Secara umum, istilah “tanah bengkok” cukup popular dan dikenal oleh masyarakat kita. Namun tidak semua orang mengerti secara tepat apa yang dimaksud dengan tanah bengkok itu. Baik dari sisi pengaturannya maupun kepemilikannya. Dalam praktik di masyarakat, sengketa tanah bengkok ini cukup banyak terjadi. Seringkali tanah bengkok ini diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi sehingga menjadi konflik.
Apa yang dimaksud dengan tanah bengkok itu?
Sebenarnya, tanah bengkok adalah bagian dari tanah desa yang merupakan Tanah Kas Desa. Jadi tanah tersebut diperuntukkan bagi gaji pamong desa, yaitu: Kepala Desa dan Perangkat Desa. Mereka mempunyai hak untuk memperoleh penghasilan dari atas tanah yang diberikan oleh desa untuk memelihara kehidupan keluarganya dengan cara mengerjakan hasilnya dari hasil tanah itu karena jabatannya, jika di lain waktu yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai pamong desa, maka tanah bengkok tersebut menjadi tanah kas desa. Menurut Permendagri No. 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, pada Pasal 2 dan pasal 3, Tanah bengkok yang merupakan Tanah Kas Desa adalah bagian dari Kekayaan Desa dan Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan desa tersebut dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa.
Siapa yang berwenang di dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kekayaan Desa?
Di dalam PP No. 72 tahun 2005 pasal 7 di sebutkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota; dan
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang –undangan diserahkan kepada desa.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat (Pasal 8). Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dan penyerahan urusan pemerintahan disertai dengan pembiayaannya(Pasal 9). Dalam hal ini yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa).Tugas Kepala Desa mencakup pengajuan rancangan peraturan desa, menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD serta menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. Dalam hal ini Tanah Bengkok yang merupakan bagian dari Kekayaan Desa dikelola dan dimanfaatkan oleh Pemerintahan Desa untuk kepentingan masyarakat setempat berdasarkan Peraturan Bupati / Walikota.
Lalu, bolehkan tanah bengkok sebagai Kekayaan Desa dijadikan hak milik oleh Kepala Desa?
Di dalam Permendagri No. 4 tahun 2007 pasal 15 mengenai Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa disebutkanbahwaKekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
Pelepasan hak kepemilikan tanah desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesual harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).Pemberian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.
Pemerintah Daerah memiliki kebijakan masing-masing di dalam mengelola tanah bengkok ini. Misalnya Kebijakah Pemkab Gorobogan seperti yang diulas di dalam suara merdeka.com para sekretaris desa (sekdes) di Kabupaten Grobogan yang diangkat menjadi PNS pada tahun 2010 akan menerima gaji dari status PNS-nya ditambah 50% dari uang hasil pemanfaatan tanah bengkok. Menurut Sekda Grobogan H Sutomo HP didampingi Kabag Pemdes Agung Sutanto, keputusan itu tidak menyalahi aturan, karena di Kabupaten Grobogan sekdes tidak menerima dobel gaji. Sementara tambahan 50% dari uang hasil pemanfaatan tanah bengkok adalah sebagai tunjangan kinerja. Sementara itu, saat ini atau sebelum ada aturan baru, sekdes yang telah diangkat menjadi PNS masih berhak menggarap 50% dari tanah bengkok yang pernah diberikan desa sebelum mereka diangkat menjadi PNS.Untuk tahun 2009, sekdes yang diangkat menjadi PNS boleh mengerjakan 50% tanah bengkok, karena berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, danSurat Edaran (SE) Mendagri tanggal 20 November 2008 Nomor 141/2325/SJ, disebutkan bahwa, sekretaris desa yang diangkat menjadi PNS masih bisa mengelola tanah bengkok sampai ada ketentuan yang mengatur lebih lanjut. Namun, aturan yang termaktub dalam SE Mendagri tersebut tidak berlaku lagi ketika terbit SE Mendagri Nomor 900/1303/SJ tertanggal 16 April 2009.
Dalam Harian Suara Merdeka tersebut juga dijelaskan bahwa oleh karena Pemerintah kabupaten Grobogan baru menerima SE Mendagri itu pada Juni 2009, padahal aturan yang membolehkan sekdes menggarap separo lahan bengkok telah disahkan oleh BPD dan tertuang dalam APBD Des 2009, bahkan sudah dilaksanakan, serta disetujui oleh Bupati; maka keduanya memiliki dasar aturan masing-masing.
******
Sumber:
PP No. 72 tahun 2005
Permendagri No. 4 tahun 2007
Suara Merdeka: “Sekdes Terima 50 Uang Hasil Bengkok”