Manusia dan usaha, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia yang tidak berusaha, berkuranglah kesempurnaannya sebagai manusia. Ada banyak jalan untuk berusaha, menghasilkan sesuatu darinya, menjadi sejahtera, untuk diri pribadi maupun bersama.
Negara merupakan organisasi besar, dituntut untuk memberikan wadah yang legal formal bagi manusia -manusia, rakyatnya, untuk berusaha. Lazimnya sebuah negara, tidak selalu mampu untuk mensejahterakan rakyatnya. Rakyat yang telah sejahtera, dengan penghasilan berlimpah, yang ingin terus dan terus berusaha, disediakan Perseroan Terbatas (PT) sebagai wadah untuk berusaha. Yang menengah, ada Comanditaire Venootschap (CV), yang kecil-kecil saja, tersedia pula Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD).
Kesejahteraan di dunia, semakin lengkap kiranya jika menjadi sejahtera di kehidupan selanjutnya, kehidupan setelah kematian. Sejahtera dan mensejahterakan, dalam lingkup yang lebih besar, dengan pengelolaan yang profesional, agar supaya berkelanjutan, negara memfasilitasinya dengan badan hukum berupa Yayasan.
Fasilitas yang diberikan oleh negara, berupa diterbitkannya UU No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2005 (untuk selanjutnya disebut dengan UU Yayasan). Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan, bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat didirikan oleh satu atau lebih orang perseorangan maupun badan hukum, dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal (Pasal 9 ayat (1)).
Laiknya sebuah badan hukum, wadah untuk berusaha dan “berusaha”, haruslah memiliki kekayaan untuk mencapai maksud dan tujuannya, demikian halnya dengan Yayasan, dalam Pasal 26 ayat (1), diatur, Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Yayasan juga diperbolehkan melakukan kegiatan usaha untuk menunjang maksud dan tujuannya, dengan cara mendirikan badan usaha/ikut serta dalam badan usaha dan tidak boleh membagikan hasilnya kepada Pembina, Pengurus dan Pengawan (Pasal 5 ayat (1) dan (2)). Dengan demikian, kata kunci dari Yayasan ini adalah: bentuk badan hukum, perseorangan ataupun badan hukum, kekayaan yang dipisahkan, dapat berusaha, bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota.
Setelah Yayasan, poin berikutnya adalah BUMN. Mari kita lihat peraturan khusus tentang BUMN, UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (selanjutnya disebut dengan UU BUMN), dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan maksud utama untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya serta mengejar keuntungan (Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 12). Kemudian, mengenai modal pendirian BUMN merupakan dan/atau berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan kapitalisasi cadangan (Pasal 4 ayat (1) dan (2)). BUMN dalam menjalankan kegiatannya dibagi menjadi Perum yang mengemban pelayanan publik dan Persero yang misinya murni mencari keuntungan. Terhadap BUMN yang Persero, juga berlaku ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut dengan UU PT). Dengan demikian, kata kunci dari BUMN adalah: Badan usaha milik negara, seluruh atau sebagian modal dari negara, kekayaan negara yang dipisahkan, APBN, memupuk keuntungan, penerimaan negara.
Berbicara tentang kata kunci BUMN, tidak bisa lepas dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (untuk selanjutnya disebut dengan UU Keuangan Negara). Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1). BUMN merupakan perusahaan negara. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat (pasal 1 angka 5). Modal pendirian BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, dicairkan dari APBN. APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR (Pasal 1 angka 7). Keuntungan yang diperoleh oleh BUMN, selanjutnya disetorkan ke negara sebagai penerimaan negara. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara (Pasal 1 angka 9). Lebih rinci lagi, melalui Pasal 2 UU Keuangan Negara menjelaskan bahwa, Keuangan Negara diantaranya meliputi Penerimaan Negara (huruf c), kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah (huruf g), dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah, yang penjelasan pasalnya adalah, Kekayaan pihak lain meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah (huruf i). Dengan demikian, kata kunci dari UU Keuangan Negara ini adalah: seluruh atau sebagian modalnya dari APBN, kekayaan yang dipisahkan, perusahaan negara, kekayaan pihak lain, Yayasan di lingkungan negara, menggunakan fasilitas negara.
