Berbicara mengenai hukum waris di Indonesia, maka kita harus berhadapan dengan 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu:
1. Sistem Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia, dan berlaku untuk golongan keturunan Tionghoa dan Timur asing
2. Sistem Hukum waris secara adat, yang diatur berdasarkan hukum adat pada masing-masing
daerah dan berlaku bagai masyarakat pribumi yang berdiam dan menundukkan diri di wilayah
hukum adat tersebut
3. Sistem hukum waris secara Islam, yang berlaku bagi warga Negara Indonesi pribumi masih
terbagi dalam beberapa mashab, yaitu:
a. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Syafei
b. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Hambali
c. Perhitungan waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
Pembahasan kita kali ini adalah sistem pewarisan menurut hukum perdata Barat, yang terutama berlaku untuk warga negara Indonesia yang beragama selain Islam, atau yang bagi yang beragama Islam namun “menundukkan ” diri ke dalam hukum pewarisan perdata Barat.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum perdata barat (untuk selanjutnya akan lebih mudah jika kita sebut “BW” atau Burgerlijk Wetboek”, prinsip dari pewarisan adalah:
1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (pasal 830 BW)
2.Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (pasal 832 BW)
Sebagai konsekwensi dan kedua hal tersebut maka, dapat diartikan bahwa dalam hal pemilik harta masih hidup, dia tidak dapat mewariskan apapun kepada ahli warisnya. Sehingga, dalam hal terjadi suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya yang ditujukan agar keturunannya dapat memiliki hak atas barang tersebut setelah meninggal dunia (dalam bentuk hibah misalnya) maka hal tersebut dianggap sebagai “Hibah Wasiat”. Dimana barang tersebut baru beralih pada saat pemberi hibah telah meninggal dunia.. Dalam hal pemberian barang tersebut diberikan pada saat si pemberi barang masih hidup, tanpa diberikan suatu imbalan berupa uang, maka hal tersebut disebut sebagai “Hibah” saja. Mengenai hibah ini akan saya bahas lebih detil pada section tersendiri.
Kembali lagi kepada prinsip pewarisan, yaitu mengenai “hubungan darah”/ Berdasarkan Prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung. maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris adalah:
1. Golongan I, yang terdiri dari: suami/isteri yang hidup terlama dan anak2 serta cucu (keturunan) pewaris (dalam hal anak pewaris meninggal dunia). (pasal 852 BW)
2. Golongan II adalah: orang tua dan saudara kandung dari pewaris termasuk keturunan dari saudara kandung pewaris. (pasal 854 BW) Golongan II ini baru bisa mewarisi harta pewaris dalam hal golongan I tidak ada sama sekali. Jadi, apabila masih ada ahli waris golongan I, maka golongan I tersebut “menutup” golongan yang diatasnya
3. Golongan III :
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris (pasal . Contohnya: kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris golongan I dan golongan II tidak ada
4. Golongan IV
-Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu
-keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris
– saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam di hitung
dari pewaris.
Bagaimana dengan anak angkat?
Karena prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka secara hukum anak angkat atau anak tiri (yang bukan keturunan langsung dari pearis ) tidak berhak mendapatkan warisan secara langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan dengan cara pemberian Hibah atau “Hibah wasiat” (pasal 874 BW).
(Bersambung)
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Pagi (eh saya panggil Mbak atau Ibu ya?!)
Saya kebetulan nih, punya artikel tulisan b.arab dalam bentuk tanya-jawab masalah waris. Saya sengaja buat tidak lengkap karena untuk memudahkan memahami hukum tersebut sesuai alqur’an dan Sunnah Rasul.
