Wiwid mengkontrak rumah di kawasan Kebayoran Baru dari pemiliknya, Bapak Sastro. Antara pak Sastro dan Wiwid disepakati bahwa jangka waktu kontrak rumah tersebut selama 4 tahun. Sebagai bukti adanya telah dilakukannya kontrak rumah tersebut, Pak Sastro hanya memberikan selembar kwitansi sebagai tandaterima. Selama masa menyewa, bila kerusakan kecil ditanggung oleh Wiwid sebagai penyewa, dan bila ada kerusakan besar ditanggung oleh Bapak Sastro sebagai pemilik rumah. Ternyata di tahun kedua Wiwid dipindah-tugaskan oleh perusahaannya ke Balikpapan selama 2 tahun. Wiwid yang tidak mungkin untuk menempati rumah kontrakan di Kebayoran Baru, akhirnya diam-diam mengontrakkan kembali (menyewakan ulang) rumah pak Sastro tersebut kepada Santi rekan sekerjanya. Karena Wiwid dan Santi sudah saling mengenal, maka perjanjian sewa antara Wiwid dan Santi tersebut tidak dibuat suatu perjanjian apapun. Sebagai bukti adanya sewa menyewa tersebut, dan Wiwid hanya menyerahkan kwitansi tanda terima sewa miliknya dari Pak Sastro kepada Santi. “Buat jaga-jaga San, siapa tahu nanti perlu,” ujar Wiwid. Suatu hari, pada saat memasak, Santi yang masih lajang menerima telepon dari pacarnya. Saking asyiknya, dia lupa bahwa api sudah menyala besar dan akhirnya kompor tersebut meledak. Mendengar ledakan tersebut, Santi seperti disambar petir. Namun, dia sudah terlambat ketika mencoba untuk menyiramkan air ke dapur yang sudah mulai terbakar. Ketika Santi menelpon pemadam kebakaran, api sudah melalap habis bagian dapur dari rumah kontrakan milik pak Sastro.
Berita terbakar parahnya dapur rumah kontrakan tersebut, akhirnya sampai juga ke telinga Pak Sastro, sang pemilik rumah. Betapa terkejutnya pak Sastro dan mulai minta kronologis kejadian tersebut kepada Santi. Santi yang merasa mengontrak rumah dari Wiwid, dengan lugas menceritakan bahwa dia memang mengontrak rumah tersebut dari Wiwid. Penuturan Santi tersebut sangat mengejutkan Pak Sastro. Dengan menahan amarahnya, dia mengontak Wiwid, “Wah bagaimana nak Wiwid ini, kok tidak bicara sama saya kalau rumah saya mau di kontrakkan kembali ke orang lain???”. Saya minta ganti rugi karena Nak Wiwid telah mengontrakkan ulang rumah ini kepada orang lain tanpa sepengetahuan saya. Bahkan sekarang bagian rumah saya sudah habis hangus terbakar. Saya menuntut ganti rugi atas segala kerusakan ini dan saya minta rumah saya kembali utuh seperti sebelum saya kontrakkan kepada nak Wiwid!!” Dengan nada tegas dan keras pak Sastro menuntut agar Santi memperbaiki dapur rumah kontrakan yang rusak para tersebut. Santi menolak tuntutan Pak Sastro, karena menurutnya kerusakan besar di tanggung oleh pemilik rumah. Bisakah Pak Sastro menuntut Santi sebagai penyewa ulang untuk menanggung kerusakan dapur di rumahnya?
Sebelum menjawab pertanyaan tadi, sebaiknya kita lihat dahulu ketentuan sewa menyewa rumah.
Apa dasar hukum yang mengatur mengenai sewa menyewa rumah?
Dasar hukumnya adalah KUH Perdata tentang perjanjian sewa menyewa dan juga ketentuan sewa menyewa rumah secara spesifik di atur di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 44 tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik. Tujuan dikeluarkannya PP No 44 Tahun 1994 adalah pentingnya upaya pengaturan yang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum untuk melindungi kepentingan pemilik, penyewa atau penghuni dalam penggunaan rumah
Apa ketentuan sewa menyewa rumah menurut PP no. 44 tahun 1994?
