Notaris Dalam Pusaran Revolusi Industri dan Era Disrupsi
(Kongres Notaris Internasional ke 29 di Jakarta)
Banyak dari kita akhir akhir ini mendengar tentang revolusi industri 4.0, sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan revolusi industri 4.0?
Awal mula dari istilah revolusi industri ketika terjadi revolusi industri secara besar-besaran di dunia. Ini merupakan penanda masuk di era ke-4. Revolusi industri sendiri memiliki makna tatanan atau perubahan yang terjadi secara besar-besaran terhadap suatu sistem yang ada dalam tatanan dunia. Hal tersebut ditandai dengan penemuan-penemuan baru yang berdampak pada perubahan perilaku atau pola masyarakat secara besar-besaran.
Revolusi industri sendiri dimulai sejak tahun 1784, dimana pada tahun tersebut adalah tahun Revolusi Industri 1.0. Pada waktu itu, ditunjukkan dengan ditemukannya mesin uap dan alat tenun. Dari munculnya mesin uap dan alat tenun, maka terjadi sebuah perubahan besar dimana penggunaan sumber daya manusia sedikit demi sedikit ditinggalkan. Pada era itu terjadi sebuah gejolak dimana muncul suatu tantangan mengenai perubahan tersebut di tengah masyarakat.
Revolusi Industri 2.0 terjadi pada tahun 1870. Pada tahun tersebut revolusi industri di tunjukkan dengan ditemukannya listrik sehingga terjadi produksi masal yang dilakukan dengan mesin yang dikendalikan dengan listrik.
Revolusi Industri 3.0 terjadi di tahun 1969. Pada era tersebut semua yang dikerjakan serba otomatis karena telah ditemukannya komputer dan alat-alat elektronik. Perubahan pola masyarakat terjadi pada era tersebut dimana pekerjaan yang biasanya dikerjakan secara manual berubah menjadi pola komputerisasi sehingga semua mulai bergerak lebih cepat.
Revolusi Industri 4.0 mulai dikenal dan digunakan saat pameran industri Hannover, Jerman pada tahun 2011. Revolusi industri 4.0 menerapkan konsep automatisasi yang lebih dikembangkan dari era 3.0. Pada era 4.0, inovasi-inovasi yang tercipta dan mulai banyak dikembangkan adalah Big Data, percetakan 3D, Artificial Intelegence (AI), kendaraan tanpa awak, Smart Phone, rekayasa genetika, robot, mesin pintar dan yang paling terkenal adalah IoT (Internet of Things).
IoT atau Internet of Things merupakan inovasi yang memiliki kemampuan untuk menyambungkan dan mempermudah proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor dan manusia melalui jaringan internet. Dari terciptanya inovasi tersebut khususnya IoT, revolusi industri era ini dpat menciptakan networking secara besar-besaran. Terciptanya IoT juga menjadi suatu loncatan besar dalam tatanan dunia sehingga menciptakan ‘Dunia Baru’.
Dari perubahan yang terjadi, mulai dari Revolusi industri 1.0 hingga Revolusi industri 4.0 ada tahapan yang selalu dilakukan. Hal tersebut merupakan sesuatu yang diulang. Pengulangan dilakukan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik lagi. Inovasi yang diciptakan adalah sesuatu yang baru untuk memperbaiki sistem sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.
Dari adanya pengulangan, akan muncul sesuatu yang terbaik, hingga muncul sebuah inovasi baru. Hal ini disebabkan karena adanya suatu perubahan yang disebut dengan Disruption atau disrupsi. Itu merupakan penggunaan cara baru atau pola baru untuk meninggalkan cara lama sehingga terciptanya sebuah tatanan baru yang disebut dengan ‘Dunia Baru’. Disrupsi sendiri menyebabkan perusahaan atau seseorang menjadi lebih baik, lebih unggul dengan mempertimbangkan keadaan agar tidak ‘mati’ di tindas zaman.
Seiring dengan maraknya perbincangan soal Revolusi 4.0, disrupsi merupakan salah satu bahasan juga yang mengiringinya. Disrupsi, kini menjadi kata yang paling sering disebut dalam beberapa tahun terakhir. Ini berlangsung saat banyak orang mengalami kebingungan atas terjadinya perubahan besar di segala sektor, baik itu dari sektor ekonomi, perdagangan, pertahanan keamanan, teknik industri dan juga terhadap hukum yang mengatur semuanya. Pembicaraan ini juga disejajarkan dengan dimulainya revolusi industri keempat yang mengarahkan masyarakat dunia pada era baru. Hal tersebut juga turut dibicarakan dalam gelaran Kongres Notaris Dunia yang dihadiri sekitar 89 notaris dari puluhan negara anggota International Union of Notaries (UINL). Salah satu temanya adalah tentang tantangan di era revolusi industri 4.0 yang harus dihadapi para notaris di seluruh dunia.
