Reni dan Andi telah menikah selama 20 tahun. Dalam rentang usia pernikahannya tersebut, dia belum dikaruniai anak. Reni berencana membuat akta Hibah Wasiat atas rumah dan tanah miliknya satu-satunya kepada keponakannya -Sarita-. Hal tersebut dilakukan agar kelak ketika terjadi sesuatu dengannya rumah itu nantinya jatuh pada Risma. Untuk kasus tersebut, apakah hibah wasiat tersebut bisa dilakukan? bagaimanakah syarat serta prosedurnya?
Dalam membuat akta hibah wasiat tersebut, apabila tanah dan bangunan merupakan harta bersama (harta yang diperoleh pada masa pernikahan Reni dan Andi), maka harus ada surat persetujuan dari Andi selaku suaminya. Namun jika antara Reni dan Andi telah dibuat perjanjian kawin sebelum mereka menikah, maka Reni berhak untuk membuat akta Hibah wasiat tersebut sendirian. Mengenai Perjanjian kawin bisa dibaca .
Dalam pemberian Hibah Wasiat dari Reni kepada Sarita (keponakannya), apakah yang harus diperhatikan?
1. Bagaimanakah syarat dan tata cara hibah berdasarkan KUHPerdata?
Dalam pemberian hibah maupun hibah wasiat tersebut, harus dipenuhi criteria sebagai berikut:
a. Pemberi hibah harus sudah dewasa, yakni cakap menurut hukum, kecuali dalam hak yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu KUH Perdata (Pasal 1677 KUHPerdata)
b. Suatu hibah harus dilakukan dengan suatu akta notaris yang aslinya disimpan oleh notaris (Pasal 1682 KUHPerdata)
c. Suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai dari penghibahan dengan kata-kata yang tegas yang diterima oleh si penerima hibah (Pasal 1683 KUHPerdata)
d. Penghibahan kepada orang yang belum dewasa yang berada di bawah kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua (Pasal 1685 KUHPerdata)
2. Apakah pemberian hibah wasiat tersebut melanggar ketentuan hak ahli waris lainnya?
Jika yang digunakan adalah hukum waris Islam, maka harus mendapat persetujuan dari orang-orang yang berhak berdasarkan hukum waris Islam. Karena hal ini akan mengurangi hak warisan mereka. Berdasarkan hukum waris Islam, hibah maksimal adalah 1/3 dari total harta.
Ketentuan mengenai batas pemberian wasiat atau hibah wasiat tersebut pernah dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Saad bin Abi Waqash RA:
“Diperbolehkan baginya berwasiat 1/3 (sepertiga) dari hartanya dan tidak boleh lebih dari itu. Namun yang lebih utama seseorang berwasiat kurang dari sepertiga harta.
Dalam Pasal 195 ayat 2 Buku II Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) juga ditegaskan bahwa adalah sebesar 1/3 dari harta peninggalan pewaris. Dalam hal wasiat melebihi 1/3 dari harta warisan, sedangkan ada ahli waris lain yang berkeberatan, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan saja (Pasal 201 KHI). Batas maksimum 1/3 ini tidak hanya untuk pemberian wasiat biasa saja, melainkan juga untuk pemberian hibah, hibah wasiat dan wakaf (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf).
Pemberian hibah menurut hukum Waris Perdata Barat yang dilakukan oleh Reni selaku Pemberi Hibah Wasiat kepada Sarita (keponakan Reni) itu juga harus memperhatikan ketentuan mengenai batas minimum hak yang harus diperoleh oleh seorang ahli waris. Dalam istilah hukumnya disebut sebagai . Penjelasan mengenai Legitieme Portie ini pernah saya jelaskan . Dalam kasus di atas, yang dapat bertindak sebagai Legitimaris (ahli waris yang berhak atas LP) hanyalah orang tua Reni (karena Reni tidak punya anak). Saudara-saudara kandung Reni bukanlah Legitimaris sesuai KUHPerdata.
Jika memang tidak melanggar legitieme portie dan disetujui oleh (calon) ahli waris dari pemberi hibah tersebut, maka hibah dimaksud dapat dilakukan. Surat Persetujuan dari para (calon) ahli waris dari pemberi hibah dimaksud harus dibuat secara tertulis dan sebaiknya dilegalisasi oleh notaris. Surat ini diperlukan untuk menghindari tuntutan ahli waris dari pihak Bapak/Ibu di kemudian hari (sebagai ilustrasi, jika Ibu dan Bapak beragama Islam, maka dalam harta tersebut ada hak bagian ayah dst).
3. Pada saat pendaftaran baliknamanya harus mengajukan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh)
Jika dilakukan hibah wasiat atau pembagian warisan berupa tanah dan bangunan dari orang tua ke anak atau sebaiknya dari anak ke orang tua, maka para prinsipnya tidak dikenakan Pajak penghasilan (Pph) terhadap pemberi hibah wasiat atau pewaris. Namun untuk mendapatkan bebas Pph tersebut harus mengajukan Surat keterangan Bebas (SKB) Pajak Hibah.Penjelasan mengenai SKB Pajak bisa dibaca .
Permohonan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau terdaftar atau bertempat tinggal.
Namun demikian, yang patut dicermati di sini adalah: SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pewarisan ataupun hibah wasiat tersebut hanya dapat diberikan apabila tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pewarisan atau objek hibah wasiat tersebut sebelumnya telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pewaris/pemberi hibah wasiat. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika pewaris atau pemberi hibah wasiat dimaksud memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Dalam kasus di atas, karena hibah wasiat tersebut dilakukan oleh Reni kepada Sarita yang bukan anak kandung Reni (keponakannya), maka berdasarkan Surat Edaran No. SE- 20 /PJ/2015 tentang Pemberian Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Karena Warisan yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Maret 2015, tetap dikenakan pajak pemberi hibah wasiat atau pajak penghasilan terhadap si pewaris pada saat dilakukan pembagian hak bersama atas harta warisannya.
Pengalihan hak dalam bentuk Hibah Wasiat dimaksud terutang PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Dengan demikian, perhitungan pajak karena warisan yang didapat dari hibah wasiat tersebut menjadi sebagai berikut:
Pph = 5% x NJOP
BHPTB = 5% x (NJOP – NJOPTKP)
Catatan:
NJOP = Nilai Jual Objek Pajak
NJOPTKP Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Demikian penjelasannya mengenai prosedur hibah wasiat untuk keponakan. Semoga artikel ini bisa membantu dan bermanfaat. Terima kasih ?
Dasar Hukum:
1. Surat Edaran No. SE- 20 /PJ/2015 tentang Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Karena Warisan
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;
4. Kompilasi Hukum Islam.
Referensi:
1. Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami Hukum Waris karya Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (Kaifa, 2012);
2. Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami Hukum Pertanahan karya Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (Kaifa, 2010);