Take a fresh look at your lifestyle.

Awas Terjerat Hutang Pinjaman Online

2,738

Perkembang teknologi memang semakin pesat dan terasa memudahkan. Hampir semuanya bisa dioperasikan secara online dengan perantara internet, seperti belanja online, bayar pajak dan tagihan online, serta mengatur perjalanan lewat online. Bahkan ada yang sedang menjadi trend beberapa tahun terakhir ini,yaitu  pinjaman online.

Pinjaman online merupakan transaksi pinjam uang yang beroperasi secara online melalui aplikasi. Jadi peminjam tidak perlu datang ke bank membawa sekian banyak persyaratan, kemudian harus menunggu pinjamannya disetujui dalam hitungan minggu hingga bulanan. Melalui pinjaman online, Anda cukup memasukan foto dan kartu tanda pengenal ke dalam aplikasi, maka sudah bisa mengajukan pinjaman dalam jumlah tertentu yang pencairannya pun sangat cepat. Pinjaman online ini memang terlihat sangat menggiurkan, namun hati-hati dengan jeratan hutangnya jika Anda tidak bisa memenuhi cicilannya. Kebanyakan, mereka yang meminjam online biasanya sedang dalam keadaan yang kepepet dan butuh dana cepat. Nominal yang ditawarkan pun beragam. Mulai kisaran ratusan ribu, jutaan, hingga ratusan juta.

Memang terlihat menggiurkan, karena Anda dapat meminjam uang dengan cepat dan syarat mudah. Namun disinilah ancamannya. Sistem aplikasi yang digunakan dapat mengakses seluruh kontak nomor yang ada di telepon Anda. Jadi apabila terlambat membayar cicilan, maka penagih akan menghubungi kontak-kontak yang ada di telepon Anda, seperti orangtua, saudara, istri, anak, teman, rekanan, atasan, klien. Penagih akan meneror nomor-nomor tersebut, untuk memberitahukan kepada mereka agar Anda segera membayar dan melunasi cicilan. Tentu hal ini akan sangat memalukan sekali. Tak hanya itu, bila telat sehari saja membayar cicilannya, maka bunganya akan berjalan cepat dalam hitungan hari.

Apakah sudah ada aturan dan kelegalan layanan pinjam online? Apakah OJK juga mengatur batasan berapa jumlah uang yang bisa dipinjam? Bagaimana solusinya bila Anda terjerat cicilan yang tidak bisa dibayar dan pihak aplikasi peminjam tersebut akan melaporkan kepada pihak berwajib?

Dasar hukum layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi mengacu pada aturan mengenai layanan pinjam uang berbasis aplikasi atau elektronik yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016).

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung, melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Menurut Pasal 3 ayat (1) huruf d Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI 19/2017), salah satu kategori penyelenggaraan teknologi finansial adalah pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal. Contoh penyelenggaraan teknologi finansial pada kategori pinjaman (lending), pembiayaan (financing atau funding), dan penyediaan modal (capital raising) antara lain layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) serta pembiayaan atau penggalangan dana berbasis teknologi informasi (crowd-funding).

Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.  

 Perjanjian pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi meliputi: perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman dan perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.

Penyelenggara dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perlu diingat bahwa, dalam melakukan usahanya, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).

Batasan jumlah uang yang bisa dipinjam melalui penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Pasal 6 POJK 77/2016 diatur sebagai berikut:

  1. Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum total pemberian pinjaman dana kepada setiap Penerima Pinjaman.
  2. Batas maksimum total pemberian pinjaman dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  3. OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum total pemberian pinjaman dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Keunggulan utama dari layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi antara lain tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik secara online untuk keperluan para pihak, tersedianya kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara online, penilaian risiko terhadap para pihak secara online, pengiriman informasi tagihan (collection) secara online, penyediaan informasi status pinjaman kepada para pihak secara online, dan penyediaan escrow account dan virtual account di perbankan kepada para pihak, sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem perbankan.

Ketentuan Besaran Bunga dan Denda Keterlambatan

Mengenai jatuh tempo, besaran bunga pinjaman serta denda atas keterlambatan biasanya telah diatur dalam perjanjian (dalam hal ini perjanjian pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman).

Perjanjian pemberian pinjaman melalui aplikasi online antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dituangkan dalam dokumen elektronik. Dokumen elektronik tersebut wajib paling sedikit memuat:

  1. nomor perjanjian;
  2. tanggal perjanjian;
  3. identitas para pihak;
  4. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
  5. jumlah pinjaman;
  6. suku bunga pinjaman;
  7. nilai angsuran;
  8. jangka waktu;
  1. objek jaminan (jika ada);
  2. rincian biaya terkait;
  3. ketentuan mengenai denda (jika ada); dan
  4. mekanisme penyelesaian sengketa.