Dunia kini banyak membicarakan tentang dimulainya revolusi industri keempat, yang sering disebut sebagai Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang mengarahkan pada penduduk dunia kepada era baru, yaitu Internet of things (IoTs). Revolusi Industri 4.0 ini digunakan untuk menyebut era otomatisasi dan pertukaran data, termasuk juga sistem cyber-physical, hal-hal terkait dengan internet, penggunaan cloud computing dan cognitive computing.
Era Revolusi Industri 4.0 dan society 5.0 tersebut menciptakan tantangan baru atas terjadinya fenomena globalisasi, digitalisasi serta perlindungan data. Professor Rheinald Kasali dalam penjelasannya mengenai Disruption, menyebutkan disrupsi merupakan fase ketiga dari 3 jenis perubahan, yaitu: iteration (pengulangan), innovation (menciptakan suatu hal yang baru), dan yang terakhir barulah disruptions (inovasi sehingga cara-cara yang lama tiba-tiba menjadi obsolete atau ketinggalan).
Fenomena disrupsi ini sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir di mana para notaris di Indonesia mulai dibebani dengan berbagai tugas baru yang semula menjadi tugas-tugas administrasi instansi lain. Seperti, kewajiban mengenal beneficial owner dari perusahaan yang didirikannya, dianggap sebagai gateaway sehingga dibebani kewajiban melakukan pelaporan transaksi mencurigakan melalui aplikasi GRIPS, melakukan berbagai verifikasi materiil terhadap pendaftaran hak tanggungan secara elektronik, fidusia online, pendaftaran badan hukum dan badan usaha secara online, sampai dengan memahami konsep maksud dan tujuan perusahaan yang akan dibuatkan akta pendiriannya agar selaras pada saat pendaftaran perijinannya nanti melalui system Online Single Submission (OSS).
Apa Kata Presiden Joko Widodo Terkait Revolusi 4.0 dan Era Disrupsi?
Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam sambutan pembukaan Kongres ke-29 Notaris Dunia yang digelar di Jakarta Convention Center, Kamis, 28 November 2019 yang baru lalu, menyatakan bahwa revolusi industri 4.0 menghadirkan disrupsi di hampir seluruh negara, termasuk negara-negara anggota UINL, dan memunculkan tantangan baru yang harus dihadapi bersama. Kongres Internasional Notaris yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh sekitar 1.500 orang notaris dari dalam maupun luar negeri. Peserta kongres, merupakan anggota dari Union International of Notaries (UINL) yang beranggotakan 89 negara yang tersebar di seluruh dunia. Gelaran yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo ini diadakan untuk menjaga keberadaan profesi notaris di era revolusi industri 4.0, serta menjawab secara jelas tantangan-tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh para notaris di seluruh dunia ke depannya.
Dalam pidato pembukaannya, Jokowi memaparkan tentang Artificial Inteligent yang telah merombak secara mendasar proses produksi di era industri 4.0. Menurutnya, dalam hal ini, semua negara terkena dampak dari era disrupsi, termasuk 89 negara yang menjadi anggota UINL. Disrupsi menghadirkan tantangan baru dan besar. Dimana pemerintah, pelaku bisnis dan juga kalangan notaris harus mengubah proses pemerintahan , bisnis dan budaya kerja perusahaan di semua sektor. Pada era ini, pemerintah harus bergerak lebih lincah dan cepat, karena persaingan yang cukup sengit. Ia menganalogikannya dengan menggambarkan bahwa yang cepat akan mengalahkan yang lambat. Sedangkan, yang cepat beradaptasi dengan teknologi akan mengalahkan yang gagap teknologi.
“Karena itu birokrasi pemerintahan harus mengubah cara kerjanya dari yang manual menjadi yang digital. Dari pelayanan birokrasi yang ruwet dan lama, menjadi pelayanan yang sederhana dan cepat. Cara cepat untuk mengubah birokrasi pemerintahan kerja yang rutinitas, monoton adalah dengan penggunaan inovasi teknologi. Disrupsi teknologi, bisa kita manfaatkan untuk mengubah bisnis dan budaya kerja yang sudah bertahan bertahun-tahun. Inovasi teknologi bisa membuat yang dulunya lambat, ruwet, dan berbelit-belit menjadi lebih sederhana dan cepat.”
