Take a fresh look at your lifestyle.

Batas Usia Minimal Menikah adalah 19 Tahun

11,764

Pemerintah telah memutuskan bahwa batas usia minimal menikah untuk perempuan adalah 19 tahun, dari yang sebelumnya 16 tahun. Sebelumnya bahkan sempat diwacanakan menjadi 21 tahun. Hal itu tertuang dalam revisi UU Perkawinan yang diajukan ke DPR. Pada 16 September 2019 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi UU Perkawinan dan mengubah batas minimal menikah, baik laki-laki dan perempuan. Keduanya harus sudah menginjak usia 19 tahun. Pada undang – undang sebelumnya, minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan adalah 16 tahun. Hal tersebut juga didasari bahwa UU Perlindungan Anak adalah sampai 18 tahun.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang UU Perkawinan. UU itu disahkan Jokowi pada tanggal 14 Oktober 2019 dan diundangkan di Jakarta pada tanggaal 15 Oktober 2019. UU ini diundangkan oleh Plt Menkum HAM Tjahjo Kumolo. Jadi, secara otomatis ketentuan ini berlaku sejak UU ini diundangkan

Batas usia menikah ini ditetapkan dengan banyak pertimbangan melalui aspirasi masyarakat, lembaga, organisasi perempuan dan juga komisi anak. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya penikahan dini pada usia anak. Seperti yang kita tahu bersama, pernikahan anak merupakan masalah yang butuh mendapat perhatian secara khusus. Apalagi di Indonesia, khususnya sampai saat ini masih dinggap wajar terjadi. Beberapa alasan yang menyebabkannya antara lain adalah budaya, kurangnya pengawasan orangtua, serta faktor sosial dan ekonomi. Masih banyak anak perempuan yang dinikahkan dengan alasan demi untuk mendapatkan mas kawin yang akan digunakan keluarga untuk  berbagai keperluan.

Menurut data dari , secara umum sekitar 700 juta perempuan yang ada saat ini menikah ketika mereka masih berusia anak. Di Indonesia, Unicef bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada tahun 2016 yang menunjukkan angka pernikahan anak di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 23 % untuk pernikahan pada usia di bawah 18 tahun. Untuk data BPS di tahun 2017, terdapat sekitar 25% menikah pada usia anak. Ada sekitar 23 provinsi yang memiliki angka presentase perkawinan usia anak di atas 25 %. Jadi dalam setiap tahun, ada sekitar 340 ribu anak perempuan menikah di usia anak. Sedang berdasarkan data BPS pada 2018, ada sekitar 11 % perempuan menikah pada usia anak. Angka tertinggi ada di Provinsi Sulawesi Barat, yaitu 19 % , dan terendah ada di DKI Jakarta, yaitu 4 %.

Pernikahan usia anak tentu sangat mengkhawatirkan, baik dari sisi psikologis dan kesehatan. Selain itu, yang lebih utama lagi adalah bisa membuat anak kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia yang wajar bagi seseorang untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki di Indonesia.

Baca Juga; Bila Tetap Ingin Menikah di Bawah Usia 19 Tahun

Pernikahan Dini Pengaruhi Kesehatan dan Psikologis Anak

Batas usia menikah yang belum mencukupi, sesuai dengan aturan, bisa berdampak bahaya pada anak-anak khususnya perempuan. Mereka yang dinikahkan pada usia dini lebih banyak menanggung bahaya dan risiko di masa yang akan datang. Anak perempuan yang menikah di usia dini beresiko tinggi mengalami gangguan kesehatan karena melahirkan di usia dini. Hal ini dikarenakan organ-organ reproduksinya belum siap. Selain itu, sekitar 68 % perempuan meninggal saat melahirkan dan 90 % kanker rahim terjangkit pada remaja perempuan yang menikah usia dini.

Selain risiko kesehatan yang mengintai pada anak perempuan yang menikah dini, kesiapan mental yang belum cukup juga bisa membuat mereka terkena depresi pasca melahirkan. Mereka juga cenderung rentan terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga, gizi buruk, gangguan kesehatan seksual dan reproduksi, serta keadaan psikologis yang tidak stabil. Sebelum usia 18 tahun, rata-rata anak masih belum memiliki kondisi emosional yang stabil untuk menjalani kehidupan rumah tangga. Jadi bila mendapatkan tekanan, mereka akan kesulitan menyelesaikan masalah rumah tangganya, dan bereaksi sesuai keinginannya tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi kelak. Hal ini berakibat terjadinya perceraian dini yang tentu akan berdampak pada anak-anak yang mereka lahirkan. Selain itu, kehidupan pernikahan menuntut untuk bersosialisi dalam masyarakat. Hal itu akan membuat mereka merasa tertekan sehingga menutup diri dari aktivitas kehidupan sosial. Anak dengan usia pernikahan di bawah umur tentu banyak mengalami tuntutan atas beban yang dibawa ketika menikah. Hal tersebut membuat produktivitas menurun. Selain itu, mereka akan menjadi minder karena kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dan layak karena menikah. Dalam hal ini sudah dicanangkan dalam program pemerintah, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak minimal selama 12 tahun. Jika di bawah usia muda mereka sudah menikah, maka kewajiban pemenuhan pendidikan telah terenggut dari mereka.

Selain untuk mengurangi pernikahan dini, salah satu alasan merevisi batas usia pernikahan adalah mengacu pada 7. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan tersebut yaitu :

“Namun tatkala pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi.”

Menurut penjelasan revisi UU Perkawinan, pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap pelindungan dan pemenuhan hak anak. Dengan diberlakukannya aturan ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah pernikahan dini yang sebenarnya sangat merugikan khususnya bagi anak perempuan.

Dengarkan juga Podcast kami di Spotify yang berjudul:
“Tanda – tanda kamu butuh perjanjian kawin”

 

 

 

Referensi
1. UU Nomor 16 Tahun 2019
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017
3. Pasal 28B ayat (1) UUD 1945
4. UU Perkawinan

Sumber Gambar :
1. http://bit.ly/376mzuH
2. http://bit.ly/2Xda4c8
3. http://bit.ly/357quWu
4. http://bit.ly/34ZxFQ8

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.