Keterkaitan dengan hukum negara, dalam masalah tersebut; saya memang tidak begitu memahami. Kaitan Hukum ini berdekatan erat dengan Bab-Bab Pernikahan…
Mungkin Mbak eh Bu, ini dulu. Saya (Insya Allah ) ingin bisa sharing dengan kesempatan yang lebih luas lagi…
Wassalam
arief b
Ibu Irma, blog nya bagus dan sangat bermanfaat. Maaf kemarin kalih saya salah masuk bagian pertanyaan, saya mau tanya tentang bagian waris menurut agama Islam, untuk anak laki-laki 1 orang dan 2 orang anak perempuan. Di Indonesia, pembagiannya gimana ya bu? Byk tks ya bu….
JAWAB:
terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya mbak, untuk pembagian waris menurut agama islam, secara umum untuk anak laki2 dan anak perempuan pembagiannya: 2:1 artinya anak laki2 dianggap 2 sedangkan anak perempuan dianggap 1. Jadi untuk kasus itu 2:1:1 = anak laki2 dapat 2/4 sedangkan untuk anak perempuan 1/4. semoga cukup jelas ya
Dear Mbak Devita, boleh nggak minta advise nya….Aku
tiga bersaudara (punya 2 kakak laki laki )
Ceritanya aku ada rumah yang atas nama Almarhumah Ibu. Sebelum Ibu
meninggal dia sudah bagi2 ke 3 anaknya. Nah Rumah di Pondok Kelapa ini
adalah yang diberikan ke aku.Kakak kakak smeua sudah ada bagiannya.
Ibu menulis surat di atas kertas materai yang menyatakan Hibah terhadap
rumah itu ke anaknya bernama Marina,dst.
Nah aku mau balik nama rumah ini ke atas namaku. Apakah benar
perhitungan biaya nya seperti ini?
NJOP Rumah: Rp 820,368,000. Sertifikat Hak Milik Atas nama Ibuku.
Ayah Ibu sudah meninggal kedua duanya.
BIAYA I —>> Balik Nama dari Ibu ke Ahli waris.
Perhitungannya: NJOP – Rp. 300,000,000 x 5% x 50%=Rp. 13 juta
BIAYA II—->> Balik Nama ke atas nama MArina
Perhitungannya: 2/3 x NJOP- Rp. 60,000,000 x 5%= Rp 24.35 juta
Jadi totalnya sekitar 38 juta???
Apakah nggak bisa langsung balik nama ke atas namaku dengan saksi saksi kakak kakak semua?
JAWAB:
Mbak, kalau asalnya dari warisan, kemudian di lepaskan ke salah satu anak memang prosesnya demikian. Jadi harus dibalik nama ke atas nama 3 orang dulu, baru dibuatkan akta pembagian hak bersama (APHB) ke atas nama 1 orang mbak. Bisa langsung ke atas nama mbak kalau hibah diberikan pada saat ibu masih hidup. Wass,
balikpapan, 25.05.2008
ass. apakabarnya mbak? Sehat2kah? Mbak, ngomong2 berbicara tentang realita kehidupan muallaf yang berada ditengah2 keluarganya yang mana dia sendiri sebagai ahli waris berbeda agama, sementara ortunya beragama kristen, sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang saya hadapi dari muallaf di balikpapan sangat kompleks banget, khususnya dari segi hukum Islam, syukur2 mbak bisa paham mengenai status hak mewaris dari seorang muallaf. Aku mohon dijelaskan bagaimana solusi tentang peralihan hak mewarisnya atas harta kekayaan orang tuanya yang akan diberikan ke muallaf tersebut, kira2 apa hanya bisa melalui cara hibah atau hibah wasiat ya mbak? Dalam hal ini karena ortunya beda agama apa berlaku KUHPdta atau ga bisa mewaris sama sekali ? Bagaimana jika suatu saat terjadi penyesalan karena masuk islam yang berakibat hak mewarisnya putus karena menjadi muallaf, lalu dia merasakan bahwa dia merasa ga diperlakukan dengan adil sebagai ahli waris, sementara dia masih merasa punya hak itu ? Bagaimana cara kita untuk mensosialisasikan hak mewaris ini kepada muallaf ya mbak ? Karena pengurus disini ga peduli dengan masalah ini karena mereka ga pengen aku membahas masalah hak mewaris ini mbak..
