Take a fresh look at your lifestyle.

Peraturan Pelaksanaan UU BHP (Permen No. 32/2009)

1,961

Pada tanggal 17 Juli 2009 lalu, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Mendiknas) mengeluarkan peraturan menteri sebagai pedoman dalam melaksanakan UU BHP. Hal ini dituangkan dalam Permen No. 32/2009 tentang Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan, Perubahan Badan Hukum Milik Negara atau Perguruan Tinggi dan Penakuan Penyelenggara Pendidikan Tinggi Sebagai Badan hukum Pendidikan (untuk memudahkan, akan kita sebut Permen No.32/2009 saja ya..) Jadi, untuk pendidikan tinggi sudah bisa mengacu pada aturan yang ada pada Permen No. 32/2009; sedangkan untuk Pendidikan usia dini (PAUD) yaitu Taman Kanak-Kanak, Pendidikan Dasar dan menengah masih dalam tahap penyelesaian aturan teknisnya.

Dalam Permen No. 32/2009, terutama mengatur mengenai perubahan berbagai bentuk badan hukum pendidikan menjadi BHP Penyelenggara, yaitu untuk Perguruan tinggi:bhp-3

1. Diselenggarakan oleh Departemen

2. Berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

Perguruan tinggi negeri saat ini tidak otonom, dimana semuanya adalah aparatnya pemerintah. Yang berbadan hukum adalah negaranya, bukan perguruan tinggi tersebut. supaya punya otonomi, maka semuanya harus dilepaskan dan menjadi BHPP yang didirikan oleh pemerintah (bukan dimiliki oleh pemerintah). Jadi dalam waktu 4 tahun ke depan, tidak ada pilihan lain, maka sekitar 82 Perguruan Tinggi Negeri harus berubah menjadi BHPP.

3. Diselenggarakan oleh Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)

Sedangkan untuk Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berubah menjadi BHP Masyarakat.

Bagaimana dengan badan hukum lain yang berbentuk YAYASAN, PERKUMPULAN atau badan hukum lainnya (PT) yang juga menyelenggarakan pendidikan?

Untuk mereka, mendapat pengakuan sebagai BHP Penyelenggara.

Pada awal dibentuknya UU BHP, untuk yayasan/Perkumpulan/badan hukum lain yang sudah ada dan sudah telah menyelenggarakan satuan pendidikan, diperlakukan sama, yaitu harus melepaskan satuan pendidikan yang diselenggarakannya untuk dapat berdiri sendiri menjadi badan hukum sendiri yang terpisah dari induknya (yayasan/perkumpulan dimaksud).

Contohnya begini:57259

Yayasan “ABADI” menyelenggarakan pendidikan tinggi yang diberi nama Universitas “CERDAS”. Pada awalnya, diitetapkan bahwa Universitas “CERDAS” tersebut harus berdiri sendiri dan lepas dari Yayasan “ABADI”. Pelepasan tersebut juga termasuk pemisahan asset/kekayaan Yayasan “ABADI” yang khusus digunakan untuk Universitas “CERDAS”. Sehingga secara hukum, menjadi ada 2 badan hukum terpisah. Yaitu: Yayasan “ABADI” sendiri dan “BHP Universitas CERDAS” (yang berasal dari Universitas “CERDAS”).

Namun, terdapat keberatan dari 456 yayasan swasta yang bergabung untuk menolak hal tersebut. Alasan keberatannya dari pihak yayasan adalah:
1. Yayasan tidak mau kehilangan kendali atas PTS dimaksud. Karena, apabila dilepaskan, maka yayasan
tersebut akan kehilangan otoritasnya terhadap PTS dimaksud.
2. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka yayasan yang selama ini menyelenggarakan pendidikan
tinggi, harus memisahkan asset/kekayaannya secara tersendiri dan terpisah khusus untuk BHP
dimaksud.

Memperhatikan keberatan dari yayasan tersebut, dan didukung pula oleh putusan dari Mahmakah Konstitusi, maka khusus untuk yayasan/PT/perkumpulan yang sudah ada (eksis) sebelum diberlakukannya UU BHP ditersebut, akan tetap DIAKUI secara langsung sebagai BHP Penyelenggara. Dengan demikian, maka khusus untuk Yayasan/Perkumpulan yang menyelenggarakan pendidikan tersebut tidak perlu lagi memisahkan PTS tersebut dari Yayasan /PT/Perkumpulan dimaksud (pasal 8 ayat 3 UU BHP). Namun, dalam pasal 67 ayat 2 ditambahkan bahwa: Yayasan, perkumpulan, PT penyelenggaran pendidikan tersebut harus menyesuaikan tata kelolanya sesuai dengan UU BHP dalam jangka waktu 6 tahun sejak UU BHP diundangkan.

