Take a fresh look at your lifestyle.

Badan Hukum Pendidikan Sebagai Wadah Pelaksanaan Pendidikan Formal

2,968

Dalam Up grading Rapat Pleno Pengurus Pusat yang diperluas Ikatan Notaris Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juli 2009 sampai dengan tanggal 1 Agustus 2009 di Hotel Borobudur kemarin, dibahas berbagai wacana mengenai topic-topik yang sedang hangat menjadi sorotan dan perlu diketahui oleh para notaries. Dalam topic tersebut, yang menjadi primadona adalah pembahasan mengenai Badan Hukum Pendidikan (BHP).

Pada kesempatan tersebut, yang juga dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional Bp. Prof. Dr.Bambang Sudibyo beserta team, yang dimotori oleh Bp. Prof Dr. Johannes Gunawan, SH, LLM. Dari pihak Ikatan Notaris, Bp. Dr. Habib Adjie (notaries Surabaya), Ibu Prof. Dr. Herlien Budiono (Notaris Bandung) dan Bp. Widijatmoko (Notaris jakarta) juga menjelaskan mengenai teknis pembuatan akta BHP. Untuk mempermudah bagi pembaca dalam memahami paparan tersebut, maka akan saya bagi dalam beberapa kali pembahasan, dimana ilustrasi-ilustrasi yang ada merupakan tambahan saya pribadi untuk mempermudah dalam mendapatkan pengertian mengenai pembahasan dimaksud.

PROF. Dr. BAMBANG SUDIBYO – MENDIKNAS

Alasan dibentuknya BHP:

1. Di amanatkan oleh UU Sisdiknas (No. 20/2003) à sebenarnya harusnya akhir th 2005 sudah dilahirkan UU BHP tersebut. Jadi, sejak th 2003 depdikbud sudah mulai menggarap RUU BHP.Pasal 53 ayat 1, ayat 4 (diatur oleh UU)

2. UU no. 28.2004 tentang yayasan

Kenapa di dalam UU Sisdiknas mengamanatkan untuk pendirian suatu BHP ? Tujuannya adalah:

1. Pemberian otonomi optimal kepada satuan pendidikan, dimana otonomi tersebut harus di imbangi
dengan tuntutan akuntabilitas yang setimpal ada 2 tingkatan otonomi:
a. tingkat daerah
b. tingkat pusat

2. Demokratisasi satuan pendidikan
3. Menghilangkan diskriminasi kelembagaan antara satuan pendidikan negeri dan swasta.
Karena selama ini ada perbedaan perlakuan terhadap swasta dan yang bukan. Dengan adanya BHP,
maka hal tersebut akan diminimalisir.

Pada dasarnya, jenis BHP ada 2 macam, yaitu:bhp

1. BHP penyelenggara
Dalam suatu Perkumpulan atau Yayasan yang menyelenggarakan satuan pendidikan, misalnya  SD/SMP/ SMA, maka yang berbadan hukum adalah Penyelenggaranya  Suatu penyelenggara pendidikan swasta yang sudah ada, dapat diakui sebagai BHP. Syaratnya adalah: penyelenggara pendidikan tersebut menjalankan fungsi2 dari BHP.

Jadi, konkritnya begini:

Misalnya ada suatu yayasan, katakanlah namanya “Yayasan Tumbuh” merupakan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Jika yayasan tersebut sudah didirikan atau sudah disesuaikan seluruh anggaran dasarnya sesuai dengan UU Yayasan No. 16/2001 juncto UU No. 28/2004, maka yayasan tersebut tetap dapat menyelenggarakan usaha di bidang pendidikan dan dalam waktu 6 tahun wajib menyesuaikan tata kelolanya sesuai dengan tata kelola BHP. Namun, jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka yayasan tersebut tidak boleh menyelenggarakan usaha di bidang pendidikan.

Kenapa diberikan kebijakan tersebut? 57044
Bp. Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa hal ini dilatar belakangi karena adanya suatu kenyataan di masyarakat dimana sudah eksis begitu banyak perkumpulan2 yang berbadan hukum maupun yayasan yang sudah berbadan hukum dan bergerak di bidang pendidikan, contohnya antara lain: PP MUHAMADIYAH, Yayasan Trisakti, Yayasan Supersemar, dll. Pada waktu akan diundangkannya aturan mengenai BHP tersebut, beberapa perkumpulan maupun yayasan yang sudah menyelenggarakan usaha di bidang pendidikan formal tersebut mengajukan petisi agar mereka tetap diakui sebagai penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, dibuat kebijakan tersebut oleh pemerintah.

Untuk BHP Penyelenggara tersebut diberikan juga opsi untuk berubah menjadi BHP satuan pendidikan.

