Take a fresh look at your lifestyle.

Ayo Tolak Kekerasan Dalam Rumah Tangga!

5,332

KASUS KDRT DAN CARA MENYIKAPINYA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu permasalahan yang sering kali terjadi di masyarakat kita namun penanganannya kurang maksimal. Banyak kasus KDRT yang terjadi di lingkungan kita, namun para korban KDRT biasanya tidak mau  melaporkan kasus KDRT yang dialaminya dengan banyak alasan misalnya takut dengan pelaku KDRT yang notabene adalah keluarga korban atau mengganggap KDRT merupakan masalah rumah tangga sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya diketahui oleh lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang tanggap terhadap kejadian KDRT di sekitarnya dengan alasan KDRT merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian KDRT orang lain tidak perlu campur tangan. Padahal dampak KDRT sangat besar baik bagi si korban maupun keluarganya.

Artikel AntaraNews.com baru saja memberitakan kasus yang terjadi pada Freddy Numberi, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Perhubungan, yang dilaporkan istrinya, Annie A. Numberi, ke Polda Metro Jaya. Freddy dipolisikan dengan tudingan telah melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagaimana diatur dalam pasal 45 UU No.23 Tahun 2004. Annie didampingi oleh dua kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea dan Elza Syarief. Menurut Elza, kekerasan yang dialami oleh kliennya terjadi sejak 2010 lalu, ada pemukulan yang cukup keras juga ada perbuatan menghina dan ancaman yang sangat mengguncang psikis ibu Annie. Dari 2010 hingga saat ini Annie memilih untuk diam, karena masih berharap ada perubahan dari suaminya. Namun harapan itu tidak terwujud. Malah, Annie digugat cerai pada Februari 2012 lalu.

Seperti yang dinyatakan oleh Khofifah Indar Parawansa Menteri Pemberdayaan Perempuan era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)  di dalam artikel Republika Online bahwa penanganan kasus masih belum menunjukkan angka yang sesungguhnya karena juga tidak terlihat oleh orang luar. Meski kerap tak terlihat, kata Khofifah, terekam oleh setiap orang dalam rumah tangga, terutama oleh anak-anak. Ia menyatakan bahwa anak-anak yang mengalami/menyaksikan kasus KDRT mungkin mengekspresikannya dalam keseharian mereka.

Maraknya kasus di Indonesia ini mendorong Pemerintah untuk menerbitkan Undang-undang No. 23 tahun 2004  Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tindakan apa saja yang bisa dianggap sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut UU No. 23 tahun 2004?

KDRT adalah setiap perbuatan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga terhadap perempuan pada khususnya, yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Latar belakang penyebab terjadinya KDRT bermacam-macam. Penyebab utama adalah kemiskinan, himpitan ekonomi, selain itu budaya patriarki (budaya dimana lelaki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari wanita), komunikasi yang kurang baik di dalam keluarga, dan diskriminasi gender turut menjadi pemicu terjadinya KDRT.

Siapa saja yang termasuk di dalam Subjek di dalam lingkup rumah tangga?

Menurut pasal 2 UU No. 23 tahun 2004, suami, istri, anak dan orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri, anak oleh karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian serta orang yang bekerja membantu rumah tangga yang menetap dalam rumah tangga tersebut adalah merupakan subjek di dalam lingkup rumah tangga.

Apa saja yang dapat dikategorikan sebagai KDRT?

Menurut UU No. 23 tahun 2004, tindakan yang bisa dikategorikan sebagai KDRT adalah:

  1. 1.      Kekerasan Fisik

Pasal 6 menyebutkan, Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, trauma, jatuh sakit maupun luka berat, cacat bahkan kematian.

Contoh: penyiksaan, pemukulan baik tanpa atau dengan alat bantu benda tajam, tumpul, maupun senjata api, menampar, menyundut, menjambak dll.

  1. 2.      Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis menurut Pasal 7 adalah perbuatan yang mengakibatkan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan (phobia), hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Contoh:

kekerasan yang dilakukan secara verbal seperti menghina, melecehkan dengan kata-kata yang bersifat merendahkan martabat sebagai manusia (perendahan), tindakan pengendalian (superior), manipulasi, kesewenangan, isolasi sosial, penguntitan, selingkuh.

Kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

  1. 3.      Kekerasan Seksual

Menurut pasal 8, yang dapat dikategorikan dalam kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut serta pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu.

Contoh:

perkosaan, pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh ataupun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban.

  1. 4.      Penelantaran Rumah Tangga

Penelantaran dalam rumah tangga adalah suatu tindakan dimana akses ekonomi korban dihalang-halangi dengan cara korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan, kekayaan korban dimanfaatkan tanpa seizin korban, atau mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. Pada umumnya, ekonomi digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan korban.

Contoh:

sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.

Padahal di dalam pasal 9 disebutkan bahwa setiap dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

 

Apa yang harus dilakukan bila ada KDRT di sekitar kita?

Menurut UU No 23 tahun 2004, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :

a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b. memberikan perlindungan kepada korban;

c. memberikan pertolongan darurat; dan

d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan

Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara (vide Pasal 26 UU PKDRT). Selain itu korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian (vide pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh , wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide pasal 27). Pihak kepolisian juga menyediakan Ruang Pelayanan Khusus Anak dan Wanita yaitu satuan unit khusus dalam menyelidiki dan melakukan proses tindak kejahatan terhadap perempuan dan anak.

Lembaga bantuan Hukum yang banyak menangani kasus Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT) dan masalah perempuan antara lain:

LBH APIK  Jakarta: Jl. Raya Tengah No.31 Rt. 01/09, Kramatjati, Jaktim 13540.  tlp (021-87797289), Fax: 021-87793300.

MITRA PEREMPUAN, Phone: 021 8292647 Fax: 021 8292647. Alamat: Jalan Tebet Brt Dlm II-D 30, Tebet Barat, Tebet – Jakarta Selatan (12810)

KALYANAMITRA JL. SMA 14 No. 17 RT 009/09 Cawang, Jakarta Timur 17115 . Tlp: +62-21-8004712. Fax +62-21-8004713. Email: ykm@indo.net.id

 
Apa sanksi hukum bagi pelaku KDRT?

Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta sampai dengan 500 juta rupiah. (vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam Pasal 50 juga mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

 

Nah pembaca yang Budiman, bila ada kejadian KDRT di sekitar kita, upayakanlah  untuk mencegah KDRT agar jangan berlanjut, jangan anggap KDRT merupakan masalah domestik biasa, karena korban KDRT pun perlu dukungan untuk melepaskan diri dari KDRT.

 

Referensi:

Antaranews.com

Republika.co.id

 

Baca juga artikel ini:

Pengertian Anak Luar Kawin menurut putusan MK

Perlindungan Anak Luar Kawin Pasca Putusan MK

Wasiat Lisan

Pembuatan Wasiat oleh orang asing

Hak Ahli Waris yang masih dalam Kandungan

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.