpendapat bahwa memang saat ini lebih condong untuk menggunakan bentuk Jaminan Fidusia atas stok barang dagangan terhadap barang2 komoditi yang disimpan dalam suatu gudang. Pembahasan mengenai prosedur eksekusi atas barang komiditi tersebut juga pernah saya bahas di artikel : ”Lelang atas objek jaminan fidusia Pada saat Debitur Dinyatakan Pailit” http://bit.ly/GZFbfF
*******
Daftar Pustaka:
“Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa”
Kajian Atas Hak Jaminan Resi Gudang
BACA JUGA LINK BERIKUT:
-Hak Tanggungan dan permasalahannya http://bit.ly/HeF2SM
-Eksekusi Jaminan Fidusia berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8/2011 http://bit.ly/pdIOVu
-Lelang atas objek jaminan fidusia Pada saat Debitur Dinyatakan Pailit http://bit.ly/GZFbfF
-Bentuk Jaminan atas bangunan di atas tanah hak yang tidak bisa dibebani Hak Tanggungan http://bit.ly/qje38M
-Larangan/Pembatasan Pemberian Kredit Bank kepada WNA http://bit.ly/GVV0nJ
-Sistem Resi Gudang Sebagai Alternatif Hak Jaminan http://bit.ly/IwFbqB