Selama beberapa tahun terakhir ini, ada suatu fenomena baru di dunia perbankan, yaitu dengan tumbuh serta berkembangnya bank-bank yang menggunakan kode “IB” pada logonya. Bank-bank tersebut adalah bank-bank yang menerapkan mekanisme syariah sesuai dengan aturan-aturan Islam dalam melaksanakan usahanya. Hal inilah yang membedakannya dengan perbankan biasa, yang untuk memudahkannya disebut sebagai Bank Konvensional. Oleh karena itu, ciri khas tersebut harus di cantumkan sebagai identitas Bank yang berkenaan. Logo “IB” itu sendiri berarti: “Islamic Bank”.
Jika kita tengok kembali ke belakang, dalam kurun waktu sekitar tahun 1980-an sampai tahun awal tahun 2000-an mungkin hanya Bank Muamalat saja yang merupakan satu-satunya bank yang mengemukakan prinsip syariah tersebut dalam melaksanakan usahanya. Namun sejak tahun 2000, satu demi satu bank-bank lain mulai mendirikan bagian khusus yang bergerak di bidang syariah atau setidaknya membuka Unit Usaha Syariah.
Terlepas dari berbagai kontroversi antara perbankan konvensional dan perbankan syariah, saya merasa tertarik untuk memberikan sedikit gambaran mengenai perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah. Apa sih sebenarnya yang beda?
Ciri khas utama yang dianut dan diterapkan dalam perbankan syariah *) adalah:
1. Dari segi fungsinya, bank syariah bisa multi peran. Tidak hanya sebagai intermediary unit dan jasa keuangan saja, melainkan bisa juga berperan sebagai Manager Investasi, Investor, Jasa Keuangan dan bahkan Jasa Sosial.
2. Mekanisme dan objek usahanya diistilahkan sebagai anti “MAGHRIB”. yang merupakan singkatan dari:
–Maisir (judi/gambling),
–Gharar (mengandung unsur penipuan)
–Riba (bunga)
–Bathil (rusak/syah)
3. Hubungan yang diterapkan antara pihak Bank dan nasabahnya adalah pola kemitraan.
4. Landasan operasional
-bebas bermuamalah selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku
-Hasil usaha dalam bentuk bagi hasil dan margin dari peristiwa jual beli barang
-Uang tidak dianggap sebagai barang komoditi, melainkan hanya merupakan alat tukar saja
-Dapat bertransaksi secara finasial dan riel.
5. Fungsi dan peran dan bank syariah adalah:
-Lembaga Intermediary yang menghubungkan antara nasabah (deposan) dengan pihak
ketiga yang membutuhkan pembiayaan (debitur).
-Manager Investasi (mudharib)
-Investor (Sahibul Maal); dimana Bank ikut bertindak selaku investor dalam membiayai suatu
proyek tertentu.
-Penjual dan pembeli barang à karena terkadang bank melaksanakan kegiatan pembiayaan melalui mekanisme jual beli (prinsip murabahah).
-Pemberi Jasa Keuangan dan lalu lintas pembayaran
-Pengelola dana kebajikan (Zakat Amil Infak – ZIS)
-Hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan (mudharib dan sahibul Maal).
6. Dari sisi resiko usaha, perbankan syariah menerapkan prinsip sebagai berikut:
-Resiko dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran
-Tidak mengenal kemungkinan terjadinya selisih negative (negative spread)
7. Dari segi system pengawasannya, berbeda dari perbankan konvensional, perbankan syariah di awasi oleh suatu dewan yang disebut sebagai “Dewan Pengawas Syariah” (DPS). DPS ini wajib ada dan bertugas untuk memastikan bahwa operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul kharimah.
Semakin berkembangnya pengetahuan di masyarakat mengenai akidah2 agama, membuat masyarakat semakin tertarik untuk mulai berpikir untuk hijrah dari bank konvensional yang menerapkan pada system bunga kepada perbankan syariah yang tidak menggunakan system bunga (riba) dalam usahanya. Hal ini juga yang mendukung semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia.
Satu hal yang menjadi fenomena menarik pada waktu krisis lalu, terbukti bahwa perbankan syariah yang bisa tahan terhadap hantaman krisis. Oleh karena itu, pemerintah semakin mendukung dikembangkannya perbankan syariah di Indonesia. Untuk menjembatani perbenturan antara aturan-aturan secara syariah dengan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Bahkan ada kabar yang menyatakan bahwa pada tahun 2010 mendatang, Bank Indonesia sebagai wakil pemerintah mewajibkan pada semua bank untuk mempunyai produk syariah atau setidak-tidaknya membuka unit usaha syariah yang terpisah dari kegiatan perbankan konvensional. Dengan adanya aturan baru tersebut, maka seperti seorang gadis yang sedang mekar, perbankan syariah menjadi suatu hal yang semakin laris dan menarik untuk dikenal dan dipelajari.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.