Makasih sebelumnya ya mbak…
Kpd.Yth. Ibu irma Devita,
1) bagaimana jika ibu
meninggal, apakah
penjualan tanah yg di
lakukan ayah sendirian
bisa sah tanpa tanda
tangan ahli waris dlm hal
ini keterunannya?
2) Bagaimana untuk mengurus kepemilikan harta berupa tanah dalam hal ini,jika ayah dan ibu meninggal tanpa sempat meninggalkan surat wasiat?
BR,
Atval
Bu Irma bisa jelaskan melalui blog ini mengenai pembagian waris yg ada keterkaitannya dengan anak-anak luar kawin dan istri kedua ga?
Terima kasih sebelumnya..
assalamualaikum
mbak saya mau tanya mengenai waris,ahli waris terdiri dari 3anak laki-laki,dan 2 anak wanita (yang 1 telah meninggal dunia,dan yang 1 lagi beragama nasrani),semua ahli waris telah menghibahkan hak warisnya kepada adik beliau yang laki-laki,sedangkan satu dari ahli waris tsb tidak ikut menghibahkan,yang ingin saya tanyakan berapa bagiankah yang berhak diterima oleh ahli waris yang tidak ikut dihibahkan tsb jika menggunakan perhitungan waris secara islam (imam syafi’i)? lalu apakah bisa langsung balik nama/sertifikat dari ibu yang telah meninggal(pewaris) langsung menjadi nama yang dihibahkan waris,tanpa dihadiri salah satu ahli waris ?
oh ya mba tambahan pertanyaan,perhitungan obyek waris itu berdasarkan apa ya mba?apakah nilai jual rumah,tanah,bangunan x bagian hak waris,kalau boleh diberikan rumusnya mba?
Salam sukses mbak.
Mbak saya ingin discuss nih.
A (suami) dan B (istri),mempunyai anak pada masa perkawinan namun sudah meninggal.
A mempunyai tanah HM a.n. A dan B juga mempunyai tanah HM a.n. B
Suatu ketika B sakit dan meninggal.
Dua tahun kemudian A sakit dan meninggal juga.
Pertanyaannya: Siapakah yang mewarisi harta A dan harta B? Apakah masing2 kembali ke keluarga asal? Atau seluruh harta A+B diwarisi oleh keluarga A, karena ketika hidup A mewaris seluruh harta dari B (karena anak meninggal dunia), sehingga saat ini harta A = harta A sendiri + harta waris dari B —-> semuanya kemudian diwarisi oleh keluarga A ketika A meninggal.
Mohon jawabannya ya mbak. Semoga mbak Irma tambah sukses.
Ass,
Bu Irma, langsung aja ke pokok permasalahan.
Nenek saya meninggal dunia bulan oktober kmaren, dan nenek mempunyai seorang anak perempuan dan 3 cucu laki2 dan 1 cucu perempuan. Nenek mempunyai 2 kakak perempuan dan satu adik laki2. masalahnya, saudara laki2 almarhumah menuntut ke keluarga kami 50% dari seluruh harta dan warisan alm. termasuk yg sudah dihibahkan(Penghibahan disaksikan oleh seluruh keluarga besar dengan alm. sewaktu msh hidup). dengan alasan hak waris adalah perempuan. padahal keluarga kami sudah menyiapkan dana untuk saudara2 alm, tp di tolak. bahkan menuntut kasus ini ke pengadilan agama, dengan tuntutan yg tidak wajar. di surat panggilan tsb disebutkan bahwa alm. mempunyai tabungan bca sebesar 700jt, emas 3kg, sebidang tanah,rumah sebuah mobil dan motor.
padahal hal tsb tidak ada kenyataannya,kami bisa buktikan hal itu. bagaimana kami menanggapinya bu Irma. . . Trima kasih sedalam2nya.
mbak aku bingung ne….
