Kasus kemunculan pagar laut misterius di Tangerang semakin berkembang setelah pihak Agung Sedayu Group, pemilik PT Pantai Indah Kapuk Dua (PIK 2), mengakui kepemilikan atas HGB yang muncul pada kawasan pagar laut dari bambu tersebut. HGB tersebut dinyatakan milik dua anak usaha Agung Sedayu Group, yaitu PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS)
Dilansir dari cnnindonesia.com tertanggal 23 Januari 2025, Kuasa Hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid menegaskan bahwa HGB tersebut tidak mencakup keseluruhan pagar laut. Namun, hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Pagar-pagar tersebut dikatakan sudah ada jauh sebelum pembangunan proyek PIK 2 dimulai. Hal ini menimbulkan asumsi bila keberadaan pagar bambu tersebut menandakan proyek reklamasi di Jakarta akan kembali berlangsung. Dimana pagar bambu itu menjadi batas untuk penimbunan tanah dalam proyek reklamasi.
Namun, bagaimana sebenarnya proses reklamasi? Dan seperti apa perijinannya? Mari simak artikel berikut.
Izin Reklamasi
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 25 / Permen-KP/2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Permen KKP No 25 tahun 2019).
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan, ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Dalam Permen KKP No 25 tahun 2019 ini, Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pelaku usaha wajib memiliki:
- Izin Lokasi Perairan; yang terdiri dari izin lokasi untuk kegiatan reklamasi dan izin lokasi perairan untuk kegiatan pengambilan sumber material reklamasi yang berasal dari laut.
- Izin Pelaksanaan Reklamasi
Berdasarkan Pasal 6 Permen KKP No 25 tahun 2019 ini, disebutkan dua pejabat yang berwenang untuk menerbitkan ijin pelaksanaan reklamasi, yaitu:
1. Menteri berwenang menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi pada:
- Kawasan Strategis Nasional Tertentu;
- Perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional;
- Kegiatan Reklamasi lintas provinsi;
- Kegiatan Reklamasi di Pelabuhan Perikanan yang dikelola oleh Kementerian;
- Kegiatan Reklamasi untuk Obyek Vital Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Kegiatan Reklamasi untuk proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
- Kawasan Konservasi perairan nasional.
2. Gubernur berwenang menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi pada perairan laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut bebas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Untuk mendapatkan izin inipun tidak mudah. Karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:
- Izin Lokasi Perairan untuk kegiatan Reklamasi
- Izin Lingkungan
- Izin usaha pertambangan
- rencana induk Reklamasi
- Studi kelayakan
- Rancangan detail Reklamasi yang dilengkapi dengan perhitungan dan gambar konstruksi, dan gambar rencana infrastruktur;
- Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan apabila lokasi Reklamasi berhimpitan dengan daratan;
- Pernyataan kesanggupan untuk menjaga dan menjamin Keberlanjutan Kehidupan dan Penghidupan masyarakat; dan
- Perjanjian antara pemerintah/pemerintah daerah/Pelaku Usaha dan pemasok sumber material
Ketentuan Pelaksanaan Reklamasi
Penyelenggaraan reklamasi tidak dapat sembarangan dilakukan. Selain bisa memberi dampak besar terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar. Reklamasi juga bisa berdampak pada kondisi lingkungan perairan pesisir dan sekitarnya. Itu sebabnya, telah diatur dalam Pasal 12 Permen KKP No 25 tahun 2019 apabila:
Pelaksanaan reklamasi wajib menjaga dan memperhatikan :
- keberlanjutan Kehidupan dan Penghidupan masyarakat;
- keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
- persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan/pengurugan material.
Dikarenakan dampak terhadap kehidupan masyarakat sangat besar, maka pelaksana reklamasi harus memperhatikan keberlangsungan hidup masyarakat dengan cara:
- memberikan Akses kepada masyarakat menuju pantai;
- mempertahankan mata pencaharian penduduk sebagai Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan usaha kelautan dan perikanan lainnya;
- memberikan kompensasi/ganti kerugian kepada masyarakat sekitar yang terkena dampak Reklamasi;
- merelokasi permukiman bagi masyarakat yang berada pada lokasi Reklamasi; dan/atau
- memberdayakan masyarakat sekitar yang terkena dampak Reklamasi.
Jadi jelas, ya. Pelaksana reklamasi atau pemegang izin reklamasi tidak bisa sembarangan melakukan reklamasi. Mereka harus memastikan bila pelaksanaan reklamasi itu tidak berdampak buruk pada kehidupan masyarakat dan lingkungan.
Sumber:
- https://www.cnnindonesia.com (Agung Sedayu Akhirnya Akui Anak Usaha Punya HGB Pagar Laut Tangerang)
- bbc.com (Pagar laut ‘misterius’ sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang, apakah kelanjutan proyek reklamasi di Jakarta?)
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikatan RI No 25 / Permen-KP/2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Sumber gambar https://www.kompas.com/jawa-barat/read/2025/01/10/091010988/7-fakta-pagar-misterius-di-laut-tangerang-pemasang-belum-terungkap?page=all#google_vignette