Setelah UU Yayasan, UU BUMN dan UU Keuangan Negara, penyambung berikutnya adalah UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (untuk selanjutnya disebut dengan UU Perbendaharaan Negara). Pasal 1 angka 1 menyebutkan, Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Dengan demikian, kata kunci dari UU Perbendaharaan Negara adalah: pengelolaan, pertanggungjawaban, Keuangan Negara, kekayaan yang dipisahkan, APBN/APBD.
Terakhir, karena BUMN juga mengambil bentuk Perseroan Terbatas, maka menurut Pasal 1 angka 1 UU PT, Perseroan Terbatas dimaknai sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan pelaksananya. PT memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan, yang juga disebut sebagai deviden, dan deviden ini akan diberikan kembali kepada para pemegang saham PT (Pasal 52 ayat 1). Kata kunci dari UU PT adalah: badan hukum, persekutuan modal, perjanjian, saham, deviden, pemegang saham.
Apakah benar bahwa BUMN tidak boleh lagi mengelola Yayasan ?
Saya berangkat dari membaca sekian banyak artikel yang mengemuka di tahun 2009, KPK memangil enam direktur BUMN terkait kepemilikan yayasan di bawah institusinya. Dari beberapa artikel tersebut, Wakil Ketua KPK pada masa itu, Haryono Umar mengatakan, “upaya KPK itu sesuai dengan UU No.16/2001 dan PP No. 63/2008, yang mengatakan Yayasan tidak lagi menginduk BUMN, semua Yayasan milik BUMN sudah diberi waktu sampai dengan Oktober 2008 untuk restrukturisasi agar sesuai dengan UU Yayasan”. UU No.16/2001 tentang Yayasan telah diganti dengan UU No. 28 Tahun 2004 dan PP No. 63/2008 tentang Peraturan pelaksana UU Yayasan diganti dengan PP No. 2 Tahun 2013.
Saya pelajari pengertian dan memaknai aturan yang ada di UU Yayasan serta peraturan pelaksananya, dilanjutkan dengan UU BUMN sebagai induk dari “permasalahan” ini. Karena BUMN merupakan badan usaha milik negara yang bahkan modalnya dipenuhi dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang bersumber dari APBN, dengan demikian, harus juga membaca UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara, dilengkapi dengan UU PT, serta Peraturan Menteri maupun peraturan terkait lainnya. Sampailah saya pada kesimpulan bahwa, memang tidak ada aturan/pasal yang secara gramatikal mengatakan bahwa BUMN tidak boleh mengelola Yayasan, yang ada adalah, pengertian-pengertian yang saling terkait dan melengkapi hingga membentuk kesimpulan bahwa BUMN tidak boleh lagi mengelola Yayasan.
Saya mencoba mengingat mata kuliah Penemuan Hukum, dengan demikian, saya menggunakan teori dan metode yang pernah diajarkan di mata kuliah tersebut. Dalam hal ini, saya menggunakan Metode Penafsiran Ekstensif, yang bersifat memperluas isi pengertian suatu ketentuan hukum, dengan maksud, dengan perluasan tersebut, hal – hal yang tadinya tidak termasuk dalam ketentuan hukum tersebut, sedangkan ketentuan hukum lainnya pun belum ada yang mengaturnya, dapat dicakup oleh ketentuan hukum yang diperluas itu, sehingga masalah – masalah yang ada, dapat dipecahkan dengan menggunakan ketentuan hukum yang isinya telah diperluas melalui penafsiran ini.
Sebagaimana telah dituliskan dimuka mengenai pengertian Yayasan, BUMN, serta keterkaitannya dengan Keuangan dan Perbendaharaan Negara, kenapa BUMN tidak boleh lagi mengelola Yayasan ?
BUMN sebagai badan usaha milik negara, merupakan bagian dari negara, seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara yang kemudian menjadi kekayaan yang dipisahkan yang bersumber dari APBN, itu berarti harta kekayaan BUMN, baik modal maupun keuntungannya, berupa uang ataupun barang, masuk dalam domain Keuangan Negara-perbendaharaan negara, dus, negara sebagai pemegang saham dari BUMN. Tujuan utama didirikannya BUMN Persero adalah memupuk keuntungan, selaras dengan UU PT, negara sebagai pemegang saham, berhak mendapatkan pembagian keuntungan dari apa – apa yang telah dihasilkan oleh BUMN. Keuntungan ini sebagai penerimaan negara yang disetorkan ke kas negara. Sampai pada titik ini, dapat disimpulkan bahwa keuntungan/deviden dari BUMN adalah bagian dari mangkuk besar Keuangan Negara.