Langsung aja ya.Begini mbak.Bapak dan Ibu saya diambang perceraian.Ceritanya begini :Bapak dan ibu saya kerja sendiri2(dagang).Terus Bapak saya punya hutang lumayan banyak ke orang lain sehingga usahanya tutup.Bapak saya jarang menafkahi keluarga kami.Jadi yang menafkahi keluarga kami sedari dulu adalah ibu.Ibu sering memberi modal bantuan ke bapak namun bapak sering rugi atau bangkrut.SAmpai sampai ibu saya jengkel dan frustasi.Yang terakhir ini karena ibu saya sudah tidak peduli lagi terhadap utang utang bapak ke orang lain, maka bapak ingin menjual salah satu kios kami karena desakan kondisi untuk melunasi hutangnya ke orang lain.Ini rincian harta kami:1 kios buah atas nama bapak, 1 kios buah atas nama ibu, 1 rumah atas nama bapak,1 mobil pick up atas nama ibu, 1 truk atas nama ibu.Ketika bapak berencna menjual 1 kios atas namanya ke orang lain,ibu mengajak cerai dan bagi bagi harta sekalian. alasan ibu adalah kalo 1 kios di jual maka lahan penghidupan ibu akan terganggu mengingat 2 kios kami bersebelahan dan mengingat ibulah yang pandai bekerja dan menafkahi keluarga.Ibu jg khawatir jika tetap bersuami istri setelah bapak menjual kios dan suatu saat jika bapak punya hutang lagi dikhawatirkan bakal jual harta yg lain lagi.Terus sampai suatu ketika saat saya mendamaikan keduanya,muncul solusi dari ibu bahwa hutang bapak akan dibantu bayar oleh ibu namun dengan syarat semua harta di balik namakan ke anak-anaknya kecuali mobil pick up.Mobil pick up akan tetap atas nama ibu dan truk akan dijual untuk menutup hutang ibu ke bank dan hutang bapak ke orang orang lain.Saya Eko anak pertama (22 thn),Adik saya Nugroho(17 thn), dan Tio (7 thn).Rencana ibu saya adalah :1 kios akan dibalinamakan ke saya dan 1 kios lagi akan dibaliknamakan ke adik saya nugroho (17 thn),rumah akan dibaliknamakan ke saya.Tio (7 thn) tidak mendapatkan bagian karena dianggap ibu masih kecil dan belum mengerti.Solusi ibu saya ini disetujui oleh bapak.Mereka sepakat untuk tidak bercerai dg adanya solusi ini.Saya jg sepakat dg solusi ini karena hanya dg solusi ini mereka mau mengurungkan niatnya utk bercerai.
YANG SAYA TANYAKAN :
1.APAKAH BISA BALIKNAMA SEPERTI YANG SAYA JELASKAN DIATAS MENGINGAT IBU DAN BAPAK SAYA MASIH HIDUP?KALAU MEMANG ITU DISEBUT HIBAH, KAPANKAH BERALIHNYA HARTA TERSEBUT KE ANAK ANAKNYA?
2.aPAKAH AKAN MENIMBULKAN MASALAH SECARA HUKUM JIKA ADIK SAYA TIO (7THN) TSB TIDAK MENDAPATKAN HIBAH?
3.Apakah akan menimbulkan efek negatif secara hukum ke saya suatu hari nanti jika memeng semua skenario di atas berjalan?Jika ada, mohon saya minta dijelaskan?
4Bagaimana prosedur atau langkah langkahnya agar skenario di atas berjalan lancar?Saya harus ke pengadilan mana dan minta bantuan ke siapa saja mengingat kami sekeluarga buta masalah hukum?
