Keuntungan dalam berbisnis memang menggiurkan. Akan tetapi, sebelum memutuskan untuk berbisnis, jangan lupa identifikasi terlebih dahulu bisnis yang akan dijalankan. Jangan karena iming-iming modal sedikit dan memperoleh keuntungan besar, membuat Anda terlena dan melupakan segalanya. Anda juga harus memperhatikan kualitas dari produk yang akan dijual.
Misalnya pada kasus yang dialami Ani, mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas swasta di Jakarta. Di tengah kesibukannya menyelesaikan skripsi, banyak sekali waktu luang yang ingin dimanfaatkannya untuk mencari uang sembari menunggu kelulusan. Namun jika harus kerja paruh waktu tentu akan sangat menyita waktunya dalam menyelesaikan tugas akhir. Dalam masa itulah, datang seorang kawan ibunya bernama Tante Rina. Tante Rina menawarkan pada Ani untuk turut serta bisnis berjualan kosmetik. Pertimbangannya adalah, Ani banyak teman mahasiswa tentu akan sangat laku sekali. Apalagi, brand kosmetik yang dijual rata-rata digandrungi oleh para mahasiswa.
Baca Juga; Awass! Pembuat dan Penyebar Berita Bohong Bisa Dipidana
Beberapa hari setelah itu, Tante Rina membawakan contoh beberapa kosmetik yang djualnya secara online lewat marketplace. Ani sangat senang karena brand kosmetik itu memang saat ini sedang digandrungi oleh remaja dan seusianya. Harganya pun sangat murah. Dalam bayangan Ani, dengan harga awal yang murah, tentu dia bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Sayangnya, Ani tidak pernah memikirkan kenapa harga kosmetik yang dijual Tante Rina sangat murah?Hanya keuntungan yang akan diperoleh dalam benak Ani saat itu.
Setelah mencoba memasarkannya, kosmetik yang dijual Ani laku keras. Ia bahkan restock produk setiap hari dari Tante Rina. Menurut pembeli produk Ani, ini adalah produk kualitas luar negeri namun harganya sangat terjangkau. Hal itulah yang membuatnya laris manis. Dalam tiga bulan, Ani bahkan meraup untung puluhan juta rupiah. Ani tentu senang karena bisnisnya tersebut tidak mengganggu dalam pengerjaan tugas akhirya, tapi juga menghasilkan uang yang terbilang banyak.
Enam bulan berlalu, pendapatan Ani mencapai ratusan juta rupiah. Ia bahkan sudah bisa membeli properti untuk kebutuhan tempat barang-barang jualannya. Sayangnya, beberapa hari kemudian rumah yang baru dibelinya itu digrebek oleh aparat kepolisian dengan tuduhan penyelundupan kosmetik illegal. Lebih terkejut lagi, ketika sampai di Polda Metro Jaya, sudah ada Tante Rina dan beberapa orang lainnya yang menjadi tersangka atas tuduhan serupa.
Kasus yang dialami Ani di atas senada dengan pemberitaan akir-akhir ini mengenai maraknya penyelundupan obat dan kosmetik illegal dari luar negeri. Tidak hanya itu, tapi juga beberapa alat elektronik dan kendaraan illegal pribadi.
Beberapa waktu lalu, Polda Metro Jaya membongkar penyelundupan ribuan kosmetik, obat dan barang ilegal lainnya. Kejadian tersebut tentu sangat merugikan negara. Hal itu dikarenakan barang-barang tersebut tidak terpungut pajak, tidak ada biaya bea masuk barang impor, serta dapat merugikan masyarakat selaku konsumen. Barang-barang tersebut tidak diketahui isi kandungan, khasiat dan manfaat penggunaannya, serta belum diuji sehingga belum ada ijin edar dari BPOM RI.
Biasanya, pelaku membawa barang-barang tersebut dari luar negeri yang diselundupkan bertahap ke wilayah di Indonesia. Dalam hal ini, para pelaku dengan sengaja memasukkan dari luar negeri secara melawan hukum, menyelundupkan berbagai macam barang yang memiliki nilai jual yang tinggi, masuk ke wilayah negara Malaysia melalui pelabuhan. Lalu pelaku membawa barang-barang tersebut ke pelabuhan Kuching Serawak. Dari sana, dibawa menuju perbatasan Indonesia dengan menggunakan truk. Diselundupkan melalui jalan darat, jalan tikus ke wilayah Jagoi Babang, Kalimantan Barat. Lalu barang diangkut dengan truk fuso dari Pontianak yang diarahkan masuk ke pelabuhan Tegar.
Dengan tindak kejahatan tersebut, para tersangka bisa dijerat dengan tentang Kesehatan, serta dikenai hukuman pidana 15 tahun penjara, dan denda maksimal Rp1,5 miliar. Pasal tersebut berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
tentang Pangan, dapat dihukum dengan pidana penjara 2 (dua) tahun, denda maksimal Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah). Pasal tersebut lengkapnya berbunyi :
Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar keamanan pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
Selain itu, juga dikenakan tentang Perdagangan. Dimana terdakwa dapat terkena pidana penjara 5 (lima) tahun, dengan denda maksimal Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Pasal tersebut berbunyi :
Setiap pelaku usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
tentang Perlindungan Konsumen, dengan pidana penjara 2 (dua) tahun, denda maksimal Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Pasal tersebut,berbunyi :
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Baiknya sebelum berbisnis, pelajari terlebih dahulu produk yang akan dijual. Pilih reseller dan produsen yang bisa dipercaya. Jika barangnya didapat dari luar negeri, ada baiknya kita ikut prosedur dan langkah-langkah legal yang harus dipatuhi.
Referensi :
1. Pasal 197 UU No. 36 tahun 2014
2. Pasal 140 UU No. 18 tahun 2012
3. Pasal 104 UU No. 7 tahun 2014
4. Pasal 62 UU No. 8 tahun 1999