Sejak berlakunya Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), maka notaris dan para pelaku usaha sudah tidak bisa santai-santai atau menunda-nunda lagi untuk melakukan pendaftaran dari setiap akta yang dibuatnya. Karena sejak adanya UUPT tersebut:
1. Untuk pendirian, jika lewat dari 60 hari sejak tanggal pendirian tidak segera diajukan
pengesahannya ke Departemen Hukum dan HAM RI (Depkumham), PT yang
bersangkutan harus segera melikuidasi atau membubarkan diri (pasal 10 ayat 1 dan
ayat 9)
2. Untuk perubahan anggaran dasar, baik yang harus mendapat pengesahan, yang harus dilaporkan maupun yang harus di beritahukan, maka dalam waktu 30 hari sejak penanda-tanganan akta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) nya (pasal 23 UUPT).
Sebenarnya dari kalimat dalam UUPT sudah jelas mengenai adanya jangka waktu dimaksud. Namun, yang menjadi permasalahan di sini pada waktu berhadapan dengan sistem elektronik di dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) pada Depkumham adalah: Jangka waktu tersebut mulai dihitung sejak tanda-tangan akta, tapi sejak kapan jangka waktu tersebut berakhir?
Karena pada waktu berhadapan dengan mesin, perhitungan jangka waktu tersebut menjadi “zakelijk” artinya tidak bisa mempertimbangkan hal-hal lain di luar waktu baku yang sudah ditetapkan oleh UUPT. Masalahnya, dalam melakukan pendaftaran di dalam Sisminbakum, para notaris ataupun staffnya sering menemukan kendala yang bersifat sistem.
Misalnya: Notaris A yang hendak melakukan pendaftaran akta perubahan anggaran dasar PT X (tanggal 1 November). Pada waktu entry data (tanggal 21 November), ada kendala dari pihak sistem, dimana PT X tersebut belum di terdaftar dalam Sistem (hal ini karena pada waktu perubahan sistem manual ke elektronik, ada beberapa PT yang memang belum terdaftar dalam sistem). Untuk itu, notaris yang bersangkutan harus melakukan pendaftaran akta dimaksud ke dalam sistem, yang di istilahkan dalam Sisminbakum sebagai: “entry data”.
Setelah data tersebut di entry oleh petugas (biasanya memakan waktu sekitar 1 minggu sampai 10 hari). Setelah hari ke 10 (yang berarti tanggal 1 Desember), pada waktu bisa dilakukan akses atas PT X tersebut, ternyata akta dinyatakan sudah Expired oleh Sistem. Artinya, pada tanggal 1 Desember tersebut, PT X harus melakukan RUPS ulang.
Itu hanya merupakan salah satu contoh yang berlangsung dalam praktek. Hambatan-hambatan lainnya masih bervariasi. Kadang masalah kepada perubahan yang dikehendaki adalah perubahan jenis perseroan. Pada waktu di klik, ada feed back dari sistem yang intinya menyatakan bahwa: perubahan jenis Perseroan bukan termasuk yang dipilih, jadi tidak bisa dilanjutkan aksesnya jika item tentang perubahan jenis Perseroan tersebut tidak di hilangkan dari item yang dirubah. Padahal, maksud dari laporan tersebut adalah permohonan pengesahan mengenai perubahan jenis Perseroan. Akhirnya terpaksa dibuatkan surat kembali ke pada Dirjen Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) untuk meminta agar perubahan jenis perseroan tersebut bisa di entry dalam sistem.
Hal ini sangat mengganggu bagi para Notaris, karena Notaris harus berhadapan dengan para klien, yang kadang tidak mau tahu mengenai keterbasan yang bersifat administrasi dalam Sisminbakum di Depkumham. Yang paling repot lagi, jika harus dilakukan RUPS kedua untuk acara jual beli saham, dimana para pemegang saham yang lama merasa sudah tidak berkepentingan lagi dengan PT dimaksud (karena sudah menjual sahamnya), sehingga tidak mau hadir.