2. BHP satuan pendidikan

Untuk BHP satuan pendidikan, maka yang berstatus sebagai badan hukum (BHP) adalah satuan pendidikannya, contohnya: UI, UGM, UNAIR, UNDIP, UNPAD. Untuk bentuk ini, terdiri dari:
a. BHPP : untuk satuan pendidikan negeri
b. BHPD: untuk satuan pendidikan negeri daerah
c.BHPM : untuk satu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat umum

Anggaran Dasar BHP negeri (BHPP dan BHPD) dituangkan dalam Peraturan Pemerintah atau peraturan kepala Daerah, sedangkan anggaran dasar BHPM dibuat dalam bentuk akta notaries yang berbahasa Indonesia.

Bagaimana Proses Teknis Pendirian BHP Masyarakat?

Proses pendirian BHPM adalah sebagai berikut:

1. Studi Kelayakan

Calon pendiri/penyelenggara membuat studi kelayakan untuk mendirikan BHP formal untuk suatu jenis satuan pendidikan. Contohnya: kalau mau mendirikan SD di wilayah cijantung, di hitung kemungkinan jumlah muridnya, kurikulum yang akan dibuat, tata tertib dan calon pengajarnya siapa saja, bangunannya ada di mana dengan status apa, dan lain sebagainya. Jadi dengan ketentuan tersebut, bisa dikatakan bahwa seseorang tidak boleh mendirikan BHP dulu, baru berpikir akan mendirikan sekolah apa. Tapi sebaliknya, orng tersebut harus merencanakan secara matang dulu jenis pendidikan apa yang akan diselenggarakan di suatu tempat (berikut seluruh sarana penunjangnya), baru bisa mengajukan BHP.

2. Rancangan Anggaran Dasar

Setelah ada studi kelayakan, maka calon pendiri dengan membawa hasil Sutdi kelayakan tersebut dapat datang ke Notaris setempat untuk melakukan konsultasi, serta menyampaikan data-data pendirian badan hukum yang standard (seperti halnya PT), contohnya KTP para pendiri.Oleh Notaris yang bersangkutan akan membuatkan draft (rancangan) anggaran dasar BHP yang akan di dirikan, dengan pengajuan calon nama BHP dimaksud.

3. Permohonan persetujuan rancangan anggaran dasar

Draft rancangan akta dimaksud beserta dengan proposal studi kelayakan diajukan ke Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi untuk diperiksa.

4. Pembuatan akta pendirian BHP

Jika syarat-syaratnya dipenuhi dan proposal studi kelayakan tersebut disetujui, maka Notaris dapat membuat akta pendirian BHP dimaksud dan ditanda-tangani oleh calon pendiri. Notaris dalam hal ini tidak hanya bertugas untuk membuat akta pendirian yang juga merupakan anggaran dasar BHP, melainkan juga sekaligus membuat anggaran rumah tangga (ART) BHP dimaksud.

5. Pengesahan Anggaran dasar BHP

setelah semua lengkap, maka notaries dapat mengajukan permohonan pengesahan anggaran dasar BHP tersebut pada Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. setelah mendapat pengesahan dari Mendiknas tersebut, maka BHP dimaksud menjadi berstatus badan hukum.

Akta pendirian BHP swasta harus disetujui mendiknas. Dalam hal mendiknas tidak memberikan persetujuannya karena adanya pertentangan antara UU BHP dengan UU Sisdiknas, maka anggaran dasar tersebut tidak bisa di sahkan.

Dalam kesempatan tersebut, Bpk Mendiknas juga menjelaskan bahwa Pemerintah pusat dan pemda berkewajiban untuk menjamin terlaksananya program wajib belajar selama 9 tahun (tingkat SD dan SMP). Oleh karenya, pada sekolah/madrasah negeri untuk tingkat pendidikan dasar harus bebas dari segala pungutan (gratis). Sedangkan untuk sekolah swasta, Pemerintah menanggung biaya operasional sekolah (BOS) untuk tingkat pendidikan dasar untuk jumlah yang sama dengan negeri. Pungutan yang diberlakukan oleh pihak sekolah swasta dimaksud hanya boleh untuk menutupi kekurangan biaya operasional. Karena biaya operasional ditanggung/dijamin oleh pemerintah plus minus 1/3 dari total biaya operasional.

Melihat dari aturan tersebut, maka UU BHP yang merupakan aturan khusus (lex spesialis) dari UU Sisdiknas sebenarnya lebih menjamin ke swasta, dibandingkan UU Sisdiknas yang bersifat generalis.