Menurut pasal 5 PP no 44 tahun 1994 menyebutkan bahwa:
1) Penghunian rumah dengan cara sewa menyewa didasarkan kepada suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa.
2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa.
3) Rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan.
Apa hak dan kewajiban pemilik rumah?
Adapun hak dan kewajiban pemilik rumah menurut pasal 6 PP No. 44 tahun 1994 adalah sebagai barikut:
1) Pemilik berhak menerima uang sewa rumah dari penyewa sesuai dengan yang diperjanjikan.
2) Pemilik wajib menyerahkan rumah kepada penyewa dalam keadaan baik sesuai dengan yang diperjanjikan.
Hal ini juga diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1551 yang menyebutkan bahwa “pihak yang menyewakan wajib untuk menyewakan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara dalam segala-galanya. Selama waktu sewa, ia harus melakukan pembetulan-pembetulan yang perlu dilakukan pada barang yang disewakan, kecuali pembetulan yang menjadi kewajiban penyewa.”
Apa hak dan kewajiban penyewa rumah?
Menurut Pasal 7 PP No. 44 tahun 1994 disebutkan Penyewa berhak menempati atau menggunakan rumah sesuai dengan keadaan yang telah diperjanjikan. Sedangkan mengenai kewajiban Penyewa diatur di dalam Pasal 8 sebagai berikut:
1) Penyewa wajib menggunakan dan memelihara rumah yang disewa dengan sebaik-baiknya.
2) Penyewa wajib memenuhi segala kewajiban yang berkaitan dengan penggunaan rumah sesuai dengan perjanjian.
3) Apabila jangka waktu sewa menyewa telah berakhir, penyewa wajib mengembalikan rumah kepada pemilik dalam keadaan baik dan kosong dari penghunian.
Mencermati kasus tadi, dapatkah Pak Sastro sebagai pemilik rumah menuntut Santi dan Wiwid untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan rumahnya?
Jawabannya adalah: Bisa. Mengapa? Di dalam hal ini, selama hukum perjanjian tidak diatur, maka dianggap mengikuti KUH Perdata. Pasal yang digunakan adalah pasal 1559 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Penyewa, jika tidak diizinkan, tidak boleh menyalahgunakan barang yang disewanya atau melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan persetujuan sewa dan penggantian biaya, kerugian dan bunga sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa itu. Jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh penyewa, maka dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian kepada orang lain jika hak itu tidak dilarang dalam persetujuan.”
Hal ini juga ditegaskan di dalam pasal 9 PP No. 44 tahun 1994 yang menyatakan bahwa:
“Penyewa dengan cara apapun dilarang menyewakan kembali dan atau memindahkan hak penghunian atas rumah yang disewanya kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari pemilik”.
Sehingga dengan adanya ketentuan di atas, Pak Sastro sebagai pemilik rumah/ pihak yang menyewakan berhak untuk menuntut Santi sebagai penyewa ulang untuk menanggung kerugian kerusakan rumah yang ditempatinya.
Referensi:
1 Kitab undang-undang hukum perdata (burgerlijk wetboek,staatsblad 1847 no. 23)
2 Peraturan pemerintah no. 44 tahun 1994 tentang penghunian rumah oleh bukan pemilik
1. Terminology Affidavit dalam hukum Indonesia
2. Prosedur Pengajuan Legalisasi Dokumen Indonesia di Kemenhukham RI
3. Prosedur Jual Beli melalui internet, telephone dan media online
4. Aspek Hukum dalam kontrak jual beli batubara
5. Point-point krusial dalam kontrak jual beli batubara
6. Pro Kontra Kewajiban Divestasi Perusahaan Tambang dengan terbitnya PP No. 24/2012
7. Batas usia dewasa
8. Legalisasi atau warmerking?
9. Jenis-Jenis Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Sesuai Perpres 54/2010 http://bit.ly/nZW47l
10. Ketentuan Pokok & Larangan Dalam Kontrak Pengadaan Barang Jasa http://bit.ly/mGOnuv
11. Karakteristik Masing-Masing Kontrak Pengadaan Barang dan Larangannya http://bit.ly/iJ0UM6