Tanah merupakan salah satu aset berharga yang bernilai tinggi bagi masyarakat khususnya di Indonesia. Pada zaman Hindia Belanda, kepemilikan atas tanah masih dikuasai oleh penjajah. Hal ini karena saat itu Belanda masih menduduki Indonesia sebagai tanah jajahannya.
Pada saat itu, masyarakat Indonesia merasakan kesengsaraan atas tanah miliknya yang tidak boleh diakui. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki bukti otentik terhadap tanah miliknya tersebut. Tanah yang tidak dapat dibuktikan status kepemilikannya dengan surat pembuktian resmi dianggap sebagai tanah milik negara.
Barulah setelah dibentuk Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang akrab disebut UUPA, masyarakat Indonesia mulai bersenang hati, akhirnya penantian panjangnya untuk mendapatkan status kepemilikan atas tanahnya berbuah manis. Dengan lahirnya UUPA telah menghapuskan kebijakan-kebijakan pemerintah saat di era kolonial Belanda tentang .
Status kepemilikan terhadap sebidang tanah menjadi hal yang sangat penting. Bukti kepemilikan tanah harus tertuang didalam sertifikat yang dikeluarkan oleh . Tanah yang bersertifikat ini bukan hanya statusnya yang memiliki kepastian hukum, namun juga memiliki daya jual yang tinggi dibandingkan tanah-tanah lain yang statusnya masih tidak jelas.
Pendaftaran status kepemilikan tanah ini bukan hanya diincar oleh perorangan, perusahaan yang merupakan badan hukum pun diperbolehkan untuk mendaftarkan tanah miliknya untuk dijadikan sebagai aset perusahaan. Sebagaimana yang diatur di dalamNOMOR 5 TAHUN 1960 Pasal 4 UUPA bahwa “tanah dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”. Namun dalam hal ini terdapat perbedaan antara kepemilikan untuk perorangan dan perusahaan.
Baca juga ;
Perusahaan merupakan badan hukum, namun dalam hal kepemilikan tanah di Pasal 21 UUPA hanya badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah yang mempunyai hak milik atas tanah. Penjelasan mengenai badan hukum apa saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah dijelaskan di dalam tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai .
Meski hanya badan hukum tertentu yang dapat memperoleh hak milik atas tanah, namun bukan berarti badan hukum lain seperti perusahaan swasta, koperasi, yayasan dan badan hukum lainnya (selain dari yang ditetapkan dalam ) tidak mendapatkan pengakuan atas tanah. Badan hukum tersebut tetap memperoleh haknya yaitu dan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai.
Masing-masing hak tersebut memiliki arti yang berbeda. Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan usaha di atas tanah milik negara yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Guna Usaha dengan jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Contoh kegiatan usaha yang bisa dilakukan seperti perkebunan atau juga usaha pemancingan.
Sedangkan adalah hak yang diberikan oleh negara kepada perusahaan untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam hal ini tanah tersebut bisa saja milik negara atau perseorangan, yang dibuktikan dengan sertifikat hak milik dengan jangka waktu pemberian hak paling lama 30 tahun yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan. Misalnya sebuah perusahaan A berbadan hukum, membuka tempat usahanya di atas tanah milik si A yang dibuktikan dengan sertifikat hak milik (atas nama si A), lalu perusahaan B mendirikan bangunan di atas tanah milik A, maka status kepemilikan perusahaan B adalah Hak Guna Bangunan atas bangunan perusahannya di atas tanah milik si A tersebut.
Hak Pakai adalah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 41 UUPA yaitu hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah milik negara ataupun milik seseorang dengan jangka waktu yang tak terbatas[MA1] . Tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan tanah dengan pemberian Hak Pakai, artinya siapun yang diberikan hak pakai atas tanah tersebut, dapat menggunakannya untuk diri sendiri atau dipergunakan untuk usaha. Hak pakai ini bisa diberikan secara cuma-cuma, bisa juga dengan bayaran sesuai kesepakatan.
Dengan lahirnya UUPA telah memberikan kejelasan untuk status kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat. UUPA merupakan aturan dasar yang mengatur mengenai pertanahan di Indonesia, namun dengan perkembangan zaman, lahirlah aturan-aturan baru baik yang tertuang menjadi sebuah Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah yang telah dirancang sedemikian rupa mengikuti kebutuhan yang berhasil menyempurnakan aturan mengenai status kepemilikan tanah yang dapat dijalankan oleh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi dirugikan ataupun dibingungkan dengan status kepemilikan tanah atau bangunan miliknya.
Referensi
1.
2