Apakah BHP Bersifat Komersial? 57244

Mengenai hal tersebut, oleh Bpk Mendiknas ditegaskan bahwa BHP harus bersifat nirlaba, dan apabila terdapat sisa hasil usaha ataupun keuntungan yang diperoleh, maka keuntungan tersebut wajib ditanamkan kembali ke dalam BHP dimaksud, menjadi tambahan sarana ataupun prasarana sekolah, seperti: computer, pembangunan ruang laboratorium, penyediaan buku2 di perpustakaan dll. Atau dengan kata lain, para pendiri ataupun penyelenggara BHP tidak boleh mendapatkan pembagian atas keuntungan tersebut. Sanksinya adalah: ancaman 5 th penjara atau denda

Dengan demikian, maka tidak cocok jika penyelenggara pendidikan berbentuk PT. Sebab PT pada dasarnya berorientasikan kepada perolehan keuntungan yang dapat dibagikan. Sedangkan BHP harus murni bersifat non profit seperti halnya Yayasan. Oleh karena itu, ada wacana dari Depdiknas yang menyatakan bahwa dalam waktu dekat, penyelenggara pendidikan formal yang berbentuk PT harus di likuidasi dan berubah menjadi BHP.

Tidak benar jika dikatakan bahwa BHP bersifat komersial karena ada jaminan bagi peserta didik miskin yang qualified untuk memperoleh:
a. minimal 20% kursi dari total jumlah murid yang diterima dalam sekolah/perguruan tinggi yang
berbentuk BHP tersebut.
b. beasiswa atau bantuan biaya pendidikan dari pemerintah dalam bentuk BOS misalnya.

Disamping jaminan dimaksud, Bpk Mendiknas juga menegaskan bahwa pungutan terhadap peserta didik untuk satuan pendidikan negeri dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Pendidikan Dasar (SD dan SMP): harus bebas pungutan
b. Untuk pendidikan Menengah dan pendidikan tingi, terbagi dalam 2 kategori, yaitu:
– untuk kepentingan biaya investasi sekolah: harus bebas pungutan
– untuk biaya operasional sekolah, maka pungutan maksimal 1/3 (satu per tiga) dari total pengeluaran
sekolah. Karena sisanya ditanggung oleh pemerintah.

BHP untuk pendidikan tinggi boleh melakukan investasi bermotif laba, asalkan seluruh keuntungan yang diperoleh digunakan untuk memperkuat kemandirian dan mengurangi pungutan dari siswa. Jadi, biasanya corporat nya yang bersifat mencari laba, tapi pada giliran untuk penyelenggaraan BHP harus bersifat nirlaba. Maksudnya begini: misalkan ada satuan pendidikan yang berbentuk BHP dimiliki oleh PT atau Holding Company. Maka yang diperkenankan untuk mencari laba adalah PT yang merupakan pendiri BHP dimaksud ataupun holding company tersebut. Sedangkan BHP yang didirikan oleh mereka harus bersifat nirlaba.

Pendirian BHP untuk perusahaan asing tidak diatur dalam UU BHP, tapi masalah tersebut di atur dalam Peraturan Pemerintah tentang penanaman Modal.

Apakah karena ada istilah PAILIT, maka BHP menjadi berbentuk KORPORAT?

TIDAK. Karena setiap badan hukum, baik yang mencari laba maupun yang nirlaba, menghadapi resiko bubar, termasuk karena pailit atau dipailitkan. Oleh karena itu, perlu di antisipasi dan diatur dalam UU BHP mengenai kepailitan tersebut agar tidak menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian hukum yang tidak ada ujungnya. Contohnya: kalau Universitas Indonesia pailit misalnya, bagaimana cara melakukan pemberesannya, bagaimana pula dengan nasib para pegawai atau para mahasiswa nya dll.

Apakah UU BHP Mendiskriminasikan PTS?

Karena pendidikan adalah tanggung jawab Negara, walaupun diberikan kesempatan pada swasta untuk menyelenggarakan pendidikan, asalkan bersedia menanggung konsekwensinya, yaitu menanggung biaya investasi dan biaya operasional.

Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab Negara. Namun, masyarakat diberikan kesempatan untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan membentuk BHP. Karena BHP harus bersifat nirlaba, maka Negara dapat memberikan apresiasi. Apresiasi tersebut dapat dipandang dari 2 presepsi, yaitu:
a. Berdasarkan UU sisdiknas: maka pemerintah dan pemda “DAPAT” membantu pendidikan swasta
tersebut. Artinya: UU sisdiknas tidak mewajibkan agar pemerintah membantu.
b. Berdasarkan UU BHP: maka pemerintah dan pemda WAJIB membantu pendidikan swasta. karena UU BHP merupakan lex spesialis dari UU Sisdiknas, maka pemerintah pusat dan daerah juga diwajibkan untuk memberikan bantuan terhadap pendidikan swasta (selain negri).

BHP MERUPAKAN MODEL DEMOKRASI YANG KHAS
Berbeda dengan koporat, BHP bersifat kebersamaan (inklusif) antara pemilik, manajemen, pegawai, pelanggan (peserta didik) dll; sedangkan di korporasi bersifat mandiri (ekslusif) terbatas pada organ atau pemegang saham korporat tersebut.

Pegawai BHP terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan oleh pemerintah
b. Pegawai kontrak yang bekerja pada BHP tersebut berdasarkan perjanjian kerja

(BERSAMBUNG)

Leave A Reply

Your email address will not be published.