Dewi menikah secara siri (di bawah tangan) dengan Dono dan dari pernikahan tersebut mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Doni yang berusia 3 tahun. Pada saat Dono dan Dewi menikah, Dono berstatus menikah dan memiliki istri bernama Dina, yang mana pernikahan Dono dan Dina dicatatkan di Kantor Urusan Agama dan pada saat itu Dono sudah memiliki 2 orang anak perempuan masing-masing berusia 8 tahun dan 10 tahun. Lima tahun kemudian Dono meninggal karena kecelakaan dan meninggalkan harta warisan berupa tanah seluas dua hektar dan 5 buah rumah. Dewi berusaha menuntut bagian warisan untuk anak laki-lakinya karena menurut pendapatnya Doni adalah anak kandung dari Dono jadi dia juga memiliki hak untuk mendapatkan warisan. Apakah anak pernikahan siri berhak mendapatkan warisan?
Kilas balik mengenai artikel nikah siri yang pernah diulas di dalam blog saya, yang dimaksud dengan nikah siri, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 menyebutkan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
Namun perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam, mengapa?
UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 menyebutkan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Begitu pula di dalam Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan:
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Walaupun pernikahan siri dianggap sah secara agama Islam, yaitu adanya ijab dan Kabul serta wali nikah dan pengantin sudah cukup umur; namun perkawinan tersebut juga harus sah secara hukum Negara. Tanpa adanya pencatatan secara hukum Negara, maka anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum merupakan anak sah dari ayahnya. Akibatnya, si anak hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu yang melahirkannya.
Di dalam UU No. 1 tahun 1974 Pasal 42 menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” dan Pasal 43 ayat (1) menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.Ini juga dikuatkan di dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai waris pasal 186 yang berbunyi ”Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya”. Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja.
Lalu, apakah anak hasil pernikahan siri Dono dengan Dewi berhak mendapatkan warisan dari Dono?
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, meskipun Doni adalah anak kandung Dono namun karena pernikahan Dono dan Dewi dilakukan secara siri (perkawinan antara seorang pria dan wanita yang dilakukan secara hukum Islam, namun tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama) maka Doni tidak memiliki hak waris atas harta peninggalan Dono.
Seperti yang saya ulas di dalam artikel terdahulu mengenai pernikahan siri, dalam hal ini lebih banyak ruginya terutama bagi pihak perempuan.
Mengapa?
Membahas tentang pernikahan siri mungkin akan berujung pada penjelasan akibat dari pernikahan itu sendiri dimana secara tegas dan jelas menyatakan tidak adanya kepastian hukum atas status serta hak si istri. Ini karena perkawinan tersebut tidak diakui oleh hukum negara, meskipun secara agama dianggap sah. Efek lain dari perkawinan siri tentu saja adalah masalah hak anak dari perkawinan tersebut. Jadi, sebelum mengambil keputusan untuk menikah secara siri ada baiknya pikirkan dahulu permasalahan yang akan muncul di kemudian hari, terutama mengenai hak anak.
BERSAMBUNG: “Bagaimana agar anak yang lahir dari perkawinan Siri bisa mendapatkan warisan dari ayah kandungnya?”
[…] sudah terjadi pernikahan siri seperti Nina dan Bimo, apa yang harus […]