TERIMA KASIH BANYAK MBAK. SEKALI LAGI TERIMA KASIH.MOHON PENJELASANNYA
beragam sekali permasalahan yang ada berkaitan dengan warisan. bagi kita yang masih hidup sebaiknya direncanakan sejak dini deh.
jangan nunggu hartanya sudah banyak dulu.
ntar tambah bingung.
konsultasi saja sama notaris yang berpengalaman dengan masalah kewarisan dan atau dengan perencana keuangan yang paham ttg waris
Dear Mbak Irma, Mau Ikutan dong dapat informasi yang memberi pengetahuan seputar hukum
Dear mb Irma, saya d besarkan oleh saudara perempuan nenek saya (agama kristen) dan merupakan anak angkat sah secara hukum dari nenek saya. Setelah nenek saya meninggal ada sebidang tanah yg ditinggalkan (sebelum meninggal niatnya mau balik nama untuk saya namun keburu meninggal) tanpa adanya surat wasiat. Nenek saya mempunyai saudara kandung dan saudara kandungnya tsb ngotot memiliki tanah ini. Secara hukum, manakah yg lebih berhak atas tanah ini? Saya yg anak angkat sah secara hukum ataukah saudara kandungnya?
jawab :
Apakah ibu angkat anda tersebut tidak memiliki anak kandung? Kalau menurut saya, apabila anda secara hukum sudah sah menjadi anak angkat, maka oleh karena itu menurut hukum perdata barat, anda berhak menjadi ahli waris dan saudara kandungnyapun berhak untuk menerima waris. Jadi yang berhak sebagai ahli waris dari ibu angkat anda adalah anda dan saudara kandung ibu angkat anda.
demikian.
nenek mempunyai 3 orang anak.nenek meninggal sertifikat pecah menjadi 3 atas nama anak anak nya..ibu meninggal ,bapak msh hidup.dr 3 orang td yang masih hidup adalah adik ibu yang nomor 3 ..sudah mendapat bagian dari nenek..yg jadi pertanyaan ibu saat ini sudah meninggal apa bisa tanah tersebut direbut oleh adik dan keponakan ibu yang ortunya sdh meninggal duluan dari ibu?sedangkan bapak masih hidup..bapak ingin memberikan kuasa pada saya untuk sertifikan dibalik nama menjadi nama saya tapi dihalangin oleh saudara ibu dengan alasan saya bukan anak kandung/tidak sedarah..bagaimana pembagiannya saya diadopsi resmi melalui penetapan pengadilan..terimakasih pencerahannya
jawab :
Dari cerita anda dapat disimpulkan bahwa sertifikat sudah menjadi atas nama masing-masing ahli waris, dan ibu anda termasuk salah satu ahli waris. Apabila tanah dan surat tanah hak dari ibu anda dikuasai oleh saudara ibu anda dan anaknya, mungkin dahulu mereka yang memegang surat tanah tersebut, tetapi sertifikat tanahnya kan sudah dibaliknama ke atas nama para ahli waris, jadi anda dan bapak anda bisa saja menggugat di pengadilan. Apabila ibu anda sudah meninggal, menurut hukum islam, bapak anda adalah sebagai ahli waris. Kemudian, karena anda adalah anak angkat, maka anda masih berhak mendapatkan hak wasiat bukan waris. Namun menurut hukum perdata barat, bapak anda dan anda yang berhak mewarisi bagian dari ibu anda, karena anda adalah anak yang adopsi resmi secara hukum melalui penetapan pengadilan.
demikian semoga bermanfaat.
bmaaf saya mau tanya, saya punya 4 bersaudara, anak pertama lelaki, anak kedua dan ketia adalah perempuan, anak keemapat laki laki adalah saya, ibu saya sudah meninggal terlebih dahulu,
1. ketika ayah saya hidup, abang saya anak pertama meninggal dunia, dengan nmeninggalkan seorang istri dan dua orang anak,,,berselang beberap tahun kemudia ayah saya meninggal dunia
….Pertanyaan:
apakah mereka mendapat warisan?
2. kakak ketiga yang perempuan saya, ketika ayah saya hidup beliau menyatakan bahwa kakak ketiga saya ini tidak mendaptkan harta warisan dengan alasan dia telah menghabiskan harta keluarga terkakt dengan hutang (tanpa meninggalkan surat hanya verbal dengan saksi saya dan kakak perempouan no 2)
Pertanyaan : apakah mendapat warisan tanpa meninggalkan surat?