Salah satu contohnya, dalam 4 tahun terakhir ini Jokowi selalu mengupayakan agar kemudahan berusaha di Indonesia semakin membaik. Salah satunya melalui system OSS. Dimana sistem perijinan sudah terintegrasi secara elektronik guna mempermudah izin bagi investor. Sehingga untuk mengurus izin tidak lagi butuh waktu berbulan-bulan tapi harus bisa dalam hitungan jam. Contoh lagi, inovasi dalam layanan administrasi hukum, AHU online di Kementrian Hukum dan Ham. Layanan ini bisa memangkas waktu pelayanan, mengurangi tumpukan dokumen, dan bisa diakses dari mana saja. Legalisasi yang dulu dilayani 3 hari sekarang bisa menjadi 3 jam. Satu lagi contohnya yaitu, keseluruhan proses yg diperlukan dalam pengesahan PT hanya memakan waktu 7 menit. Selain untuk percepatan legalisasi elektronik, ada juga inovasi teknologi yang bisa mengakomodir hampir semua kegiatan kenotarisan. Pelayanan kenotarisan yang dilayani secara online, seperti pembayaran penerimaan negara bukan pajak, secara autodebet untuk notaris. Selain itu juga inovasi teknologi terkait dunia notaris yang meliputi ujian pengangkatan notaris, registrasi pengangatan notaris, hingga panduan bagi notaris yang belum memiliki username dan password.
Jokowi berharap, selain pemerintah, kalangan bisnis dan pegusaha juga harus berubah. Menurutnya, saat ini proses bisnis juga masuk di dunia digital. Semua bisa dilakukan serba online. Pelaku usaha, utamanya UMKM bisa meningkatkan nilai tambah dengan masuk ke dalam rantai pasok global melalui dunia digital. Untuk mendukung perkembangan ekonomi digital sejak 2015, pemerintah juga telah melakukan investasi infrastruktur konektivitas digital yang cukup besar dengan membangun serat optic sepanjang 12.128 km yang dinamai sebagai Palapa Ring. Menurut Jokowi, sejak Oktober lalu, sudah tersambung dari Indonesia Barat sampai Indonesia Timur. Sehingga dengan adanya jalan tol internet ini, seluruh kabupaten dan kota di Indonesia terhubung dengan internet. Diharapkan dengan adanya jaringan tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung produktifitas kegiatan, inovasi maupun kreasi yang positif.
Perkembangan ekonomi digital harus didukung dengan ekosistem yang baik. Untuk sistem regulasinya, oleh Jokowi dinilai ketinggalan dengan perubahan teknologi yang cepat. Sepert contohnya, kehadiran fisik pada saat pembuatan akta otentik. Hal ini seharusnya bisa dimungkinkan dengan pemanfaatan teknologi, seperti video call maupun video converence. Inovasi teknologi juga memungkinkan untuk bisa melakukan tanda tangan dengan elektronik tanpa kehilangan bukti outenticnya. Oleh karena itu, Jokowi berharap layanan kenotariatan, seharusnya bisa lebih adaptif dengan perkembangan teknologi.
“Kalau dulu, tas notaris isinya bolpen, cap notaris, materai, sekarang harusnya ada laptop, tablet yang terkoneksi internet. Sehingga kalau ada apa-apa bisa langsung diurus secara online. Ini harus segera dimulai. Saya paham, mungkin perubahan teknologi yang kadang begitu cepat susah diikuti oleh penggunanya. Kalau notaris tidak berubah, maka akan ditinggalkan oleh klien.”
Selaku tuan rumah kongres notaris dunia, Jokowi berharap dapat dilakukan pertukaran ide, gagasan dan pengalaman. Sehingga dari kongres ini dapat dihasilkan terobosan baru, inovasi baru yang bisa meningkatkan kualitas notaris di era disrupsi ini.
Setiap revolusi industri sebetulnya adalah proses yang rumit dengan pengaruh luar biasa dalam masyarakat. Melihat pola sejarah, akan terjadi perubahan besar di dunia ini. Jutaan pekerjaan lama yang semula mapan, yang semula diandalkan oleh kakek-nenek bahkan ayah-ibu kita akan menghilang. Jutaan pekerjaan baru yang tak terpikirkan oleh kita akan muncul. Semoga kita dapat menyikapi hal tersebut dengan optimis.
*****
Pidato lengkap Bp Presiden Joko Widodo bisa di lihat di sini dan di sini