Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa muda dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, menjaminkan tanah yang terdaftar atas namanya sendiri, bertindak selaku pemegang saham dalam suatu Perseroan Terbatas, Yayasan, Firma, Perkumpulan, dll semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.
Jadi, apakah seseorang yang berusia 17th sudah dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya, batas usia dewasa di mata masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata hukum.
Menurut pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat dijelaskan bahwa: seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah& bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun, pada tanggal 13 Oktober 1976 Mahkamah Agung sudah mengeluarkan Yurisprudensi Nomor 477 yang menyatakan Usia Dewasa adalah 18 Tahun atau sudah pernah menikah. Hal ini di dukung pula oleh UU Perkawinan No. 1/1974 yang dinyatakan dalam pasal 50 ayat 1 nya. Pendapat tentang batas usia dewasa ini juga di ikuti dan diterjemahkan pula dalam pasal 1 (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan juga bahwa Seorang anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Pihak Notaris sendiri, yang berwenang untuk membuat akta-akta notaril yang bersifat otentik, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:
” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. Cakap melakukan perbuatan hukum”
Mengenai batas usia dewasa ini tidak bisa dipungkiri masih menjadi perdebatan yang cukup sengit dalam praktiknya; walaupun sudah ada Yurisprudensi dan beberapa Undang-Undang yang menyatakan dengan tegas tentang batas usia dewasa adalah 18 Tahun, namun masih banyak yang berpegang pada pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan batas usia dewasa adalah 21 tahun. Hal ini akhirnya menjadi kebimbangan bagi para praktisi untuk menetapkan berapa sebenarnya usia dewasa yang dianut di Indonesia.Hal ini terutama diterapkan dalam praktik di banyak Kantor Pertanahan. Petugas di Kantor Pertanahan selalu berpegang teguh mengambil batas usia yang paling tinggi, yaitu 21 tahun atau belum menikah. Kebijakan ini menyebabkan begitu banyak friksi dan ketidak pastian hukum di masyarakat.
Pernah ada seorang pembaca blog dan twitter saya yang mengeluh, bahwa dia adalah seorang janda yang hendak menjual rumah warisan satu2nya dari almarhum suaminya. Namun karena salah seorang anaknya masih berusia 20 tahun, maka yang bersangkutan harus mengeluarkan uang extra yang cukup besaruntuk mengajukan permohonan ijin dari pengadilan untuk melakukan penjualan atas harta anak yang masih di bawah umur.
Secara pribadi saya berpegang teguh pada asas: ” lex apriori derogat lex posteori” (Hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang sebelumnya). Saya mengerti, masih banyak juga yang tidak sependapat dengan saya, dengan alasan bahwa Yurisprudensi maupun Undang-Undang yang menyatakan bahwa batas usia dewasa adalah 18 tahun tersebut tidak mencabut ketentuan pasal 33 KUHPerdata. Namun, sebagai praktisi saya berpegang pada pasal 39 ayat 1 UU no. 30/2004 yang memperbolehkan Notaris untuk membuat akta yang sudah memenuhi syarat 18 tahun. Dengan demikian, setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.
Dualisme pendapat ini akhirnya di akhiri pada tanggal 26 Januari 2015 lalu, oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang melalui Surat Edaran No. 4/SE/I/2015 tentang Batas Usia Dewasa Dalam Rangka Pelayanan Pertanahan. SE No 4/SE/I/2015 tersebut menyatakan bahwa batas usia dewasa dalam melakukan perbuatan hukum terkait dengan pengalihan dan pembebanan tanah-tanah di Indonesia di tetapkan menjadi 18 tahun atau sudah menikah. Dengan demikian, terhitung sejak saat ini, seharusnya sudah tidak ada lagi masalah dualisme pemikiran mengenai berapa sebenarnya seseorang dianggap sudah berusia dewasa ya. ?
-Terakhir diperbaharui : 26 Januari 2015-
mnrt sy kesimp usia dewasa 18 th hanya berdsr-kan UU No.30 th 2004 adalah kurang tepat, krn ps 39 ayat 1 UU 30/2004 tidak menyebutkan scr tegas kata-2 dewasa. demikian pula dg perat-2 ato UU lain spt UU Perkawinan, Perlindungan Anak, Pengadilan Anak, dll-pun tidak scr tegas menyebutkan usia dewasa itu sekian tahun. konon di lembaran negara tahun 1931 No.54 menentukan arti dewasa yaitu 21 th, namun s/d saat ini sy blm berhsl memperoleh LN 1931 tsb. mhn info bagi yg mengetahuinya..trims..
JAWAB:
Terima kasih pak ganaldo… Namun dapat di lihat bahwa jika seseorang bisa bertindak sebagai penghadap dalam akta Notaris, maka berdasarkan pasal 1320 KUHperdata, dia sudah memenuhi salah satu kriteria Cakap, yaitu dia sudah Dewasa. Jadi dalam praktek kenotariatan, seseorang yang sudah berusia 18 th sudah dianggap dewasa dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum mewakili dirinya sendiri.
Terima kasih untuk infonya Ibu Irma…
Dengan begini, saya dan pengunjung blog ini rasanya tambah mantab tentang batas usia dewasa ini.