3. perhitungan pembagian ke saya berapa selaku anak laki laki satu satunya dan pembagian kedua kakak perempuan saya
terima kasih mohon pencerahannya
jawab :
1. Tentu dapat pak, ketiga saudara bapak beserta bapak tetap menerima warisan. Walaupun kakak pertama bapak sudah meninggal tapi masih memiliki ahli waris yaitu seorang istri dan dua orang anak.
2. Saran saya, sebaiknya kakak ketiga bapak membuat akta penolakan waris yang dibuat dihadapan Notaris, terutama karena alasan telah menghabiskan harta keluarga sehingga sudah tidak berhak lagi atas harta warisan yang masih ada.
3. Maaf bukan seperti itu perhitungannya, kakak bapak yang meninggalkan laki-laki, walaupun sudah meninggal tapi harta warisan bagiannya diberikan kepada ahli warisnya. Jadi untuk perhitungannya menjadi 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, karena yang 1 orang menolak waris. Untuk perhitungan warisnya, ahli waris sepakat untuk menggunakan hukum waris apa sebagai perhitungan pembagian warisnya yah pak?
terima kasih
Assalamualaikum sy mau minta sarang masalah rumah orangtua masi hidup satu mama tapi saudara perempuan sy katanya diberi rumah sepotong apa si perempuan ini berhak memiliki sepotong rumah yg di tempat bagaimana hukumnya KUH PERDATANYA
jawab :
waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh
Kalau sejauh pengertian saya, ibu anda memberikan wasiat kepada saudara perempuan anda, memang wasiat ada yang berbentuk lisan maupun tertulis. Menurut KUHPerdata Pasal 875 bahwa surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Jadi menurut saya saudara perempuan anda berhak atas wasiat tersebut, namun wasiat tersebut bisa berlaku apabila ibu anda sudah meninggal, dan bisa juga dicabut kembali, tergantung kesepakatan antara pewaris dan ahli waris.
demikian semoga dapat membantu.
Tolong di bantu bagaimana jalannya
jawab :
Saran saya, apabila anda menyetujui hal tersebut, baiknya anda beserta ibu dan saudara perempuan anda datang ke kantor Notaris untuk mengaktakan wasiat yang ibu anda sampaikan atau wasiat lain yang akan ibu anda sampaikan untuk ahli waris yang lain, agar dikemudian hari apabila ibu anda sudah meninggal, maka tidak akan konflik mengenai masalah warisan dan wasiat tersebut bisa dijalankan.
demikian semoga dapat membantu.
Siang mbk devita…. ada yg mau saya tanyakan. Bagaimana bila waris diberikan pada pihak yg bukan keluarga? lalu bila pihak ke 3 yg diberikan ini bermaksud mengembalikan pada pihak keluarga bagaimana prosedurnya?
jawab :
Setau saya untuk hal seperti itu dinamakan wasiat, karena waris hanya dapat diberikan kepada ahli waris saja dan kemudian jika wasiat tersebut diberikan kepada pihak selain keluarga, jika seluruh keluarga dalam hal ini para ahli waris menyetujuinya, maka wasiat tersebut bisa dilaksanakan, hanya saja wasiat yang diberikan jangan sampai melebihi 1/3 dari seluruh harta warisan yang menjadi hak mutlak para ahli waris, mengingat ada yang namanya legitime portie/legitimasi porsi.
Untuk proses pengembalian wasiat, baiknya apabila pemberi wasiat masih hidup, minta tolong kepada beliau untuk membatalkan pemberian wasiat tersebut, namun apabila pemberi wasiat sudah meninggal, biasanya penerima wasiat menerima terlebih dahulu wasiat tersebut, kemudian setelah itu baru dilakukan proses hibah kepada ahli waris, namun pajaknya seperti jual beli. Ada alternatif lain yaitu membuat akta penolakan wasiat, namun jarang Notaris yang melakukan hal tersebut.
demikian.