Jadi ilustasinya menjadi seperti ini:

Yayasan ABADI yang menyelenggarakan Universitas CERDAS tadi tidak perlu memisahkan Universitas CERDAS tersebut dari Yayasan ABADI dimaksud. Tapi, Yayasan ABADI tersebut yang langsung di akui sebagai BHP Penyelenggara. Dan dalam waktu 6 tahun harus menyesuaikan tata kelolanya menjadi tata kelola BHP, yaitu selambat-lambatnya tanggal 16 Januari 2015.

Perubahan tata kelolanya artinya hanya merubah bagian dari anggaran dasar Yayasan tersebut di bagian bagian organ Yayasan yang semula terdiri dari Pembina, pengurus dan pengawas, berubah menjadi sesuai dengan fungsi dari organ BHP berikut dengan tugas dan wewenangnya masing-masing.

Perubahan tugas dan wewenang masing-masing organ Yayasan berubah menjadi sebagai berikut:

1. Tugas dan wewenang Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK), yang berfungsi sebagai penentu kebijakan umum, dijabat oleh Pembina dan Pengurus Yayasan.

2. Tugas dan wewenang Organ Pengelola Pendidikan (OPP) yang dijabat oleh Rektor/Ketua/Direktur dan berfungsi untuk kebijakan dan pengelolaan pendidikan, merupakan tugas yang harus di emban oleh Pengurus Yayasan.

3. Tugas dan wewenang Organ Audit Non Akademik (OANA) yang berfungsi sebagai audit bidang non akademik, dijabat oleh Pengawas Yayasan.

Disamping ke tiga organ tersebut, dalam tata kelola BHP yang tidak ada pada yayasan adalah: Organ Rpresentasi Pendidik (ORP) yang diwakili oleh Senat Akademik dan berfungsi untuk pengawasan di bidang akademik.

Jadi, yayasan tersebut boleh tetap menggunakan istilah/nama Pembina, Pengawas dan Pengurus,
akan tapi tugasnya dialihkan kepada ORPK, OPP, dan ORP (pasal 16 UU BHP).

Perubahan anggaran dasar tersebut jika mengenai nama dan jenis kegiatan tidak perlu persetujuan depkumham. Oleh karena itu, perubahan tentang TATA KELOLA Yayasan menjadi sesuai dengan Tata kelola UU BHP tersebut tidak perlu meminta persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham), melainkan cukup DILAPORKAN saja pada MENKUMHAM (awas! dalam hal ini bukan kepada MENDIKBUD ya..), dengan melampirkan ijin dari MENDIKBUD.

Bagaimana untuk sekolah swasta yang Yayasannya diakui sebagai BHP Penyelenggara?

Untuk sekolah2 swasta yang Yayasan pengelolanya diakui sebagai BHP penyelenggara, maka secara otomatis berubah (diakui) sebagai BHP Penyelenggara. Jadi, berbeda dengan sekolah negeri, untuk berubah menjadi BHP harus memenuhi criteria, yaitu: terakreditasi A dan kurikulumnya sesuai dengan Standard Nasional Pendidikan (SNP).

Apa persamaan antara BHP Penyelenggara dan BHP Masyarakat?

Persamaannya adalah:

1. Sama-sama diselenggarakan secara mandiri oleh masyarakat

2. Didirikan ataupun di ubah tata kelolanya dengan menggunakan akta Notaris

3. Terdiri dari ORPK, ORP, OPP dan OANA

Apa bedanya BHP Penyelenggara dengan BHP Masyarakat?

1. BHP Penyelenggara adalah BHP yang asalnya dari Yayasan atau badan hukum lainnya yang telah lama ada/eksis di masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Yayasan/badan hukum lain tersebut secara otomatis di akui sebagai BHP Penyelenggara. Sedangkan BHP Masyarakat, adalah BHP yang didirikan setelah adanya UU BHP, dan diselenggarakan oleh masyarakat.

2. BHP Penyelenggara tidak perlu merubah bentuk badan usahanya, hanya cukup menyesuaikan TATA KELOLA nya saja. Sedangkan BHP Masyarakat, bentuknya langsung berupa BHP.

3. Prosedur perubahan Yayasan atau badan hukum lainnya menjadi BHP Penyelenggara melalui mekanisme Rapat Pembina yang dibuat dalam akta Notaris untuk merubahan tata kelolanya saja, dan dilaporkan ke Menkumham. Sedangkan BHP penyelenggara, dibuat dengan prosedur dari awal yaitu dari studi kelayakan, permohonan persetujuan draft anggaran dasar serta studi kelayakan, pembuatan akta baru terakhir permohonan pengesahan dari Mendiknas.