Jadi tindakan pihak kreditur (pemberi pinjaman) memberikan bunga serta memberlakukan denda atas utang yang sudah jatuh tempo tersebut harus berdasarkan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Apabila Ada Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Atas Utang Debitur

Pada dasarnya Anda sebagai pihak penerima pinjaman (debitur) berkewajiban untuk membayar utang sesuai dengan perjanjian. Jika Anda terlambat membayar utang dan sudah jatuh tempo, maka dapat dikenakan denda sesuai dengan  perjanjian.Apabila Anda masih tidak mempunyai itikad baik untuk membayar utang, kreditur berhak untuk menggugat Anda atas dasar wanprestasi (cidera janji) sesuai dengan Pasal 1238 KUHPerdata.

Solusi yang tepat atas permasalahan ini adalah Anda tetap harus bertanggung jawab dengan mengupayakan penyelesaian utang beserta dengan bunganya, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Apabila memang masih belum bisa, cobalah untuk mengkomunikasikannya dengan pihak pemberi pinjaman. Mintalah tenggat waktu untuk menyelesaikannya, dengan catatan, Anda benar-benar harus bertanggung jawab dan tidak lari dari masalah. Ada baiknya berupaya untuk meyakinkan pihak kreditur online untuk menempuh upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu dalam menyelesaikan kredit yang bermasalah sebelum melakukan gugatan ke pengadilan.

Terdapat perusahaan teknologi keuangan financial technology (fintech) peer to peer lending, yang memanfaatkan kecanggihan teknologi guna mempermudah masyarakat mendapatkan pinjaman tanpa agunan. Terkait dengan hal tersebut, saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah meresmikan terbentuknya Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang berfungsi sebagai organisasi resmi yang mewadahi para pelaku usaha pinjaman online / Fintech P2P Lending. AFPI sendiri merupakan asosiasi resmi peyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia yang dibentuk OJK pada 5 Oktober 2018 berdasarkan surat No. S-5/D.05/2019 pada 8 Maret 2019. Peresmiannya ditandai dengan pelantikan jajaran pengurus AFPI periode 2019 – 2021, dan terpilihnya Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi.

AFPI menjadi mitra strategis OJK dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan para penyelenggara Fintech P2P. Keberadaannya sesuai dengan Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 Bab XIII Pasal 48. Dalam pelaksanaannya, P2P Lending terdiri atas dua penyelenggara pendanaan online. Pertama, P2P Lending produktif dan yang kedua P2P multiguna. Peraturan ini mewajibkan seluruh penyelengara Fintech P2P Lending di Indonesia wajib mendaftarkan diri. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi para pengguna layanan.

Dalam pelaksanaannya, AFPI membentuk layanan pengaduan online bernama ‘Jendela’. Ia adalah saluran informasi dan pengaduan bagi nasabah fintech legal atau telah terdaftar di OJK. Fokus utamanya adalah yang memiliki berbagai keluhan terhadap layanan Fintech P2P lending yang telah menjadi anggota AFPI. Hal ini terkait maraknya pinjaman online yang berujung dengan pemberitaan penagihan utang oleh debt collector, yang bersifat mengancam atau tidak sesuai aturan kepada konsumen. Anda dapat melaporkan di Jendela AFPI dengan menyertakan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memperkuat laporan. Bukti tersebut bisa berupa rekaman suara atau screenshot chat semisal konsumen ditagih oleh debt collector dengan cara-cara yang melanggar atau mengancam.

Keluhan bisa disampaikan kepada Jendela AFPI melalui 3 cara, yaitu:

a. Menghubungi customer service, hotline center melalui telepon call center di 021 50821960 (bebas pulsa) di jam kerja: Senin-Jumat pukul 08.00 – 17.00 WIB;

b. Melaporkan keluhan via email: pengaduan@afpi.or.id

c. Menyampaikan melalui website https://www.afpi.or.id/contact.

Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan nasabah dalam menggunakan layanan Fintech P2P Lending khususnya, AFPI juga menerapkan standardisasi dan sertifikasi bagi proses penagihan yang dilakukan oleh para anggota AFPI kepada konsumen, yakni pelarangan penyalahgunaan data nasabah dan kewajiban melaporkan prosedur penagihan. Selain itu, juga menerapkan Sertifikasi Manajemen Risiko Fintech Lending dan melakukan Pemutakhiran Risk Management di Industri 4.0 bagi seluruh anggotanya. Dalam hal ini, masyarakat tidak perlu khawatir lagi dalam menggunakan jasa layanan fintech pinjaman, sebab keamanan data dijaga dan pastikan Anda memilih fintech legal yang telah terdaftar dan diawasi oleh OJK.

Referensi :
1. PeraturanOtoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017
3. https://www.afpi.or.id/contact.


Leave A Reply

Your email address will not be published.