Assalamualaikum Mba Irma
Perkenalkan Nama saya yosi, mohon agar bisa dibantu jawab atas permasalahan saya.
Suami saya punya orang tua yg beda agama ibu islam suku sunda, sedangkan bapak katolik suku batak, mereka tidak pernah menikah secara adat hanya catatan sipil krn menikah sebelum uu no 1 tahun 1974 ada. punya anak 2 laki laki semua dan keduanya beragama islam, Ibu suami (ibu mertua saya) sudah meninggal dunia, tapi bapak suami saya (bapak mertua saya) masih hidup. Bapak mertua saya akan membuat wasiat bahwa seluruh harta waris dia dan istrinya akan diberikan kepada cucunya saja dan kedua anaknya tidak mendapatkan warisan.
Pertanyaan saya :
1. Apakah bisa bapak bikin wasiat bahwa semua hartanya akan diwariskan ke cucunya saja?
2. Dengan keadaan Almarhumah ibu mertua saya yang islam dan Bapak mertua saya yang katolik seharusmya pembagian warisan yang benarnya itu bagaimana ? Tunduk kepada hukum waris apa ?
3. Bagaimana kami menyelesaikan hal ini, sedangkan bapak mertua tidak mau diajak berbicara baik baik dan kakak dari suami saya juga masa bodoh tentang hal itu karena anak dia 4 orang sedangkan anak suami saya hanya 1, sehingga kayaknya dia merasa lebih diuntungkan dengan sikap bapak ini.
Demikian pertanyaan saya…semoga mba berkenan membantu jawab permasalahan kami. Terimakasih.
jawab :
waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh
1.Setau saya pewaris boleh saja membuat wasiat namun tidak boleh melanggar hak mutlak dari ahli waris dalam arti tidak bisa seluruh harta warisan diwasiatkan kepada 1 orang, sebab ada yang namanya legitimasi porsi/legitime portie dimana para ahli waris dalam hal ini anak kandung memiliki hak mutlak waris dari pewaris. Kalaupun wasiat ingin dilaksanakan, hanya maksimal 1/3 dari total warisan dan itupun harus dengan persetujuan para ahli waris.
2.Kalau menurut saya, apabila tidak ada wasiat dari pewaris mengenai hukum apa yang diambil untuk pembagian waris dari pewaris, sebaiknya dimusyawarahkan saja oleh ahli waris mengenai hukum waris apa yang akan dipilih.
3.Kalau menurut saya, sebaiknya anda beritahukan kepada suami anda untuk coba melakukan musyawarah lagi dengan kakaknya mengenai keinginan ayahnya untuk membuat wasiat kepada salah satu cucunya, dikarenakan mereka berdua adalah ahli waris mutlak dari ayahnya, tapi jika kakak ipar anda tetap tidak mau tahu yam au bagaimana lagi, tidak etis sebenarnya mempermasalahkan warisan namun pewarisnya masih hidup. Jadi menurut saya ditunggu waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
demikian semoga dapat membantu.
izin bertanya,-
dalam hal sipemilik tanah masih hidup(nenek kami), apakah dalam setiap transaksi jual beli, hibah dan semacam nya diperlukan/diwajibkan suatu pendampingan dri kami si ahli waris nantinya mengingat nenek kami tersebut uzur dan buta huruf.
terimakasih
jawab :
Kalau boleh tau, nenek anda umurnya sudah berapa tahun yah? Menurut saya hal itu sangat penting, mengingat cerita anda, nenek anda sudah cukup tua dan buta huruf, dengan ditemani oleh anda dalam hal ini cucu yang nantinya akan menjadi ahli waris, pada saat penandatanganan misalnya akta jual beli, anda, dari pihak nenek anda, sebelumnya bisa membaca terlebih dahulu isi akta yang akan dilakukan penandatangan oleh nenek anda atau paling tidak apabila dari Notaris/PPAT membacakan isi akta tersebut, anda bisa meyakinkan kepada nenek anda sebelum menandatangani akta tersebut, bawah isi akta yang akan diperjanjikan sudah benar, karena ditakutkan adanya tindakan kejahatan misalnya penipuan atau pemalsuan akta; dan lain sebagainya, kecuali memang nenek anda sudah tidak sanggup untuk melakukan tanda tangan dan hal lain misalnya cap jempol, anda bisa meminta penetapan pengadilan sebagai dasar untuk mewakili nenek anda dalam melakukan penandatanganan akta misal jual beli dan lain sebagainya.