Yayasan sebagai badan hukum, kekayaannya dipisahkan dari kekayaan pendirinya yang diperuntukkan untuk mencapai tujuannya. Dus, orang atau badan hukum yang hendak mendirikan Yayasan, ketika Yayasan mendapatkan pengesahannya, demi hukum harta kekayaan pribadinya murni menjadi harta kekayaan Yayasan, termasuklah kemudian laba yang diperoleh Yayasan dari penyertaan modalnya dalam usaha tertentu.
UU Yayasan, tidak membedakan Yayasan (yang dimiliki) pemerintah, dalam hal ini BUMN dengan Yayasan umum/privat. Yayasan yang didirikan oleh BUMN, kekayaannya berasal dari harta BUMN yang notabene bagian dari mangkuk besar Keuangan Negara. Uang maupun aset milik negara, harus diserahkan, dikembalikan dan dikuasai negara. Yayasan yang didirikan oleh BUMN dapat dipastikan akan menggunakan dan menikmati fasilitas yang diberikan oleh BUMN sebagai “induknya”, penggunaan fasilitas yang diberikan oleh negara, melalui BUMN, merupakan bagian dari mangkuk besar Keuangan Negara. Uang maupun aset milik negara, yang digunakan oleh Yayasan BUMN harus diserahkan, dikembalikan dan dikuasai negara. Tapi, jika kembali ke UU Yayasan, sebagai Lex Specialist, ini tidak dapat dilakukan, dengan demikian, potensi hilangnya uang dan aset negara sangatlah besar, dan ini sangat merugikan. Semakin banyak Yayasan BUMN, berbanding lurus dengan semakin banyaknya potensi kehilangan kekayaan negara.
Yayasan berada di ranah umum/privat yang bukan bagian dari negara, yang memiliki harta kekayaannya sendiri. BUMN berada di lingkaran negara, yang harta dan kekayaannya adalah milik negara, ada hak dan kewajiban negara di dalamnya. Yayasan BUMN, sebagian Keuangan Negara akan dipisahkan/dilepaskan pengurusannya kepada individu/privat, sehingga negara tidak lagi memiliki kekuasaan yang nyata terhadapnya. Apabila Yayasan didirikan oleh BUMN, semua perolehan pendapatannya tidak masuk kedalam mangkuk besar Keuangan Negara, karena itu semua akan menjadi harta kekayaan Yayasan. Itulah mengapa BUMN tidak boleh lagi mengelola Yayasan.
Oleh: Elfira Dwiyanti, SH, MKn
SUMBER:
UU NO. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan
UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
UU NO. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
1. Prosedur, Cara dan Syarat Pendirian PT
2. Dapatkah Pegawai Negeri Menjadi Pengusaha? http://bit.ly/JTPkI7
3. Lagi, Ketentuan Apakah PNS Bisa Menjadi Pengusaha?
4. Apakah TNI atau POLRI bisa menjadi pengusaha? (lanjutan)
5. -Bentuk Usaha Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Memiliki SIUP
6. Perubahan Klasifikasi SIUP http://bit.ly/fQ8EVM
7. Konsekwensi penggunaan nama orang lain dalam PT (nominee arrangement)
8. Penempatan Tenaga Kerja Asing Pada PT Non PMA
9. Pendirian Kantor Perwakilan Perdagangan Asing
10. Pendirian Kantor Cabang Bank Asing
11. Inbreng
12. Akuisisi
13. Rapat Umum Pemegang saham Perseroan
14. Prosedur Pendirian PT PMA http://bit.ly/KYFI02
15. Pendirian PT Penanaman Modal Asing (PMA) II http://bit.ly/qiuidc
16. Usaha Home Industri, Makanan, Minuman dan Obat-obatan http://bit.ly/L1pyXX
17. Transaksi Benturan Kepentingan http://bit.ly/P4hFjj