Jika dalam pembahasan sebelumnya sudah pernah dijelaskan mengenai apa saja sih tumpang tindih peraturan tersebut terutama pada masa pandemic Covid-19? Dan apa dampaknya bagi pengaturan dan kehidupan bernegara?apa saja Penerapan Konsep Omnibus Law Dalam Regulasi di Indonesia hal tidak terdapat klausula force majeure perlu kiranya melihat ketentuan-ketentuan di KUHPerdata sebagai mana pernah di ulas di sini. Maka kali ini kita akan membahas tentang
Undang-undang dasar hanya menjelaskan bahwa pembuatan Undang-undang dilakukan Presiden dan DPR tetapi tidak menjelaskan apakah wewenang pembuatan aturan lebih banyak justru ada di pemerintah, jadi kalaupun banyak dipemerintah sampai batas mana pemerintah boleh menerbitkan suatu peraturan. Ini juga salah satu ciri Negara yang korup bahwa ketika diskresi terlampau luas maka tidak ada pertanggung jawaban dari pemerintah terhadap rakyatnya melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Diskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya.
Diskresi tidak boleh dilakukan secara serampangan karena harus ada dasar hukum yang mengatur, sayangnya Undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan memuat banyak sekali tingkatan regulasi dari UUD, TAP MPR, UU, Peraturan Pemerintah terus sampai peraturan kementrian atau lembaga. Hal itu yang menyebabkan tumpang tindih regulasi. Misalnya bicara soal Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, pengaturannya ada pada PP pelaksanaan KUHAP. Usulannya adalah membuat peraturan yang lebih detail di Peraturan Presiden. Apa bedanya Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah toh cara pembuatannya sama rumitnya karena harus ada kordinasi antar kementrian lembaga.
Jadi bagaimana kita membedakan suatu aturan itu ? sebaiknya diletakkan di Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden pun tidak ada caranya, Bahkan PSHK mencatat sampai November 2019 saja sudah ada 10.180 regulasi.
Artinya itu sesuatu yang seharusnya pada zaman VOC dipangkas jadi akhirnya mereka menciptakan Statuta van Batavia, jadi ketika mereka bingung peraturan mana yang akan diambil, mereka membuat tim ahli untuk memodifikasi semua peraturan itu dalam Statuta van Batavia. Sebaiknya sebagai praktisi hukum kita harus belajar tentang peraturan-peraturan yang ada dijaman Belanda atau sejarah hukum ketika masa VOC. Intinya mereka berusaha meniadakan tumpang tindih regulasi, jadi ketika ada suatu peristiwa, peristiwa tersebut hanya diatur oleh satu norma yang berlaku secara umum. Sehingga mempermudah para praktisi hukum baik di kejaksaan, hakim, advokat maupun notaris yang itu tidak bisa dilaksanakan dengan metode Omnibus. Jadi RUU Omnibus tidak akan bisa menjawab tumpang tindih regulasi dan tidak akan mengeliminir tanda Negara korup karena masih mensyaratkan ada peraturan yang lebih rendah.
Apa perbedaan mendasar Statuta van Batavia dengan Omnibus? Kita membuat semacam seperti tahun 60-an misalnya hukum tanah di Indonesia ada berbagai jenis dari hukum adat, tanah belanda dan sebagainya di kondifikasi menjadi hukum tanah nasional? Omnibus sepertinya menjadi suatu hal yang berbahaya karena mencampur adukkan semua isu hukum, berbeda dengan hukum tanah tersebut hanya mengatur soal tanah. Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Salah satunya sektor ketenagakerjaan.
Pada sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan. Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan. Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami penyusutan. Di dalam omnibus law, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial. Berbicara tentang Undang-undang ketenagakerjaan itu adalah salah satu Undang-undang yang paling lengkap yang mengatur A-Z. Jadi untuk apa kemudian beberapa aturannya diambil dan diletakkan di RUU Cipta Kerja ? Nantikan Lanjutanya di artikel kita minggu depan…
Itu tadi informasi yang dapat kami sampaikan terkait dengan Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah Bagaimana Membedakanya?. Terima kasih, Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, jangan lupa untuk bergabung dengan diskusi yang informasinya dapat dilihat melalui instagram @idlc.id. Semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pembelajaran bersama.