demikian.
izin bertanya, pewaris Warga Negara Indonesia keturusan, suami isteri tidak ada membuat surat kawin, bolehkan anam-anak menjadi ahliwaris
jawab :
Boleh saja bu, namun dasarnya adalah penetapan pengadilan. Jadi nantinya hakimlah yang memutuskan apakah anak-anak si pewaris berhak menerima warisan atau tidak. Mungkin secara bawah tangan, pernikahan mereka resmi, namun secara negara, tidak ada pencatatan perkawinan si suami istri tersebut baik di KUA maupun DUKCAPIL.
demikian.
Izin bertanya bapak/ibu ada kasus , tanah warisan yg sudah di jadtuhkan ke salah satu si pewaris (istri/suami), maka si pewaris(istri/suami) tersebut mau menjual ke pihak lain maka ,apakah dr salah satu suami atau istri tidak berhak ikut tanda tangan dalam penjualan rumah . Mohon penjelasannya ya…..
jawab :
Setau saya, menurut Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, menerangkan bahwa harta bawaan yang dimiliki oleh masing-masing pewaris baik istri/suami dari warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan/memperjanjikan hal lain. Jadi tidak perlu untuk meminta persetujuan pasangan apabila ia akan menjual tanah warisan tersebut, namun tetap harus diberitahukan kepada pihak Notaris mengenai riwayat tersebut.
demikian.
Mohon advise:
Suami wafat tanpa anak, hanya meninggalkan istri dan beberapa saudara kandung suami. Bagaimana membagi harta warisnya?
Terimakasih.
jawab :
Pertanyaan saya, hukum waris apa yang ingin bapak ambil? Apakah hukum waris islam atau hukum waris perdata? Apabila hukum waris islam yang digunakan, maka yang mendapatkan bagian waris yaitu istri mendapatkan ¼ dan saudara kandung suami mendapatkan sisanya tergantung berapa banyaknya saudara, sedangkan apabila hukum waris perdata yang digunakan, maka waris dibagi perkepala ahli waris. Dengan catatan, ½ bagian harta bersama dari istri sudah diambil terlebi dahulu. Pertanyaan saya, saudara almarhum ada berapa banyak? apakah laki-laki dan perempuan?
demikian semoga dapat membantu.
Assalamu’alaikum…
Saya mau tanya begini paman saya itu istrinya dua,istri pertama tdk mempunyai anak laki laki sedangkan istri kedua da anak laki laki,pertanyaan nya apakah istri kedua dan anaknya mendapatkan warisan setelah bapaknya meninggal?wassalam…
jawab :
waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh
Pertanyaan saya, apakah kedua istrinya dinikahi secara resmi baik secara agama maupun hukum Negara? Karena menurut hukum di Indonesia, yang paling utama berhak mendapatkan warisan adalah ahli waris baik istri dan anak-anak yang secara hukum diakui oleh Negara dan agama, yaitu yang tercatat di KUA dan/atau Kantor Catatan Sipil/Dukcapil. Mengenai apakah istri kedua dan anaknya akan mendapatkan warisan? Tergantung, apakah ia dinikahi secara resmi? Kalau tidak dinikahi secara resmi, secara hukum, kemungkinan kecil akan mendapatkan warisan, tergantung apabila ada amat wasiat yang diberikan oleh suami/ayahnya, atau apabila nantinya mengajukan permohonan ke pengadilan mengenai hak waris terutama untuk anak kandung/anak biologisnya.
demikian semoga dapat membantu.