*****

(BERSAMBUNG: Ke Tata Cara Perubahan Menjadi BHP)

4 Comments
  1. […] Peraturan Pelaksanaan UU BHP (Permen No. 32/2009) | Irma Devita […]

  2. Muslimin says

    Saya hanya ingin berkomentar, bagaimana dengan PTN yang masih ngosngosan dari sisi tata kelola, tetapi rektornya sangat nafsuh saat ini juga menjadi BHPP hanya karena bercita-cita mendudukkan rektor dari orang yang disukai, dengan adanya kemudahan dalam Pemilihan Rektor karena hanya Wali Amanah yang memilih dan bukan lagi Senat. Padahal dalam Wali Amanah, dapat saja Rektor yang mau skali menjadikan PTN menjadi BHPP, karena masa jabatannya untuk kali kedua sudah mau berakhir, dan menginginkan agar Rektor penggantinya adalah orang yang bisa dia atur.

    Ini terjadi di Universitas Tadulako Palu, di mana Rektornya tidak pernah melibatkan senat dalam membicarakan Rancangan Anggaran Dasar yang akan disahkan dalam bentuk PP. Ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dengan niat tidak mendapat tantangan atau masukan dari senat atas berbagai mekanisme dan tata kelola yang termuat dalam Anggaran Dasar.

    Karena itu, Pihak Dikti jangan langsung menerima bila menerima Rancangan Anggaran Dasar dari Universitas Tadulako karena itu adalah rekayasa sendiri dari Rektor Sahabuddin MUstapa yang tidak pernah melibatkan Senat. Karena Sahabuddin bukan Gurubesar, maka semua gurubesar dideskreditkan dan sama sekali tidak memberi kesempatan kepada anggota senat

    Mohon Dikti jangan gegabah menyetujui usulan Rektor perubahan ke BHPP, tetapi sebaiknya setelah terpilih rektor baru pada September 2010, dan biarlah Rektor baru itu yang mempersiapkan Untad menjadi BHPP hingga batas waktu yang ditetapkan, yakni empat tahun sejak UU BHP disahkan.

    Trimakasih

    Muslimin

  3. CDr. MJ Widijatmoko. SH says

    BHP ada tiga macam yaitu BHP Pemerintah, BHP Pemerintah Daerah dan BHP Masyarakat. BHP Masyarakat terdiri BHPM Satuan Pendidikan dan BHP Penyelenggara.
    Penyelenggaraan Perguruan Tinggi hanya dapat diselenggarakan oleh BHPP dan BHPM, apabila diselenggarakan dalam bentuk BHPM dapat berbentuk BHPM Satuan Pendidikan atau BHP Penyelenggara, yaitu :
    1. Dalam bentuk BHPM apabila didirikan stelah tgl 16 Januari 2009;
    2. Yayasannya tidak memenuhi syarat ketentuan UU Yayasan;
    3. Satuan Pendidikannya dilepaskan oleh penyelenggara yg lama (Yayasan, Perkumpulan dan ormas)
    Sedangkan penyelenggaraan pada jenjang dasar dan menengah dapat diselenggarakan oleh BHPP, BHPPD dan BHPM baik dalam bentuk BHPM Satuan Pendidikkan maupun BHP Penyelenggara. Khusus mengenai BHP Penyelenggara apabila dalam bentuk Yayasan, ketentuan UU Yayasan berlaku dan UU Yayasan telah ada terlebih dahulu daripada UU BHP, oleh karena itu kesalahan pada UU BHP adalah seharusnya seluruh penyelenggara pendidikan harus berbentuk BHP tidak perlu berbentuk Yayasan.
    Untuk mendalaminya juga harus mendalami ketentuan dalam UU Yayasan.

    COMMENT:
    Terima kasih atas tambahannya pak widijatmoko. Saya senang bapak sebagai dewan pakar untuk BHP dari Ikatan Notaris Indonesia berkenan membagi ilmunya melalui blog ini. Sukses selalu untuk bapak ya… 🙂

  4. FITRI NILA SARI, SH,MKn says

    Salam Kenal

    makasi bu Irma untuk tulisannya……….saya sangat terbantu dengan tulisan ibu mengenai yayasan, saya jadi lebih paham, sehingga aplikasinya pada klien pun jadi lebih mudah. (dan yang penting saya gak perlu bongkar2 buku lagi utk referensi, just klik Irma Devita. 🙂

Leave A Reply

Your email address will not be published.