Bu Irma, yang jadi masalah, batas usia dewasa ini sangat tergantung subjek apa yang diatur oleh UU seperti masalah Pemilu. Konvensi Hak Anak malah mengatur batas usia dewasa adalah 18 tahun dan terlepas sudah kawin atau belum.
jadi menurut saya pernyataan “Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.” kurang tepat karena bergantung pada masalah apa yang hendak dikaji
mbak, tapi pada prakteknya untuk peralihan hak khususnya yang berkenaan dengan PPAT untuk usia dewasa yaitu 21 th, dan di BPN pun mensyaratkan itu, dan itu berlaku untuk penandatangan akta-akta
notaris aja mbak, mohon tanggapannya
Pak anggara, terima kasih atas masukannya. Kalau boleh, mhn inputnya,peraturan2 apa yang mengatur mengenai batas usia dewasa di samping usia 18th tersebut? semoga bisa menjadi bahan diskusi yang memberikan solusi bagi pembaca.
Salam hangat, irma
Mbak reno, kalau dari pengalaman saya, selama ini dalam praktek dengan BPN setempat, sudah bisa diakui batas usia dewasa 18th. Mungkin memang belum semua bisa menerima batas usia 18th ini, karena mengacu kepada beberapa perundang2an sebagaimana yang disampaikan oleh pak anggara. silahkan pembaca yang ingin berkomentar lain, ataukah bisa memberikan solusi yang lebih tepat. salam,
memang belum ada keseragaman mengenai batasan usia dewasa seseorang. Dalam UU Perpajakan diatur bahwa seseorang yang telah berusia 18 tahun (atau sudah pernah menikah) dianggap telah Dewasa.
Mbak klo sepengetahuan saya usia dewasa 18 tahun itu untuk akta di bawah tangan, sedangkan untuk akta otentik harus berusia 21 tahun, atau sudah menikah.. tapi dalam semua Undang-Undang yang ada, dapat ditarik benang merah bahwa ukuran dewasa seseorang adalah yang pernah menikah.. Terima Kasih
JAWAB:
Terima kasih pak Habib, memang masalah batas usia dewasa masih sering di perdebatkan ya pak…. Namun, batasan usia dewasa tersebut adalah untuk menentukan dewasa di mata hukum. Jadi, tidak ada bedanya untuk surat bawah tangan maupun untuk akta otentik. Usia 21 memang sesuai dengan BW atau KUHPerdata dulu. Namun, sekarang dengan adanya batasan usia dewasa 18th sebagaimana ternyata dari UU Jabatan Notaris dan UU Perlindungan Anak, menurut pendapat saya ketentuan tersebut yang berlaku (selaku lex posterior). salam hangat,
Dear all,
Menurut hemat kami batasan usia dewasa adalah seperti banyak yang telah diputus dalam yurisprudensi MA, dimana di adopt KUHPdt bahwa batas usia dewasa seseorang adalah 21 tahun dan memenuhi persyaratan UU.
Salam Mbak,
Kami ingin berkonsultasi, orang tua kami berencana membelikan sebuah rumah yang akan diatasnamakan kepada cucunya, yaitu anak kami. Saya selaku orang tua akan menjadi wali sewaktu penandatangan ajb. Setelah kami tanyakan jika tanah/rumah tsb akan dijual beberapa tahun kedepan, notaris kami menginformasikan bhw prosedurnya kelak kami harus mendapatkan ijin dari pengadilan negeri setempat.Yang ingin kami tanyakan,
1. Apakah prosedural ijin di pengadilan kelak akan berbelit dan apa saja dokumen yang dibutuhkan
2.Jika kami berencana menjual tanah/rumah tersebut kelak, menurut pendapat mbak Irma apakah sebaiknya aset tsb diatasnamakan anak kami, ataupun sebaiknya diatasnamakan orang tua kami yang kemudian akan menjadi hibah kepada cucunya agar kami tidak perlu melewati prosedur ke pengadilan.
Demikian permasalahan kami, mohon bantuannya.
Terima kasih.
Ibu Ina
Peraturan yang mengatur secara umum tentng batas usia dewasa hingga saat ini belum ada sehingga pengaturannya tergantung pada perbuatan hukum tertentu misalnya seseorang dapat mempunyai KTP, dapat mempunyai SIM apabila telah berusia 17 tahun. Undang-undang Pemilu membedakan batas usia pemilih 17 tahun tetapi untuk dipilih 21 tahun. Usia dewasa untuk membuat akta otentik menurut UU no 30 tahun 2004 adalah 18 tahun atau telah menikah, tetapi Badan Pertanahan Nasional masih berpegang pada Kitab Undang-undang hukum Perdata buatan Belanda yg mengatur usia dewasa adalah 21 tahun. Demikian pula Undang-undang Perkawinan, undang-undang Ketenagakerjaan dan undang-undang Kewarganegaraan mengatur usia dewasa adalah 18 tahun atau telah menikah. Keberagaman pengaturan mengenai batas usia dewasa ini mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum. Semoga bemanfaat.
Dengan hormat,
Usia dewasa menurut undang-undang memang beragam tapi pemberlakuannya pun beragam sesuai dengan obyek yang diatur dalam undang-undang yang memuat usia dewasa. Misalnya, untuk perdata, yang berlaku adalah usia dewasa berdasarkan Burgerlijk Wetboek, yaitu 21 tahun, untuk pidana, yang berlaku sebagaimana 18 tahun berdasarkan KUHPidana, atau untuk perkawinan, 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan sesuai UUPerkawinan. jadi, tidak bisa dipukul rata! Bukan berarti pula bahwa usia dewasa itu belum diatur oleh undang-undang. Falsafah hukum dari penentuan usia dewasa ini adalah penentuan usia yang dimana orang tersebut dapat mengambil tanggungjawab dari perbuatannya.
Demikian hanya untuk meluruskan saja!
Jawab :
terimakasih bapak/ibu atas koreksiannya….
assalamualaikum…………
saya mau tanya tentang batasan usia dewasa setengah umur (prasenium) secara detail beserta peranannya dalam kehidupan. terima kasih ^_^
wassalamualaikum….