Masalah-masalah ini akhirnya dijembatani oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang diprakarsai oleh pengurus INI Jakarta Pusat, dimana pada tanggal 25 Nopember 2008 yang lalu bertempat di Hotel Sahid Jakarta, dibuat suatu seminar/pertemuan setengah hari. Pada pertemuan yang di ikuti oleh sekitar 270 orang Notaris di sekitar Jabodetabek, yang bertindak selaku Pembicara dan moderator selain para notaris senior Bp. Amrul Partomuan , SH, LLM, Bp. PSA. Tampubolon, dan Bp. Ferdian, SH juga hadir dari Ibu Cholilah, SH dan Bp. Pranowo dari Depkumham serta Direktur PT. Sarana Rekatama Dinamika (SRD). Pada kesempatan tersebut dibuat suatu persamaan persepsi mengenai jangka waktu dan kendala-kendala yang timbul di lapangan mengenai proses pendaftaran di Sisminbakum tersebut.
Hasil dari seminar/pertemuan tersebut, terdapat hal-hal yang disepakati dan disamakan presepsinya, yang mana intinya adalah sebagai berikut:
Pertama:
Dalam proses pembuatan akta Notaris sampai dengan pendaftaran aktanya pada Depkumham, harus dipisahkan antara:
a. perbuatan hukumnya
b. perbuatan administratifnya.
Artinya, jika suatu akta RUPS misalnya yang sudah dibuat secara sah, memenuhi tata cara pemanggilan yang sah sesuai dengan undang-undang, dan memenuhi jumlah quorum yang dipersyaratkan, maka akta tersebut adalah sah dan tetap berlaku (mengikat para pihak). Karena akta tersebut memiliki fungsi konstitutif, yang merupakan alat bukti telah terjadinya suatu perbuatan hukum. Jadi, walaupun karena masalah administratif mengakibatkan batas waktu pendaftarannya berakhir. Jadi, apabila jangka waktu pendaftarannya berakhir, hanya syarat administratif saja yang tidak terpenuhi. Namun demikian, akta tersebut tetap sah dan tidak batal begitu saja.
Jika harus dibuatkan RUPS baru, maka akta yang dibuat adalah RUPS yang menegaskan keputusan RUPS sebelumnya, dengan mencantumkan alasan dibuatnya RUPS tersebut karena berakhirnya jangka waktu pendaftarannya.
Kedua:
Berbeda dengan jangka waktu untuk RUPS perubahan (baik yang membutuhkan pengesahan, pelaporan ataupun pemberitahuan), untuk akta pendirian, jika jangka waktu 60 hari sudah lewat, maka tidak bisa dibuatkan akta Penegasan mengenai pendirian PT dimaksud, melainkan harus dibuatkan akta Pendirian yang baru. Karena akta PT yang sudah bubar tidak bisa di tegaskan kembali.
Untuk nama, dapat dipakai nama PT yang sebelumnya, tanpa diberikan embel-embel apapun. Cukup dilakukan dengan cara pemesanan nama dan seterusnya seperti halnya pendirian PT yang baru.
Ketiga:
Penghitungan batas waktu 30 hari untuk pendaftaran akta perubahan suatu PT yang semula berakhirnya terhitung sejak tanggal diperolehnya FIAN selesai (selesai melakukan entry data FIAN). Namun, sejak tanggal 17 Nopember 2008 yang lalu di ubah menjadi berakhirnya terhitung sejak tanggal pendaftaran (tanggal akses FIAN). Artinya, pada saat Notaris sudah mendapatkan nomor kendali FIAN, maka batas waktu 30 hari tersebut sudah terpenuhi. Sehingga, selanjutnya tinggal proses administratif saja.
