Take a fresh look at your lifestyle.

Waspada, Fitnah Mantan Bisa Masuk Bui

2,199

Masih ingat kasus “ikan asin” yang sedang ramai diperbincangkan beberapa waktu ini? Ikan asin saat ini menjadi pembahasan yang viral karena kasus Galih Ginanjar dan mantan istrinya, Fairuz A Rafiq. Kasus ini berawal dari pernyataan Galih Ginanjar mengenai Fairiz A Rafiq, mantan istrinya yang diunggah dalam youtube chanel milik Rey Utami dan Pablo Benua. Pernyataan Galih dalam tayangan tersebut menimbulkan banyak komentar dan kecaman dari para netizen. Pernyataan yang dikeluarkan tersebut dirasa sangat tidak pantas karena membicarakan perihal organ kewanitaan mantan istrinya di depan publik. Tidak hanya itu, ada beberapa pernyataan yang juga diungkapkan Galih mengenai tabiat buruk mantan istrinya. Selain itu, tayangan tersebut, oleh hostnya dibawa seolah-olah untuk membandingkan Fairuz dengan istri Galih yang sekarang. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena status mereka sendiri sudah bercerai dan telah sama-sama memiliki pasangan.

Akibat penayangan video tersebut, Fairuz yang dibantu oleh Hotman Paris selaku pengacara, membuat laporan atas kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya, Fairuz melaporkan Galih selaku yang melontarkan ucapan hinaan, serta Rey Utami dan Pablo Benua selaku pemilik akun YouTube. Akhirnya ketiganya mendapatkan surat pemanggilan dari pihak penyidik kepolisian, dan harus memberikan keterangan pada penyidik. Setelah melalui pemeriksaan dan penyidikan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut.

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya akhirnyamenetapkan Galih Ginanjar, Rey Utami, dan Pablo Benua sebagai tersangka atas kasus tersebut. Ketiganya dikenakan pasal berlapis oleh penyidik dengan ancaman penjara di atas enam tahun.

Apa saja pasal yang menjerat mereka?

Dalam kasus ini ketiga tersangka dikenakan pasal berlapis. Galih Ginanjar, Rey Utami, dan Pablo Benua, dilaporkan atas tuduhan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), jo Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Selain itu juga dikenakan pasal 310 dan pasal 311 KUHP terkait pencemaran nama baik danfitnah.

Pasal 27 UU ITE sendiri memuat tentang “Perbuatan yang Dilarang”

Pasal 27 ayat (1) berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang melanggar Kesusilaan.”

Pada Pasal 27 ayat (3) berbunyi,“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Selanjutnya dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran dari ketentuan Pasal 27, di mana

Pasal 45 ayat (1) UU ITE berbunyi, “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliyar rupiah).

Pada Pasal 310 dan 311 KUHP berisi tentang pencemaran nama baik serta fitnah. Pada dasarnya, untuk dikatakan sebagai fitnah perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

“Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.”

KUHP pasal 311 ayat (1) memiliki unsur-unsur, yaitu

seseorang;Menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan; serta Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar;

Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP tersebut harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

“Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.“

Selain pasal di atas, Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan, Budi Wahyuni menyatakan bahwa, Fairuz adalah korban kasus pelecehan seksual secara verbal. Meski ketiga pelakunya telah dijerat pasal dalam UU Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE), namun mengingat apa yang dilakukannya kepada Fairuz, sudah seharusnya mereka juga dikenakan pasal dalam Undang undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Akan tetapi, , hingga saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih belum disahkan. Pernyataan yang dilontarkan Galih beserta host termasuk dalam pelecehan verbal, yaitu dilakukan tanpa kontak fisik secara langsung. Sayangnya, dalam aturan hukum Indonesia, belum ada satu pasal pun yang bisa menjerat pelaku pelecehan semacam ini. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mendefinisikan pelecehan seksual sebatas pada tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kontak fisik secara langsung.

Jadi, perbuatan menyebarkan informasi yang bersifat fitnah atau menjelek-jelekan seseorang dapat dijerat sesuai dengan ketentuan hukum saat ini. Terutama penyebaran fitnah melalui sosial media dapat dijerat hukuman sesuai dengan Undang-undang ITE yang saat ini telah dijalankan di Indonesia.

Referensi :
1. Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), jo Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 Tahun 2008
2. Pasal 310 dan 311 KUHP

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.