Budi adalah seorang blogger aktif yang sering menulis tentang review beberapa produk. Kebanyakan review yang ditulisnya atas dasar sukarela, bukan untuk pemenuhan job review. Karena kualitas kamera di smartphone-nya sedikit terganggu, kebanyakan gambar yang ditampilkan di postingnya diambil langsung dari website produk tersebut. Sebagai blogger yang professional dan memahami etika, tentu saja Budi tak serta merta mengakui gambar tersebut adalah hasil jepretannya. Dia selalu menuliskan sumber pengambilan gambar tersebut.
Budi tahu banyak kasus dan budaya copy paste isi blog baik tulisan maupun gambar. Sudah ada hukum yang mengatur tentang itu, namun banyak yang belum memahaminya dengan bijak. Sebagai blogger yang melek hukum, Budi sangat berhati-hati sekali ketika mengutip beberapa kalimat maupun gambar yang ada dalam postingan. Dia selalu menyertakan link sebagai sumbernya. Namun sebenarnya Budi sendiri masih bingung mengenai aturan ketika harus mengambir gambar dari website lain.
Sebenarnya bagaimana sih etikanya jika kita mengambil gambar di website lain namun tetap mencantumkan dari mana sumbernya? Apakah hanya cukup dengan menyertakan link sumbernya? Apakah memang ketentuannya seperti itu atau ada dasar hukum tersendiri mengenai hal ini?
Sahabat saya, Risa Amrikasari S.S., M.H. pernah mengulas hal ini dalam klinik hukum online. Akan saya jabarkan lagi penjelasannya dalam artikel ini untuk para pembaca semua J
Menurut Pasal 12 Undang-Undang No. 19 tahun 2012 tentang Hak Cipta (UUHC), gambar ataupun foto termasuk dalam ciptaan yang dilindungi. Jika sudah dimuat dalam website ataupun blog, gambar maupun foto tersebut otomatis berbentuk digital. Hal tersebut tidak mengubah perlindungan hak cipta gambar ataupun foto tersebut meskipun sudah terintegrasi dalam bentuk digital.
Ketika mengakses sebuah website ada beberapa hal yang selama ini mungkin belum begitu kita sadari. Pada saat seseorang mengakses sebuah website maka ada 3 hal yang telah dilakukan. Menyalin, menampilkan dan mendistribusikan semua materi yang ada pada website yang kita akses ke dalam computer maupun perangkat yang kita gunakan ketika hal tersebut berlangsung.
Oleh sebab itu, perlindungan hukum terhadap karya cipta yang telah berbentuk digital masih melekat dan sangat penting mengingat semakin cepatnya arus teknologi internet sekarang ini. Seperti halnya dengan beberapa gambar yang disalin Budi dari beberapa website ke dalam blognya. Dalam hal ini, kewajiban Budi sebenarnya tidak langsung memasang sumbernya terlebih dahulu. Langkah pertama yang harus diambil adalah meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik hak cipta gambar atau foto tersebut. Jika gambar maupun foto tersebut ada dalam sebuah website, ada baiknya setelah meminta izin kita juga harus mencantumkan sumber dari mana gambar tersebut kita peroleh.
Kenapa kita harus meminta izin terlebih dahulu? Menurut pasal 2 ayat 1 UUHC menyebutkan bahwa : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Dalam hal ini, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekslusif untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya. Jadi, untuk kepentingan apapun terhadap gambar atau foto tersebut kita harus meminta izin terlebih dahulu.
Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) tersebut menyebutkan: “Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.”
Jika merujuk penjelasan di atas menyebutkan sumber saja tidak bisa dianggap sudah cukup memenuhi syarat. Kecuali apabila pada website yang gambar atau fotonya diambil memang telah memberi izin bahwa isi website dapat dipergunakan selama tidak untuk kepentingan komersial dan disebutkan sumbernya atau diberi link.
UUHC juga mengatur mengenai penggunaan yang tak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 15 berikut ini:
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang no nkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Berbicara mengenai hak cipta online kita tidak bisa menutup kemungkinan luasnya penyebaran informasi tersebut. Bukan hanya dalam ranah local dan nasional saja, tapi juga bisa lintas negara. Mengingat semakin mudahnya akses internet dan kecepata arus informasi yang luar biasa melalui media internet. Hal tersebut tidak hanya memunculkan beberapa kemungkinan tentang pelanggaran hak cipta saja tapi juga bisa masuk dalam ranah pelanggaran hak merk.
Risa Amrikasari menegaskan ada 3 poin yang perlu diingat dan kita pahami dengan bijak, yaitu :
1. “Linking” bisa membawa masalah ketika kita tak paham benar apa yang kita lakukan. Mungkin kita tak pernah menyadari bahwa satu “link” sederhana hanya karena ingin menyebut sumber bisa membuat kita melakukan pelanggaran hak cipta.
2. “Deep-linking” menghubungkan pengguna langsung ke materi di situs lain, melewati home’s site atau halaman depan situs anda, dan mungkin menimbulkan beberapa pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
3. “Framing Online Content” yang terjadi karena salinan link yang disalin dari website resmi juga bisa menimbulkan pelanggaran hak merek jika kita atau siapapun tidak berhati-hati dalam mempergunakan karya orang lain secara online apalagi mengambil dari situs orang lain.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca dan membuat kita lebih bijak lagi dalam menggunakan materi yang diambil dari website orang lain. Pembaca yang budiman, jangan lupa untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum mengunggahnya untuk kepentingan kita J
Dasar Hukum:
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Sumber :