Ada sebuah nukilan kisah yang diceritakan oleh saudara saya SARI MEUTIA dalam buku”Catatan Perjalanan Haji seorang Muslimah” yang (Penerbit Lingkar Pena).
Saudara saya menceritakan bahwa pada dasarnya makna dari Haji adalah Berbagi. Seorang sufi penyair, Naser Khosrow menanyakan beberapa hal penting kepada kawannya yang baru pulang menunaikan ibadah haji. Beliau menanyakan:
Aku bertanya kepadanya:
Tatkala memasuki Ka’bah,
Seperti yang dilakukan keluarga Khaf dan Raquim,
Dibuangkah sifat suka mementingkan diri sendirinya?
Takutkah ia dengan azab akhirat?
TIDAK, jawabnya..
Aku bertanya kepadanya:
Tatkala berkorban,
Untuk memberi makan orang yang lapar dan anak-anak yatim,
Allahkah yang pertama dipikirkannya?
Dan setelah itu dibunuhkan sifat suka mementingkan diri sendirinya?
TIDAK, jawabnya…
Syair itu terus berlanjut dengan tanya jawab. Karena jemaah haji yang baru pulang tersebut tidak dapat menjawab semua pertanyaan penting sang sufi penyair, di bagian akhir syair itu, sang penyair berkata:
Wahai sahabat,
Sesungguhnya engkau belum menunaikan ibadah haji
Dan engkau belum mentaati Allah!
Padahal engkau pergi ke Mekkah dan mengunjungi Ka’bah
Padahal engkau habiskan uangmu untuk membeli kekerasan padang pasir
Jikau telah kau putuskan untuk pergi haji lagi, lakukan seperti yang telah kuajarkan kepadamu.
Hal tersebut hampir mirip dengan tulisan MOESLIM ABDURRAHMAN yang berjudul HAJI, SEBUAH PENGEMBARAAN, pada harian Kompas halaman 1 tanggal 26 November 2009 kemarin. Bahwa pada dasarnya berhaji adalah berbagi. Makna yang mendalam dari berkurban juga adalah berbagi. Sampai sejauh mana kita bisa berbagi kepada sesama umat manusia secara ikhlas hanya karena Allah semata?
Para pembaca yang budiman, kami keluarga besar penulis dan kontributor blog ini mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1430 Hijriah.
Semoga Allah menganugerahkan indahnya keshalihan Nabi Ibrahim AS, ketaatan Nabi Ismail AS, keikhlasan Siti Hajar dan keberkahan nabi Muhammad SAW kepada kita semua. Amien.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillah Ilham!