Take a fresh look at your lifestyle.

Ketika Pagar Laut di Tangerang Bersertifikat HGB

436

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya sejumlah pagar laut yang membentang di sepanjang perairan kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten. Sebenarnya, keberadaan pagar laut bambu dengan jarak 500 meter dari bibir pantai ini telah dilaporkan sejak Agustus 2024. Namun, baru disegel oleh pemerintah pada 9 Januari 2025.

Pagar laut ini membentang sepanjang lebih dari 30 km hingga melintasi 16 desa. Keberadaan pagar bambu ini memberi dampak terhadap 4.000 nelayan yang tinggal di kawasan tersebut. Berita inipun semakin memanas setelah terdengar kabar apabila kawasan yang diberi pagar laut ini ternyata memiliki Hak Guna Bangunan (HGB). Kabar ini tentu membuat banyak pihak terkejut, karena adanya HGB di atas permukaan laut. Dan dilansir dari CNN Indonesia tertanggal 23 Januari 2025, apabila Agung Sedayu Group, pemilik PIK 2 akhirnya mengakui anak usaha mereka, yaitu  PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) sebagai pemilik dari sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut. Namun Kuasa hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid menegaskan, bahwa HGB tersebut tak mencakup seluruh pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang menjadi polemik belakangan ini. Namun, hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.

Namun, apakah benar jika perairan atau ruang laut bisa mendapatkan HGB? Yuk simak artikel berikut ini.

Batasan Ruang Laut

Menurut Buku I Menata Ruang Laut Indonesia dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, ruang laut adalah wilayah laut yang merupakan bagian dari pembangunan kelautan dan perikanan. Ruang laut meliputi laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan perairan kepulauan.

Sedangkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil Laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna disebut sebagai Perairan Pesisir.

Di sini berarti, pagar yang berada 500 meter dari bibir pantai tersebut berada di kawasan wilayah perairan pesisir. Karena keberadaannya kurang dari 12 mil laut atau 22.224 meter dari bibir/ garis pantai (1 mil laut adalah 1.852 meter).

Mengenai pemanfaatan perairan pesisir sendiri telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Pasal 36 sebagai berikut.

(1) Pemanfaatan Perairan Pesisir kurang dari 1 (satu) mil Laut dari garis pantai atau kedalaman kurang dari 5 (lima) meter diprioritaskan untuk kegiatan:

  1. perlindungan ekosistem;
  2. perikanan tradisional;
  3. akses umum;
  4. pantai umum; dan/atau
  5. pertahanan dan keamanan.

(2) Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan untuk zona peruntukan yang  meliputi:

  1. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi  hunian, keagamaan, sosial, dan budaya;
  2. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi perhubungan darat dan pelayaran;
  3. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi  perikanan;
  4. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi pariwisata;
  5. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi ketenagalistrikan dan telekomunikasi;
  6. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi kegiatan usaha minyak dan gas bumi;
  7. Bangunan dan Instalasi di Laut dengan fungsi penyediaan sumber daya air; dan/atau
  8. prasarana atau sarana kebencanaan.

Jadi, tidak disebutkan apabila perairan pesisir bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau usaha. Selain untuk mendirikan bangunan dan instalasi laut untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Itupun harus memiliki ijin resmi dari pemerintah.

Apakah Bisa Mendapatkan HGB di atas Perairan Pesisir?

Lalu, apakah HGB bisa didapatkan di atas perairan pesisir?

Jika melihat dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No 17 tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada pasal 4 butir (b) disebutkan:

Penataan Pertanahan di wilayah Pesisir dilakukan dengan pemberian Hak atas Tanah pada perairan pesisir yang diukur dari garis pantai ke arah laut sampai sejauh batas laut wilayah provinsi.

Ini berarti, pada perairan pesisir bisa diberikan Hak Atas Tanah, seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan ataupun Hak Sewa. Hanya saja, dalam Peraturan Menteri itu, juga disebutkan dalam pasal 5, apabila pemberian hak atas tanah itu hanya dapat diberikan untuk bangunaan yang harus ada di wilayah perairan pesisir, antara lain:

  1. Program Strategis Nasional (PSN)
  2. Kepentingan Umum
  3. Pemukiman di atas air bagi masyarakat hukum adat; dan atau
  4. pariwisata

Sehingga jelas, apabila selain untuk pariwisata dan kepentingan umum dan program strategis negara. Keberadaan Hak Atas Tanah itu untuk melindungi masyarakat yang bertempat tinggal di perairan pesisir. Mengingat di beberapa daerah, masih banyak masyarkat setempat, yang mendirikan rumah di atas kawasan pantai atau perairan pesisir.

Sudah jelas apabila keberadaan Hak Atas Tanah tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Dan pemanfaatan kawasan perairan pesisir pun harus berdasarkan ijin resmi dari pemerintah.

Sumber:

Leave A Reply

Your email address will not be published.