Ke-empat:
Untuk penyesuaian anggaran dasar yang diikuti dengan materi Rapat yang membutuhkan pelaporan/pemberitahuan kepada Menteri, seperti: perubahan susunan pengurus ataupun perubahan susunan pemegang saham, dahulu harus dilakukan akses FIAN-2 yang dilanjutkan dengan FIAN-3. Hal ini sering mengakibatkan ditolaknya tanggal akta oleh sistem, karena berakhirnya jangka waktu. Padahal untuk mengakses FIAN-3 tersebut, Notaris harus menunggu FIAN-2 memperoleh Tidak Keberatan Menteri (TKM).
Sekarang, untuk mencegah hal tersebut terjadi dan mempermudah dari sisi administrasi, maka cukup dilakukan satu kali akses saja, yaitu FIAN-2. Dimana FIAN-2 yang merupakan pengesahan anggaran dasar, dapat sekaligus mengesahkan perubahan susunan pengurus ataupun perubahan susunan pemegang saham tersebut.
Pada kesempatan tersebut, pihak Depkumham dan SRD mengakui adanya beberapa hambatan mereka dalam memproses pendaftaran akta dari para notaris. Hambatan mana disamping dari sisi Sumber daya manusia yang terbatas (hal mana sudah dilakukan rekrutmen dan pelatihan yang sistematis) juga mengenai masalah penafsiran dari suatu undang-undang. Disamping itu juga ada hambatan lain yang bersifat non teknis, yaitu karena pihak SRD sedang mengalami kendala dari sisi internal mereka yang sedang menjadi perbincangan hangat di media-media.
Oleh karena itu, masalah Notaris untuk pengadaan RUPS ulang sehubungan dengan telah berakhirnya jangka waktu, masih sedang di godok, apakah harus dilakukan oleh seluruh pemegang saham, ataukah cukup Direksi yang melakukan penegasan dalam akta Penegasan RUPS yang sudah berlangsung.
Kita tunggu saja kabar selanjutnya.
Selamat malam Mbak Irma
Terima kasih infonya berguna sekali bagi kami notaris di daerah seperti saya karena mau telp ke Departemen susah banget.
Mbak saya punya masalah dengan salah nge-klik fian, saya terlambat baca postingan Mbak Irma terutama poin yang keempat..mestinya saya pilih fian 2 saja tapi saya pilih fian 2 dan fian 3.
Kalau mau mengembalikan dari awal pemilihan fian bagaimana? Dengan surat ke Dirjen AHU? Ada teman yang mengalami hal serupa tapi sampai 1 bulan tidak ditanggapi.
Mohon bantuan informasinya.
Terima kasih
vita-yogyakarta
Selamat malam Mbak Irma,
Saat ini saya dan beberapa teman ingin mendirikan usaha klinik. Kami bersama2 menyetor modal untuk usaha ini. Menurut beberapa notaris yang sudah kami temui mereka menyarankan akta pendirian yayasan sementara tujuan kami usaha ini bukan bergerak dibidang sosial semata2 namun komersial juga. Mohon saran Mbak Irma untuk akta pendiriannya
1. apakah dalam bentuk Yayasan ataukah PT
2. Adakah konsekuensi hukumnya bila akta pendiriannya adalah PT.
Sebelumnya kami mohon terimakasih atas informasinya.
Salam
LVRA
Selamat malam mbak Irma…boleh saya bertanya sedikit?. Didalam pendirian PT. Apakah seorang komisaris utama ( yg juga adalah pemegang saham mayoritas ) dapat duduk sebagai Direktur Utama?
Mohon sekali bantuan informasinya mengenai hal ini.
Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas perhatiaannya.
Sincerely,
Elita
JAWAB:
Mbak elita, Tidak boleh komisaris merangkap jabatan jadi Direktur. Karena kalau dalam negara ibaratnya komisaris adalah MPR nya, kemudian DIrektur adalah presidennya. Tidak boleh pengawas merangkap jadi pelaksana. salam hangat,